Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengecam penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad SAW oleh media cetak Prancis Charlie Hebdo, padahal kartun yang sama telah memicu kemarahan umat Islam pada tahun 2015.
"Belum tuntas kasus penistaan, pembakaran, dan perobekan Al-Qur'an di Swedia, Norwegia dan Denmark, Majalah Charlie Hebdo justru menambah intoleran dan laku radikal yang melukai umat Islam dengan kerja provokatifnya yang kental dengan nuansa islamophobia," kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
HNW menolak alasan pihak Charlie Hebdo yang menyebutkan penerbitan kartun tersebut sebagai bagian dari penyajian bukti sejarah seiring dengan proses pengadilan para tersangka penyerangan Charlie Hebdo pada tahun 2015.
Menurut dia, provokasi itu sudah sangat jauh keluar konteks kasus tersebut, apalagi pada edisi yang sama majalah tersebut juga menerbitkan kartun penghinaan yang diterbitkan 15 tahun silam oleh Jyllands-Posten di Denmark.
"Ini malah membuktikan tendensi intoleran dan kebencian mereka terhadap seluruh umat Islam, tendensi islamofobia yang sama sekali jauh dari konteks pelaksanaan HAM dan penegakan hukum sebagaimana yang mereka klaim," ujarnya.
HNW menilai tindakan tersebut justru bagian dari islamophobia, mempraktikkan kebencian dan diskriminasi terhadap umat Islam dan simbol-simbol yang disakralkannya, itu juga melanggar HAM.
Oleh karena itu, dia menilai tindakan membuat kartun Nabi Muhammad itu tidak patut dilindungi dengan dalih kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, apalagi sikap seperti itu dapat memicu gesekan yang meluas dan konflik horizontal di Prancis, negara yang memiliki populasi muslim terbesar di Eropa.
"Sebagaimana rasisme sistemik yang hari ini kita saksikan dampaknya di Amerika Serikat, ataupun aksi teror terhadap umat Islam di Myanmar dan India, semuanya diperparah oleh kebencian dan diskriminasi yang berlindung di balik isu kebebasan pers," katanya.
HNW yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR RI itu kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI agar memaksimalkan potensi Indonesia di PBB dan OKI untuk melawan praktik islamophobia.
Selain itu, dia juga menggarisbawahi peranan khusus Council of Europe sebagai organisasi yang bertanggung jawab terkait dengan masalah HAM di benua Eropa, termasuk permasalahan islamophobia.
"Sebagaimana Kemenlu pada pekan ini memanggil KUAI Swedia dan Norwegia untuk menyampaikan protes terhadap pembakaran Al-Qur'an, Kemenlu perlu juga mempertimbangkan tindakan serupa terhadap Prancis untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang demokratis dan moderat," ujarnya.
Baca juga: Rakyat Kuwait Kecam Kartun "Charlie Hebdo"
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020