Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil menyarankan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar mengkonsultasikan ke pemerintah pusat terkait pencabutan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Kedua kemarin saya menyarankan ke Gubernur Jakarta agar mengkonsultasikan lebih mendalam ke pemerintah pusat (terkait PSBB total) karena setiap kebijakan di Jakarta tentu berhubungan dengan dampak di level nasional," kata Ridwan Kamil yang akrab dipanggil Kang Emil seusai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Jawa Barat, di Kota Bandung, Jumat.
Kang Emil mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah memutuskan dua strategi terkait strategi penanggulangan COVID-19 di wilayah ini yakni strategi untuk daerah Bodebek (Bogor, Depok Bekasi) dan non Bodebek.
"Kita ini sudah diputuskan bahwa Jawa Barat strateginya terbagi dua strategi yakni buat Bodebek dan strategi non Bodebek," kata dia.
Menurut dia, untuk strategi Bodebek harus satu frekuensi dengan Provinsi DKI Jakarta karena mayoritas kasus COVID-19 d Provinsi Jawa Barat berada di Bodebek.
"Jadi kalau Pak Anies ke kiri kita ke kiri, Pak Anies ke kanan kita ke kanan, semata-mata karena klaster COVID-19 Jawa Barat juga paling besar, hampir 70 persen ada di Bodebek," kata dia.
Dia mengatakan sebenarnya status Bodebek tidak berubah terkait COVID-19 yakni masih PSBB yang diterjemahkan intensitasnya oleh wali kota dan bupati.
"Jadi sebenarnya Jakarta juga bukan hal baru karena statusnya juga masih PSBB. Pembatasan kira-kira, bukan pelarangan, kalau pelarangan itu namanya lockdown," kata dia.
"Kalau pembatasan diatur, yang boleh 11 kemudian yang tidak boleh 15. Itu terserah sesuai jadi Bodebek akan menyesuaikan, yang ada hubungan dengan dibatasinya di Jakarta maka di Bodebek akan menyesuaikan," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu malam.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
Baca juga: DKI Jakarta hanya bolehkan 11 sektor esensial beroperasi saat PSBB total
Baca juga: DPR RI sebut pengumuman PSBB total sebabkan saham rontok
Baca juga: Pemkot Bogor perpanjang PSBMK hingga 14 September
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Kedua kemarin saya menyarankan ke Gubernur Jakarta agar mengkonsultasikan lebih mendalam ke pemerintah pusat (terkait PSBB total) karena setiap kebijakan di Jakarta tentu berhubungan dengan dampak di level nasional," kata Ridwan Kamil yang akrab dipanggil Kang Emil seusai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Jawa Barat, di Kota Bandung, Jumat.
Kang Emil mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah memutuskan dua strategi terkait strategi penanggulangan COVID-19 di wilayah ini yakni strategi untuk daerah Bodebek (Bogor, Depok Bekasi) dan non Bodebek.
"Kita ini sudah diputuskan bahwa Jawa Barat strateginya terbagi dua strategi yakni buat Bodebek dan strategi non Bodebek," kata dia.
Menurut dia, untuk strategi Bodebek harus satu frekuensi dengan Provinsi DKI Jakarta karena mayoritas kasus COVID-19 d Provinsi Jawa Barat berada di Bodebek.
"Jadi kalau Pak Anies ke kiri kita ke kiri, Pak Anies ke kanan kita ke kanan, semata-mata karena klaster COVID-19 Jawa Barat juga paling besar, hampir 70 persen ada di Bodebek," kata dia.
Dia mengatakan sebenarnya status Bodebek tidak berubah terkait COVID-19 yakni masih PSBB yang diterjemahkan intensitasnya oleh wali kota dan bupati.
"Jadi sebenarnya Jakarta juga bukan hal baru karena statusnya juga masih PSBB. Pembatasan kira-kira, bukan pelarangan, kalau pelarangan itu namanya lockdown," kata dia.
"Kalau pembatasan diatur, yang boleh 11 kemudian yang tidak boleh 15. Itu terserah sesuai jadi Bodebek akan menyesuaikan, yang ada hubungan dengan dibatasinya di Jakarta maka di Bodebek akan menyesuaikan," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu malam.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
Baca juga: DKI Jakarta hanya bolehkan 11 sektor esensial beroperasi saat PSBB total
Baca juga: DPR RI sebut pengumuman PSBB total sebabkan saham rontok
Baca juga: Pemkot Bogor perpanjang PSBMK hingga 14 September
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020