Survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebutkan hanya 16,3 persen atau 44 daerah penyelenggara Pilkada Serentak 2020 masuk zona merah COVID-19.
 
"Jangan karena kasus 16,3 persen wilayah, namun membatalkan 83,7 persen (penyelenggara pilkada lainnya)," kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, Kamis.
 
Menurut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa memberikan perlakuan khusus pada 44 daerah di wilayah zona merah dengan penerapan disiplin protokol kesehatan secara ketat tanpa harus digeneralisasi 83,7 persen daerah lain.
 
"Misalnya, khusus 16,3 persen atau 44 wilayah, calon kepala daerah dilarang melakukan pengerahan massa lebih dari lima orang," ucap Ikrama.
 
 
Sementara itu, daerah lainnya yang bukan zona merah tidak boleh berkumpul di atas 50 orang, juga harus menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Namun demikian, pandemik COVID-19 tidak boleh menghalangi hak demokrasi masyarakat.
 
"Kalau ini ditunda hak berpartisipasi mereka tidak dapat dicapai, dapat menimbulkan kekecewaan tersendiri," ujar dia menjelaskan.
 
Dia menambahkan, KPU juga harus tegas kepada para pasangan calon untuk mematuhi protokol kesehatan. Bagi yang melanggar, bisa dikenakan sanksi bertingkat hingga diskualifikasi.
 
"Banyak jenis kampanye yang bisa dilakukan tanpa harus mengumpulkan massa. Seperti kampanye media, kampanye luar ruangan, dan 'door to door' yang menerapkan protokol kesehatan," tutur Ikrama.
 
Pilkada 2020 digelar di 270 daerah yang meliputi 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan wali kota. Tahapan Pilkada Serentak telah melalui masa pendaftaran pasangan calon dari Jumat hingga Minggu, 4-6 September 2020 lalu.

Baca juga: PBNU minta Pilkada Serentak 2020 ditunda demi kesehatan rakyat

Baca juga: Survei: Publik meminta Pilkada 2020 ditunda

Baca juga: Anggota Bawaslu: Penundaan Pilkada 2020 akan timbulkan masalah

Pewarta: Syaiful Hakim

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020