Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ingin aksi penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi tidak dilarang, tetapi dibatasi jumlah massanya menjadi maksimal 50 orang.
"Kalau menurut saya, batasi saja 50 orang. Sama seperti kita membatasi (jumlah orang) di pemilihan kepala daerah (pilkada) kemarin," kata Tito saat menjadi pembicara dalam ajang penghargaan Innovative Government Awards (IGA) 2020 di Jakarta, Jumat (18/12).
Menurut Tito, apabila jumlah massa aksi demonstrasi tidak dibatasi jumlahnya, maka yang terjadi adalah penularan COVID-19 besar-besaran (superspreader).
Kalau tidak mau itu terjadi, kata dia, maka aparat penegak hukum harus membuat aturan pembatasan jumlah massa sehingga penyampaian pendapat tetap bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Sehingga tenaga pelacak (tracer) COVID-19 pun lebih mudah melakukan pelacakan orang yang mengikuti aktivitas penyampaian pendapat tersebut apabila ada yang dinyatakan positif COVID-19.
"Demo boleh, penyampaian pendapat di muka umum, freedom of expression, silakan. Tapi di dalam aturan. Aturan induknya, namanya ICCPR, International Covenant on Civil and Political Rights. Itu dokumen PBB, pasal 9, tidak menyebutkan tidak ada pembatasan, tetapi menyebutkan tidak ada intervensi," kata Tito.
Baca juga: Pandemi, MUI minta FPI tidak demo tuntut bebaskan Rizieq Shihab
Baca juga: Polres Cianjur tutup jalur protokol antisipasi aksi demo buruh
Baca juga: Ratusan orang aksi tolak HRS ke Solo, Polres bubarkan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Kalau menurut saya, batasi saja 50 orang. Sama seperti kita membatasi (jumlah orang) di pemilihan kepala daerah (pilkada) kemarin," kata Tito saat menjadi pembicara dalam ajang penghargaan Innovative Government Awards (IGA) 2020 di Jakarta, Jumat (18/12).
Menurut Tito, apabila jumlah massa aksi demonstrasi tidak dibatasi jumlahnya, maka yang terjadi adalah penularan COVID-19 besar-besaran (superspreader).
Kalau tidak mau itu terjadi, kata dia, maka aparat penegak hukum harus membuat aturan pembatasan jumlah massa sehingga penyampaian pendapat tetap bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Sehingga tenaga pelacak (tracer) COVID-19 pun lebih mudah melakukan pelacakan orang yang mengikuti aktivitas penyampaian pendapat tersebut apabila ada yang dinyatakan positif COVID-19.
"Demo boleh, penyampaian pendapat di muka umum, freedom of expression, silakan. Tapi di dalam aturan. Aturan induknya, namanya ICCPR, International Covenant on Civil and Political Rights. Itu dokumen PBB, pasal 9, tidak menyebutkan tidak ada pembatasan, tetapi menyebutkan tidak ada intervensi," kata Tito.
Baca juga: Pandemi, MUI minta FPI tidak demo tuntut bebaskan Rizieq Shihab
Baca juga: Polres Cianjur tutup jalur protokol antisipasi aksi demo buruh
Baca juga: Ratusan orang aksi tolak HRS ke Solo, Polres bubarkan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020