PT Rekayasa Industri (Rekind) mengharapkan pemerintah untuk menyesuaikan keekonomian Proyek Pipa Transmisi Gas Ruas Cirebon – Semarang (Cisem) yang melibatkan BUMN tersebut berinvestasi di dalammya.
SVP Corporate Secretary & Legal Rekind Edy Sutrisman di Jakarta, Minggu, menyatakan, nilai toll fee yang ditetapkan pada 2006 sudah tidak dapat digunakan sebagai dasar keekonomian saat ini dalam menunjang eksistensinya ke depan.
Selain itu, lanjutnya, masih mewabahnya pandemi COVID-19, belum adanya permintaan dari sektor industri terkait keberadaan Cisem juga menjadi pertimbangan besar bagi Rekind karena situasi ini pun mempersulit langkahnya jika harus bekerja sama dengan investor atau mitra strategis untuk menjalankan proyek tersebut.
"Alokasi dana yang harus disiapkan perusahaan dan toll fee antara tahun 2006 hingga 2020 (14 tahun) untuk Proyek Cisem sudah tidak sesuai dengan nilai keekonomian saat ini," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Menurut dia, tanpa ada kepastian flow gas minimum yang "committed" dan penyesuaian tarif toll fee, proyek ini menjadi tidak "feasible dan" bankable" sehingga Rekind sulit untuk bisa mendanainya.
"Bahkan jika harus menggandeng investor lain pun, tetap saja dibutuhkan kepastian market dan pasokan gas," katanya.
Dalam investasi pengerjaan proyek, Rekind berpegang spesifikasi lelang Tanggal 21 Maret 2006 yang isinya menegaskan nilai investasi yang harus dikeluarkan Rekind di tahun 2006 sebesar 169,41 juta dolar AS dan toll fee 0,36 dolar AS/MMBTU.
Padahal, menurut Edy, berdasarkan kajian ulang Rekind melalui eskalasi biaya modal yang berpijak pada inflasi periode 2006-2020 dan hitung-hitungan toll fee yang diperlukan untuk menjaga tingkat pengembalian investasi, ternyata dibutuhkan penambahan biaya modal yang nilainya cukup tinggi.
Selain itu, untuk mempertahankan tingkat pengembalian investasi, toll fee yang diberlakukan pada 2006 sudah tidak dapat digunakan.
Perhitungan tersebut mengacu pada asumsi awal bahwa volume gas yang dialirkan melalui pipa Proyek Cisem bersifat tetap, sejak tahun pertama operasi hingga akhir masa konsesi. Toll fee yang lebih tinggi juga diperlukan apabila volume gas yang dialirkan lebih rendah atau bersifat cascading (penurunan).
"Dari hasil kajian ini diketahui bahwa Net Present Value (NPV) Proyek Cisem akan bernilai negatif bila tidak ada penyesuaian toll fee,” ujarnya.
Menurut Edy Sutrisman, dari sebelum pelaksanaan groundbreaking pada 7 Februari 2020 hingga saat ini Rekind telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung agar salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) itu bisa berjalan optimal sesuai harapan.
Di antaranya, melakukan kerja sama dengan perusahaan shipper melalui penandatanganan perjanjian pra-kontrak berupa Head of Agreement (HoA) dan Memorandum of Understanding (MoU), tetapi belum terealisasi menjadi Gas Transport Agreement (GTA) karena beberapa alasan.
Edy menuturkan, sebagai bentuk komitmen anak perusahaan PT Pupuk Indonesia itu sudah melakukan kegiatan pra proyek dengan menggunakan anggaran kas perusahaan yang antara lain difokuskan untuk kegiatan Front End Engineering Design (FEED), survei jalur pipa, perizinan Amdal dan lain sebagainya.
"Namun sejalan dengan itu Rekind tetap menilai toll fee pada 2006 sudah tidak dapat digunakan sebagai dasar keekonomian dan memerlukan market gas yang pasti agar mencapai keekonomian proyek serta menghindari proyek berhenti di tengah jalan akibat kemampuan arus kas perusahaan dan sulitnya mendapatkan pendanaan," katanya.
Baca juga: Unsika Karawang rangkul PT Rekind kembangkan kampus digital
Baca juga: BPH Migas: Pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang mulai 7 Februari
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
SVP Corporate Secretary & Legal Rekind Edy Sutrisman di Jakarta, Minggu, menyatakan, nilai toll fee yang ditetapkan pada 2006 sudah tidak dapat digunakan sebagai dasar keekonomian saat ini dalam menunjang eksistensinya ke depan.
Selain itu, lanjutnya, masih mewabahnya pandemi COVID-19, belum adanya permintaan dari sektor industri terkait keberadaan Cisem juga menjadi pertimbangan besar bagi Rekind karena situasi ini pun mempersulit langkahnya jika harus bekerja sama dengan investor atau mitra strategis untuk menjalankan proyek tersebut.
"Alokasi dana yang harus disiapkan perusahaan dan toll fee antara tahun 2006 hingga 2020 (14 tahun) untuk Proyek Cisem sudah tidak sesuai dengan nilai keekonomian saat ini," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Menurut dia, tanpa ada kepastian flow gas minimum yang "committed" dan penyesuaian tarif toll fee, proyek ini menjadi tidak "feasible dan" bankable" sehingga Rekind sulit untuk bisa mendanainya.
"Bahkan jika harus menggandeng investor lain pun, tetap saja dibutuhkan kepastian market dan pasokan gas," katanya.
Dalam investasi pengerjaan proyek, Rekind berpegang spesifikasi lelang Tanggal 21 Maret 2006 yang isinya menegaskan nilai investasi yang harus dikeluarkan Rekind di tahun 2006 sebesar 169,41 juta dolar AS dan toll fee 0,36 dolar AS/MMBTU.
Padahal, menurut Edy, berdasarkan kajian ulang Rekind melalui eskalasi biaya modal yang berpijak pada inflasi periode 2006-2020 dan hitung-hitungan toll fee yang diperlukan untuk menjaga tingkat pengembalian investasi, ternyata dibutuhkan penambahan biaya modal yang nilainya cukup tinggi.
Selain itu, untuk mempertahankan tingkat pengembalian investasi, toll fee yang diberlakukan pada 2006 sudah tidak dapat digunakan.
Perhitungan tersebut mengacu pada asumsi awal bahwa volume gas yang dialirkan melalui pipa Proyek Cisem bersifat tetap, sejak tahun pertama operasi hingga akhir masa konsesi. Toll fee yang lebih tinggi juga diperlukan apabila volume gas yang dialirkan lebih rendah atau bersifat cascading (penurunan).
"Dari hasil kajian ini diketahui bahwa Net Present Value (NPV) Proyek Cisem akan bernilai negatif bila tidak ada penyesuaian toll fee,” ujarnya.
Menurut Edy Sutrisman, dari sebelum pelaksanaan groundbreaking pada 7 Februari 2020 hingga saat ini Rekind telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung agar salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) itu bisa berjalan optimal sesuai harapan.
Di antaranya, melakukan kerja sama dengan perusahaan shipper melalui penandatanganan perjanjian pra-kontrak berupa Head of Agreement (HoA) dan Memorandum of Understanding (MoU), tetapi belum terealisasi menjadi Gas Transport Agreement (GTA) karena beberapa alasan.
Edy menuturkan, sebagai bentuk komitmen anak perusahaan PT Pupuk Indonesia itu sudah melakukan kegiatan pra proyek dengan menggunakan anggaran kas perusahaan yang antara lain difokuskan untuk kegiatan Front End Engineering Design (FEED), survei jalur pipa, perizinan Amdal dan lain sebagainya.
"Namun sejalan dengan itu Rekind tetap menilai toll fee pada 2006 sudah tidak dapat digunakan sebagai dasar keekonomian dan memerlukan market gas yang pasti agar mencapai keekonomian proyek serta menghindari proyek berhenti di tengah jalan akibat kemampuan arus kas perusahaan dan sulitnya mendapatkan pendanaan," katanya.
Baca juga: Unsika Karawang rangkul PT Rekind kembangkan kampus digital
Baca juga: BPH Migas: Pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang mulai 7 Februari
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020