Pihak berwenang India sedang menyelidiki apakah organoklorin yang digunakan untuk bahan pestisida atau pengendalian nyamuk merupakan penyebab kematian satu orang dan lebih dari 400 orang dirawat di rumah sakit, kata seorang pejabat kesehatan, Selasa.
Penyakit yang tidak diketahui yang muncul di negara bagian selatan Andhra Pradesh dalam beberapa hari terakhir telah menjangkiti lebih dari 300 anak, dan kebanyakan dari mereka menderita pusing, pingsan, sakit kepala dan muntah. Mereka pun telah dites negatif untuk COVID-19.
Anggota parlemen federal GVL Narasimha Rao, yang berasal dari Andhra Pradesh, mengatakan di Twitter bahwa dia telah berbicara dengan ahli medis pemerintah dan bahwa "penyebab yang paling mungkin adalah zat organoklorin beracun".
"Itu (organoklorin) adalah salah satu kemungkinan," kata Geeta Prasadini, direktur kesehatan masyarakat di negara bagian Andhra Pradesh. Dia menambahkan bahwa para pasien sedang menunggu laporan hasil tes untuk memastikan penyebabnya.
Prasadini mengatakan tidak ada kasus penyakit serius baru yang terungkap dalam 24 jam terakhir. Sebelumnya, seorang pria berusia 45 tahun meninggal pada akhir pekan akibat penyakit yang belum diketahui itu.
Organoklorin dilarang atau dibatasi di banyak negara setelah penelitian mengaitkan zat itu dengan kanker dan potensi risiko kesehatan lainnya. Namun, sejumlah polutan zat tersebut masih berada di lingkungan selama bertahun-tahun dan menumpuk di lemak tubuh hewan dan manusia.
Sejauh ini masih belum jelas diketahui seberapa luas bahan kimia tersebut digunakan di India, meskipun organoklorin ditemukan dalam DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) yang digunakan untuk pengendalian nyamuk.
Menurut otoritas kesehatan Amerika Serikat, paparan pestisida organoklorin dalam waktu singkat dapat menyebabkan kejang, sakit kepala, pusing, mual, muntah, tremor, kebingungan, kelemahan otot, gangguan bicara, pengeluaran air liur dan berkeringat terus-menerus.
Baca juga: Kasus COVID-19 India di bawah 40 ribu untuk hari keempat
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Penyakit yang tidak diketahui yang muncul di negara bagian selatan Andhra Pradesh dalam beberapa hari terakhir telah menjangkiti lebih dari 300 anak, dan kebanyakan dari mereka menderita pusing, pingsan, sakit kepala dan muntah. Mereka pun telah dites negatif untuk COVID-19.
Anggota parlemen federal GVL Narasimha Rao, yang berasal dari Andhra Pradesh, mengatakan di Twitter bahwa dia telah berbicara dengan ahli medis pemerintah dan bahwa "penyebab yang paling mungkin adalah zat organoklorin beracun".
"Itu (organoklorin) adalah salah satu kemungkinan," kata Geeta Prasadini, direktur kesehatan masyarakat di negara bagian Andhra Pradesh. Dia menambahkan bahwa para pasien sedang menunggu laporan hasil tes untuk memastikan penyebabnya.
Prasadini mengatakan tidak ada kasus penyakit serius baru yang terungkap dalam 24 jam terakhir. Sebelumnya, seorang pria berusia 45 tahun meninggal pada akhir pekan akibat penyakit yang belum diketahui itu.
Organoklorin dilarang atau dibatasi di banyak negara setelah penelitian mengaitkan zat itu dengan kanker dan potensi risiko kesehatan lainnya. Namun, sejumlah polutan zat tersebut masih berada di lingkungan selama bertahun-tahun dan menumpuk di lemak tubuh hewan dan manusia.
Sejauh ini masih belum jelas diketahui seberapa luas bahan kimia tersebut digunakan di India, meskipun organoklorin ditemukan dalam DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) yang digunakan untuk pengendalian nyamuk.
Menurut otoritas kesehatan Amerika Serikat, paparan pestisida organoklorin dalam waktu singkat dapat menyebabkan kejang, sakit kepala, pusing, mual, muntah, tremor, kebingungan, kelemahan otot, gangguan bicara, pengeluaran air liur dan berkeringat terus-menerus.
Baca juga: Kasus COVID-19 India di bawah 40 ribu untuk hari keempat
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020