Kementerian Sosial menerapkan terapi okupasi guna meningkatkan layanan sosial bagi penyandang disabilitas agar mereka lebih mandiri dalam beraktivitas.

"Terapi ini memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang secara mandiri sehingga meningkatkan kualitas hidup serta menciptakan masyarakat yang inklusif," ujar Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Ahad.

Terapi okupasi merupakan bentuk layanan kepada individu dengan kelainan fisik, mental dan intelektual yang mengalami gangguan kinerja okupasional melalui aktivitas yang bermakna dan bertujuan.

Terapi okupasi merupakan salah satu elemen penting dalam program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) bagi disabilitas. Karena itu Kemensos menggelar kegiatan Bimbingan Teknis Kompetensi Penatalaksanaan Terapi Okupasi Petugas Rehabilitasi Sosial Balai Besar/Balai dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).

Lebih lanjut, Harry memaparkan ada tujuh manfaat dalam terapi okupasi, yaitu self care, membantu dalam hal perawatan diri dan mengembangkan kemandirian dalam tugas sehari-hari.

Kemudian manfaat produktif, yaitu mengembangkan keterampilan bermain terutama eksplorasi aktivitas dan mengembangkan kemampuan bekerja.

Lalu manfaat leisure, yaitu menggali dan mengembangkan minat bermain seseorang, manfaat sensorimotor yaitu meningkatkan refleks, kekuatan otot, fleksibilitas, kekuatan fisik, meningkatkan motorik kasar serta motorik halus.

Kemudian manfaat kognitif, yaitu kemampuan untuk berkonsentrasi dan mengikuti petunjuk, manfaat psikososial seperti meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk berinteraksi kelompok.

Terakhir manfaat environment, seperti membuat alat bantu yang diperlukan, sesi konsultasi dengan orang tua tentang kegiatan sosial masyarakat hingga sesi konsultasi dengan sekolah mengenai transportasi yang aman.

Selain manfaat, Harry juga menyampaikan beberapa metode terapi okupasi yang perlu diketahui oleh Balai Besar/Balai/Panti Rehabilitasi Sosial dan LKS.

Metode-metode tersebut yaitu, terapi sensori integrasi, terapi snoezelen, pra vokasional skill, pre writting skill, terapi self care, terapi relaksasi, terapi ADL, terapi rekreasi, terapi aktivitas kelompok seni, terapi aktivitas kelompok interaksi, terapi aktivitas kelompok ADL dan terapi problem solving.

"Terapi okupasi ini perlu dikluster agar ada kesamaan persepsi antara Balai Besar/Balai/Panti dan LKS serta bisa menentukan sarana prasarana yang sesuai," kata Harry.*

Baca juga: Polresta Cirebon beri kaki palsu bagi 10 penyandang disabilitas

Baca juga: Wali Kota dorong Bogor jadi kota ramah penyandang disabilitas



 

Pewarta: Desi Purnamawati

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020