Pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Daarul Mizan di Tenjolaya, Kabupaten Bogor Jawa Barat "menyulap" bekas kandang sapi menjadi salah satu ruang belajar terbuka, karena ruangan yang ada sudah tidak mampu menampung para santrinya.
"Karena keterbatasan ruangan yang kami miliki, sehingga sudah tidak bisa menampung santri yang ada, terpaksa kita memanfaatkan bekas kandang sapi yang kita jadikan ruang belajar terbuka," kata salah satu pendiri Ponpes Daarul Mizan, ustadz Saepudin Muhtar saat ditemui ANTARA di Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Senin.
Pria yang akrab disapa Gus Udin itu menyebutkan bahwa ponpes tersebut sudah berdiri sejak dua tahun lalu, namun karena banyaknya santri dan bangunan yang ada sudah tidak bisa menampung maka pihaknya mengoptimalkan bangunan terbuka bekas kandang sapi.
Awalnya, ia dan tiga ustadz lainnya, yakni Maturidi, Malik Ibrahim, dan Iwan Sunarya mendirikan ponpes tersebut di tanah wakaf dari seorang bernama Masula seluas 3.000 meter persegi, Kemudian ponpes itu diberi nama Daarul Mizan yang berarti keseimbangan.
Menurut dia bagaimanapun juga bekas kandang sapi itu akan menjadi pusat pandidikan Islam yang ia harapkan mampu mencetak santri sebagai generasi penerus agama dan bangsa.
"Tujuannya jelas bahwa ponpes ini akan menjadi pusat pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi penerus bangsa dan agama," kata alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur itu.
Ia menjelaskan bahwa peran alumni ponpes tidak hanya pada sektor pendidikan, melainkan juga sektor lain seperti pemberdayaan ekonomi, politik, sosial, hingga budaya.
"Yang terpenting bagaimana mempertahankan nilai-nilai pesantren mesti dilakukan. Bagaimana mengonstekstualisasikan nilai Islam dengan nilai kearifan lokal. Pesantren juga menjadi tempat pembelajaran yang tak pernah mati," kata mahasiswa doktoral Ilmu Politik Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Pendidikan di ponpes, kata dia, bukan hanya proses menggali ilmu pengetahuan, tapi juga nilai akhlak sehingga mampu mencetak santri yang menguasai ilmu-ilmu agama, mengamalkan ilmunya dengan ikhlas, serta menjadi orang yang saleh apapun profesinya.
"Pendidikan itu bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi yang lebih penting mentransfer nilai (akhlak)," kata Saepudin Muhtar.
Salah satu pendiri lainnya, ustadz Maturidi menambahkan bahwa ponpes harus mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak akan tergerus era industri 4.0 ini.
Baginya, ponpes mempunyai tantangan yang beragam dan kompleks.
"Tantangan pesantren kini semakin beragam, tak lagi ekses modernitas dan globalisasi yang datang dari luar, juga pengaruh ideologi radikal dan konservatisme yang menggerogoti dari dalam," demikian Maturidi.
Baca juga: Pesantren di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor boleh kembali buka
Baca juga: 10 ribu telur dibagikan untuk peningkatan gizi santri di Bogor
Baca juga: DPRD Jabar datangi MUI Kabupaten Bogor minta masukan soal Raperda Pesantren
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Karena keterbatasan ruangan yang kami miliki, sehingga sudah tidak bisa menampung santri yang ada, terpaksa kita memanfaatkan bekas kandang sapi yang kita jadikan ruang belajar terbuka," kata salah satu pendiri Ponpes Daarul Mizan, ustadz Saepudin Muhtar saat ditemui ANTARA di Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Senin.
Pria yang akrab disapa Gus Udin itu menyebutkan bahwa ponpes tersebut sudah berdiri sejak dua tahun lalu, namun karena banyaknya santri dan bangunan yang ada sudah tidak bisa menampung maka pihaknya mengoptimalkan bangunan terbuka bekas kandang sapi.
Awalnya, ia dan tiga ustadz lainnya, yakni Maturidi, Malik Ibrahim, dan Iwan Sunarya mendirikan ponpes tersebut di tanah wakaf dari seorang bernama Masula seluas 3.000 meter persegi, Kemudian ponpes itu diberi nama Daarul Mizan yang berarti keseimbangan.
Menurut dia bagaimanapun juga bekas kandang sapi itu akan menjadi pusat pandidikan Islam yang ia harapkan mampu mencetak santri sebagai generasi penerus agama dan bangsa.
"Tujuannya jelas bahwa ponpes ini akan menjadi pusat pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi penerus bangsa dan agama," kata alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur itu.
Ia menjelaskan bahwa peran alumni ponpes tidak hanya pada sektor pendidikan, melainkan juga sektor lain seperti pemberdayaan ekonomi, politik, sosial, hingga budaya.
"Yang terpenting bagaimana mempertahankan nilai-nilai pesantren mesti dilakukan. Bagaimana mengonstekstualisasikan nilai Islam dengan nilai kearifan lokal. Pesantren juga menjadi tempat pembelajaran yang tak pernah mati," kata mahasiswa doktoral Ilmu Politik Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Pendidikan di ponpes, kata dia, bukan hanya proses menggali ilmu pengetahuan, tapi juga nilai akhlak sehingga mampu mencetak santri yang menguasai ilmu-ilmu agama, mengamalkan ilmunya dengan ikhlas, serta menjadi orang yang saleh apapun profesinya.
"Pendidikan itu bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi yang lebih penting mentransfer nilai (akhlak)," kata Saepudin Muhtar.
Salah satu pendiri lainnya, ustadz Maturidi menambahkan bahwa ponpes harus mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak akan tergerus era industri 4.0 ini.
Baginya, ponpes mempunyai tantangan yang beragam dan kompleks.
"Tantangan pesantren kini semakin beragam, tak lagi ekses modernitas dan globalisasi yang datang dari luar, juga pengaruh ideologi radikal dan konservatisme yang menggerogoti dari dalam," demikian Maturidi.
Baca juga: Pesantren di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor boleh kembali buka
Baca juga: 10 ribu telur dibagikan untuk peningkatan gizi santri di Bogor
Baca juga: DPRD Jabar datangi MUI Kabupaten Bogor minta masukan soal Raperda Pesantren
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020