Pengamat Ilmu Ekonomi memperingatkan agar rencana merger antara Bank BJB dan Bank Banten jangan tergesa-gesa untuk dilakukan, agar wacana aksi korporasi tersebut tidak berujung petaka.

Pengamat ekonomi yang juga Wakil Ketua Kadin Jawa Barat, Tubagus Raditya, Selasa, menilai sebaiknya setiap pihak  menahan diri untuk melakukan merger karena saat ini Bank BJB misalnya, masih melakukan tahapan persiapan due diligence (uji kelayakan) selama dua hingga tiga bulan.

“Sehingga jangan terlalu dini membicarakan proses merger, karena ini yang menjadi sebuah bahasa yang kurang tepat, sehingga mengganggu harga saham Bank BJB," kata dia.

"Jadi jangan dulu bicara tentang merger, kalau LOI iya betul. Tahapan-tahapannya untuk keputusan merger itu masih ada dua sampai tiga bulan lagi," lanjut Raditya.

Menurut dia, proses persiapan due diligence yang akan dilakukan pun harus berjalan secara cermat, rinci, dan transparan serta dilakukan oleh perusahaan atau institusi yang kredibel. 

Oleh karena itu, saat hasil due diligence itu dibawa ke Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), keputusan atau kesepakatan yang diambil bisa tepat dan menguntungkan kedua belah pihak secara merata.

Dan sebaliknya, apabila hasil due diligence itu ternyata tidak menguntungkan untuk bank bjb, kata dia, opsi yang tepat adalah melakukan akuisisi ketimbang merger. 

"Apabila memang ini melihat ternyata entitasnya sama, sama-sama untung bisa merger," ujarnya.

Dia mengatakan isu merger yang tengah merebak di masyarakat saat ini, bisa berdampak buruk terhadap pedagangan saham Bank BJB sehingga semua pihak harus menanggapi isu tersebut dengan bijak, agar tidak kemudian memberikan efek buruk terhadap harga saham Bank BJB.

"Untuk Harga saham bank bjb itu semenjak tanggal 21 April berada di angka Rp940, lalu turun di Rp935, lalu naik lagi  Rp945. Nah sekarang itu terus turun sampai 30 April di Rp805. Apakah ini juga memengaruhi?  Ini yang harus kita jaga. Jangan sampai isu merger ini menjadi tekanan terhadap harga saham di bank bjb di bursa," kata dia.

Sementara itu Dosen Ekonomi dan Pasar Modal Universitas Langlangbuana, Asep Saepudin menambahkan saat ini Bank BJB memang memerlukan pertumbuhan termasuk pertumbuhan non-organik, antara lain melalui akuisisi ataupun merger dengan bank lain. 

"Namun tentu bank yang menggabungkan atau diakuisisi harus bank sehat. Sehingga dalam jangka pendek memberikan pengaruh yang positif terhadap bank bjb," katanya.

Asep mengatakan saat bank yang dimergerkan dalam kondisi tidak terlalu sehat seperti Bank Banten tentu memberikan tantangan dan pekerjaan rumah bagi Bank BJB untuk membenahinya.

"Dalam jangka panjang tentu bagus untuk pertumbuhan Bank BJB. Terlebih pasar yang dibawa dari Bank Banten ini jelas dan terspesifikasi," katanya.

Menurut dia, dalam jangka panjang Bank BJB hanya perlu pembenahan untuk unitnya di wilayah atau cabang-cabang yang dimiliki Bank Banten dan penggabungan Bank Banten ke Bank BJB merupakan solusi yang paling baik bagi bank cukup bagus untuk pertumbuhan jangka panjangnya.

"Hal ini agar Bank Banten selamat dari missmanagement yang selama ini terjadi," kata dia.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memproses permohonan rencana penggabungan usaha PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) ke dalam PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR).

Rencana tersebut telah dituangkan dalam Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani hari ini Kamis, 23 April 2020 oleh Gubernur Banten Wahidin Halim selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB. 

Hal-hal teknis yang berkaitan dengan Letter of Intent akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama kedua belah pihak.

Baca juga: Bank Banten mungkin saja diarahkan masuk ke BJB Syariah

Baca juga: Ini langkah Bank BJB terkait rencana merger Bank Banten
 

Pewarta: ASJ

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020