Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Jose Rizal mengatakan adanya pandemi COVID-19 bisa jadi momentum reorientasi kebijakan perekonomian Indonesia.
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan disrupsi pada skala global setidaknya pada empat pilar, yakni disrupsi kemanusiaan (kesehatan, keamanan dan ibadah keagamaan), rantai pasok, produksi, konsumsi dan segera nampak krisis keuangan dunia," kata Jose Rizal dalam acara penyaluran Bantuan Presiden kerja sama Kemensos dan Asprindo di Gedung Graha Insan Cita Depok, Sabtu.
Dampak fatalnya lanjut Jose, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan seperti yang diperkirakan oleh JP Morgan pertumbuhan ekonomi dunia minus 1,1 persen persen serta IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi minus 3 persen.
"Kecepatan globalisasi yang telah berlangsung selama kurang lebih dua puluh lima tahun terakhir telah menyebabkan sebagian besar penduduk dunia jauh tertinggal," jelasnya.
Jose juga mengatakan bahwa ketimpangan global terjadi dimana 20 persen penduduk menikmati 83 persen ekonomi dunia sedangkan lapisan penduduk termiskin hanya mendapatkan 1 persen.
"Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam mencatat bahwa pada tahun 2019, 2.153 orang paling kaya di dunia yang umumnya ada di negara-negara kaya lebih besar kekayaannya dibanding 60 persen penduduk dunia paling miskin yang umumnya ada di negara-negara miskin.
Sementara, di Indonesia sendiri menurut Credit Suisse (2018), 1 persen orang terkaya menguasai 46,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya menguasai 75,3 persen kekayaan nasional," ujarnya.
Ketimpangan ini dipastikan akan tetap berlangsung jika negara tidak melakukan intervensi dan koreksi secara terstruktur atas perekonomian nasional.
"Tanpa intervensi, pelaku ekonomi di level UMKM, tidak akan pernah naik kelas. Yang kaya akan tetap kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Kondisi ini lebih diperburuk dengan pandemi COVID-19, dimana pelaku UMKM menjadi pihak yang paling depan dan paling rentan terdampak penurunan atau hilangnya lahan usaha dan mata pencaharian," tegasnya.
Ketum Asprindo menyebut bahwa dalam beberapa kiris ekonomi yang terjadi di Indonesia, meskipun UMKM menjadi pihak yang paling terdampak, namun UMKM sekaligus menjadi jaring pengaman.
"Ini mungkin seperti paradoks. Tapi logika ini sederhana. UMKM sangat lentur merespon krisis. UMKM yang rontok selama krisis, akan kembali menggeliat jika diberi stimulus. Dan karena skala ekonomi yang begitu kecil, pengaruhnya terhadap makro ekonomi nasional tidak signifikan, namun berpengaruh di tingkat mikro," jelasnya.
Kondisi ini tentu sangat berbeda jika usaha besar mengalami gulung tikar dan meninggalkan persoalan pengangguran dengan segala kerumitannya.
"Ke depan, pasca pandemi, kita mungkin akan menyaksikan arus de-globalisasi sebagai koreksi terhadap proses globalisasi yang mengandung ketidakadilan dalam hubungan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang maupun antar golongan kaya dan miskin di internal negara-negara," katanya.
Oleh karena itu, ide de-globalisasi merupakan kebutuhan dari setiap negara untuk memperbaiki format pembangunan yang lebih berkeadilan.
"Dalam skala Keindonesiaan, kita membutuhkan reorientasi perekonomian domestik yang memberi perhatian dan porsi memadai terhadap pengusaha di level UMKM," terangnya.
Jika pondasi pengusaha UMKM kuat, maka perekonomian nasional tidak akan mengalami guncangan hebat setiap kali terjadi krisis, mengingat bahwa UMKM pada dasarnya lebih mengedepankan human investment ketimbang artificial consumption sebagaimana perusahaan-perusahaan multinational company.
"Karena itu, pada kesempatan ini, melalui Kementrian Koperasi dan UMKM, kami sangat mengharapkan agar momentum pandemi COVID-19 ini dapat benar-benar digunakan untuk melakukan reorientasi kebijakan perekonomian kita dengan menguatkan pondasi UMKM. Untuk itu stimulus ekonomi dari pemerintah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar," jelasnya.
Dia menambahkan bahwa Asprindo siap untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam melakukan pembinaan, pendampingan dan penguatan UMKM.
Baca juga: Dekopinda Bekasi siapkan strategi pemulihan ekonomi dampak pandemi COVID-19
Baca juga: UI usul kebijakan ekonomi saat wabah COVID-19
Baca juga: Peneliti prediksi kinerja perekonomian Indonesia pulih pada 2022
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan disrupsi pada skala global setidaknya pada empat pilar, yakni disrupsi kemanusiaan (kesehatan, keamanan dan ibadah keagamaan), rantai pasok, produksi, konsumsi dan segera nampak krisis keuangan dunia," kata Jose Rizal dalam acara penyaluran Bantuan Presiden kerja sama Kemensos dan Asprindo di Gedung Graha Insan Cita Depok, Sabtu.
Dampak fatalnya lanjut Jose, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan seperti yang diperkirakan oleh JP Morgan pertumbuhan ekonomi dunia minus 1,1 persen persen serta IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi minus 3 persen.
"Kecepatan globalisasi yang telah berlangsung selama kurang lebih dua puluh lima tahun terakhir telah menyebabkan sebagian besar penduduk dunia jauh tertinggal," jelasnya.
Jose juga mengatakan bahwa ketimpangan global terjadi dimana 20 persen penduduk menikmati 83 persen ekonomi dunia sedangkan lapisan penduduk termiskin hanya mendapatkan 1 persen.
"Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam mencatat bahwa pada tahun 2019, 2.153 orang paling kaya di dunia yang umumnya ada di negara-negara kaya lebih besar kekayaannya dibanding 60 persen penduduk dunia paling miskin yang umumnya ada di negara-negara miskin.
Sementara, di Indonesia sendiri menurut Credit Suisse (2018), 1 persen orang terkaya menguasai 46,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya menguasai 75,3 persen kekayaan nasional," ujarnya.
Ketimpangan ini dipastikan akan tetap berlangsung jika negara tidak melakukan intervensi dan koreksi secara terstruktur atas perekonomian nasional.
"Tanpa intervensi, pelaku ekonomi di level UMKM, tidak akan pernah naik kelas. Yang kaya akan tetap kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Kondisi ini lebih diperburuk dengan pandemi COVID-19, dimana pelaku UMKM menjadi pihak yang paling depan dan paling rentan terdampak penurunan atau hilangnya lahan usaha dan mata pencaharian," tegasnya.
Ketum Asprindo menyebut bahwa dalam beberapa kiris ekonomi yang terjadi di Indonesia, meskipun UMKM menjadi pihak yang paling terdampak, namun UMKM sekaligus menjadi jaring pengaman.
"Ini mungkin seperti paradoks. Tapi logika ini sederhana. UMKM sangat lentur merespon krisis. UMKM yang rontok selama krisis, akan kembali menggeliat jika diberi stimulus. Dan karena skala ekonomi yang begitu kecil, pengaruhnya terhadap makro ekonomi nasional tidak signifikan, namun berpengaruh di tingkat mikro," jelasnya.
Kondisi ini tentu sangat berbeda jika usaha besar mengalami gulung tikar dan meninggalkan persoalan pengangguran dengan segala kerumitannya.
"Ke depan, pasca pandemi, kita mungkin akan menyaksikan arus de-globalisasi sebagai koreksi terhadap proses globalisasi yang mengandung ketidakadilan dalam hubungan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang maupun antar golongan kaya dan miskin di internal negara-negara," katanya.
Oleh karena itu, ide de-globalisasi merupakan kebutuhan dari setiap negara untuk memperbaiki format pembangunan yang lebih berkeadilan.
"Dalam skala Keindonesiaan, kita membutuhkan reorientasi perekonomian domestik yang memberi perhatian dan porsi memadai terhadap pengusaha di level UMKM," terangnya.
Jika pondasi pengusaha UMKM kuat, maka perekonomian nasional tidak akan mengalami guncangan hebat setiap kali terjadi krisis, mengingat bahwa UMKM pada dasarnya lebih mengedepankan human investment ketimbang artificial consumption sebagaimana perusahaan-perusahaan multinational company.
"Karena itu, pada kesempatan ini, melalui Kementrian Koperasi dan UMKM, kami sangat mengharapkan agar momentum pandemi COVID-19 ini dapat benar-benar digunakan untuk melakukan reorientasi kebijakan perekonomian kita dengan menguatkan pondasi UMKM. Untuk itu stimulus ekonomi dari pemerintah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar," jelasnya.
Dia menambahkan bahwa Asprindo siap untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam melakukan pembinaan, pendampingan dan penguatan UMKM.
Baca juga: Dekopinda Bekasi siapkan strategi pemulihan ekonomi dampak pandemi COVID-19
Baca juga: UI usul kebijakan ekonomi saat wabah COVID-19
Baca juga: Peneliti prediksi kinerja perekonomian Indonesia pulih pada 2022
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020