Bogor, 23/4 (ANTARA) - Petani padi organik di Bogor, Jawa Barat, mengeluhkan rendahnya harga jual gabah organik yang oleh tengkulak dinilai sama dengan gabah biasa sehingga minat menanam padi organik semakin menurun.
Menurut Ketua Kelompok Tani Harapan Mekar, Iwan Setiawan di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jumat, pada tahun 2002 saat awal diluncurkannya Go Organic, kelompoknya mempunyai lahan padi organik seluas 40 hektare dari 19 anggota, namun sekarang berkurang tinggal 4-5 hektare.
"Saat ini gabah organik kami hanya dibeli Rp2.200 per kg, sama dengan gabah biasa. Padahal harga jual untuk yang organik sebenarnya bisa mencapai Rp3.000 per kg," kata Iwan sambil menjelaskan, Desa Situgede menjadi sentra produksi beras organik di Kota Bogor.
Ia menjelaskan dengan harga itu maka petani tidak memperoleh nilai lebih dari penjualan gabah organik, padahal perlakuan penanaman padi organik lebih rumit dibandingkan penanaman padi pada umumnya, meskipun modal yang diperlukan lebih kecil.
"Kenaikan harga pupuk kimia saat ini sebenarnya menjadi waktu yang tepat untuk mengajak anggota (kelompok tani) untuk kembali menggunakan pupuk organik," kata Iwan.
Namun hal itu harus dibarengi dengan naiknya harga jual gabah organik, lanjut dia.
Ia mengakui bahwa penggunaan pupuk kimia lebih efisien dibandingkan pupuk organik. "Untuk pemupukan setiap hektare lahan hanya dibutuhkan waktu setengah hari dengan dua orang tenaga kerja," katanya.
Sementara jika menggunakan pupuk organik butuh waktu dua hingga tiga hari dengan tiga orang pekerja.
Setiap hektare lahan sawah membutuhkan dua ton pupuk organik, bahkan di awal musim dibutuhkan hingga lima ton per hektare.
Di sisi lain, produktivitas sawah yang menggunakan pupuk organik meningkat dari tiga ton per hektare menjadi lebih dari lima ton per hektare.
Bantuan IPB
Sementara itu, dosen pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Sugiyanta mengatakan, IPB siap membantu petani dengan membeli gabah basah dari mereka seharga Rp3.000 per kg.
"IPB akan membina petani di desa ini untuk mengembangkan padi organik premium. Untuk tahap awal kita kembangkan di lahan organik seluas empat hektare yang masih tersisa," katanya.
Gabah tersebut kemudian digiling oleh IPB dan beras organik yang dihasilkan dijual ke seluruh dosen dan staf di IPB dengan harga Rp8.000 per kg.
"Sebenarnya IPB sudah menawarkan kepada mereka untuk menjual dalam bentuk beras, tetapi petani keberatan karena itu butuh biaya tambahan dan waktu yang lebih lama. Sementara mereka butuh uang cepat," kata Sugiyanta.
Lahan padi organik yang tersisa saat ini akan diarahkan untuk ditanami padi aromatik premium seperti jenis pandan wangi dan mentik wangi.
"Padi premium menghasilkan beras kepala lebih banyak sekitar 90 persen, sisanya beras patah, sehingga harganya bisa lebih tinggi mencapai Rp10.000 per kg," katanya.
Sri Haryati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010
Menurut Ketua Kelompok Tani Harapan Mekar, Iwan Setiawan di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jumat, pada tahun 2002 saat awal diluncurkannya Go Organic, kelompoknya mempunyai lahan padi organik seluas 40 hektare dari 19 anggota, namun sekarang berkurang tinggal 4-5 hektare.
"Saat ini gabah organik kami hanya dibeli Rp2.200 per kg, sama dengan gabah biasa. Padahal harga jual untuk yang organik sebenarnya bisa mencapai Rp3.000 per kg," kata Iwan sambil menjelaskan, Desa Situgede menjadi sentra produksi beras organik di Kota Bogor.
Ia menjelaskan dengan harga itu maka petani tidak memperoleh nilai lebih dari penjualan gabah organik, padahal perlakuan penanaman padi organik lebih rumit dibandingkan penanaman padi pada umumnya, meskipun modal yang diperlukan lebih kecil.
"Kenaikan harga pupuk kimia saat ini sebenarnya menjadi waktu yang tepat untuk mengajak anggota (kelompok tani) untuk kembali menggunakan pupuk organik," kata Iwan.
Namun hal itu harus dibarengi dengan naiknya harga jual gabah organik, lanjut dia.
Ia mengakui bahwa penggunaan pupuk kimia lebih efisien dibandingkan pupuk organik. "Untuk pemupukan setiap hektare lahan hanya dibutuhkan waktu setengah hari dengan dua orang tenaga kerja," katanya.
Sementara jika menggunakan pupuk organik butuh waktu dua hingga tiga hari dengan tiga orang pekerja.
Setiap hektare lahan sawah membutuhkan dua ton pupuk organik, bahkan di awal musim dibutuhkan hingga lima ton per hektare.
Di sisi lain, produktivitas sawah yang menggunakan pupuk organik meningkat dari tiga ton per hektare menjadi lebih dari lima ton per hektare.
Bantuan IPB
Sementara itu, dosen pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Sugiyanta mengatakan, IPB siap membantu petani dengan membeli gabah basah dari mereka seharga Rp3.000 per kg.
"IPB akan membina petani di desa ini untuk mengembangkan padi organik premium. Untuk tahap awal kita kembangkan di lahan organik seluas empat hektare yang masih tersisa," katanya.
Gabah tersebut kemudian digiling oleh IPB dan beras organik yang dihasilkan dijual ke seluruh dosen dan staf di IPB dengan harga Rp8.000 per kg.
"Sebenarnya IPB sudah menawarkan kepada mereka untuk menjual dalam bentuk beras, tetapi petani keberatan karena itu butuh biaya tambahan dan waktu yang lebih lama. Sementara mereka butuh uang cepat," kata Sugiyanta.
Lahan padi organik yang tersisa saat ini akan diarahkan untuk ditanami padi aromatik premium seperti jenis pandan wangi dan mentik wangi.
"Padi premium menghasilkan beras kepala lebih banyak sekitar 90 persen, sisanya beras patah, sehingga harganya bisa lebih tinggi mencapai Rp10.000 per kg," katanya.
Sri Haryati
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010