Pemerintah Kota Bogor mengalokasikan anggaran Rp348 miliar dari APBD Kota Bogor 2020, untuk percepatan penanganan pandemi COVID-19 melalui penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, melalui telepon selulernya, di Kota Bogor, Sabtu, mengatakan, dari total anggaran tersebut, akan dialokasikan untuk penanganan COVID-19 Rp309 miliar, untuk penanganan jaring pengaman sosial Rp39 miliar, serta untuk penanganan dampak ekonomi Rp3 miliar.
Dedie menjelaskan, anggaran Rp309 miliar untuk sarana dan prasarana penanganan COVID-19, sedangkan anggaran Rp39 miliar dan Rp3 miliar untuk bantuan sosial melalui jaring pengaman sosial maupun warga miskin baru karena COVID-19.
Menurut dia, pihaknya melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait masih melakukan pendataan, terutama terhadap warga miskin baru karena wabah ini.
Pemerintah Kota Bogor, kata dia, telah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yakni data penduduk miskin penerima bantuan program keluarga harapan (PKS), penerima bantuan beras untuk keluarga sejahtera (rastra) dan penerima bantuan lainnya dari keuangan negara.
"DTKS di Kota Bogor datanya sudah disusun oleh Dinas Sosial, yakni 71.000 KK," katanya.
Dedie menjelaskan, dirinya memberikan arahan kepada OPD terkait untuk melakukan pendataan secara valid, karena prinsip bantuan sosial ini tidak boleh seseorang menerima bantuan dari keuangan negara berkali kali atau berlapis, sesuai azas keadilan.
"Untuk warga miskin baru dan warga pekerja terimbas ekonomi akibat COVID-19, sedang didata dan masuk dalam program kartu pra-kerja," katanya.
Menurut dia, untuk warga miskin baru akan dipenuhi dari bantuan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Bantuan dari Pemerintah Kota Bogor, khusus untuk warga miskin baru yang belum tercakup dari dua sumber di atas, termasuk program padat karya," katanya.
Baca juga: Wakil Wali Kota Bogor minta pendataan penduduk miskin harus valid
Dedie mengingatkan, karena pendataan secara valid menjadi penting. "Warga penerima kartu pra-kerja, kartu sembako, PKH, serta warga miskin baru, harus berdasarkan KK dan KTPE. Seorang penerima, bantuannya tidak boleh tumpang tindih," katanya.
Menurut Dedie, warga miskin baru yang sedang didata, asumsinya adalah 50 KK per RW. Di Kota Bogor ada 720 RW, sehingga seluruhnya ada 36.000 KK. "Ini baru asumsi, tapi akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi," katanya.
Baca juga: Pemkot Bogor beri keringanan pajak dunia usaha
Baca juga: Lab IPB segera dioperasikan untuk pengujian diagnostik COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, melalui telepon selulernya, di Kota Bogor, Sabtu, mengatakan, dari total anggaran tersebut, akan dialokasikan untuk penanganan COVID-19 Rp309 miliar, untuk penanganan jaring pengaman sosial Rp39 miliar, serta untuk penanganan dampak ekonomi Rp3 miliar.
Dedie menjelaskan, anggaran Rp309 miliar untuk sarana dan prasarana penanganan COVID-19, sedangkan anggaran Rp39 miliar dan Rp3 miliar untuk bantuan sosial melalui jaring pengaman sosial maupun warga miskin baru karena COVID-19.
Menurut dia, pihaknya melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait masih melakukan pendataan, terutama terhadap warga miskin baru karena wabah ini.
Pemerintah Kota Bogor, kata dia, telah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yakni data penduduk miskin penerima bantuan program keluarga harapan (PKS), penerima bantuan beras untuk keluarga sejahtera (rastra) dan penerima bantuan lainnya dari keuangan negara.
"DTKS di Kota Bogor datanya sudah disusun oleh Dinas Sosial, yakni 71.000 KK," katanya.
Dedie menjelaskan, dirinya memberikan arahan kepada OPD terkait untuk melakukan pendataan secara valid, karena prinsip bantuan sosial ini tidak boleh seseorang menerima bantuan dari keuangan negara berkali kali atau berlapis, sesuai azas keadilan.
"Untuk warga miskin baru dan warga pekerja terimbas ekonomi akibat COVID-19, sedang didata dan masuk dalam program kartu pra-kerja," katanya.
Menurut dia, untuk warga miskin baru akan dipenuhi dari bantuan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Bantuan dari Pemerintah Kota Bogor, khusus untuk warga miskin baru yang belum tercakup dari dua sumber di atas, termasuk program padat karya," katanya.
Baca juga: Wakil Wali Kota Bogor minta pendataan penduduk miskin harus valid
Dedie mengingatkan, karena pendataan secara valid menjadi penting. "Warga penerima kartu pra-kerja, kartu sembako, PKH, serta warga miskin baru, harus berdasarkan KK dan KTPE. Seorang penerima, bantuannya tidak boleh tumpang tindih," katanya.
Menurut Dedie, warga miskin baru yang sedang didata, asumsinya adalah 50 KK per RW. Di Kota Bogor ada 720 RW, sehingga seluruhnya ada 36.000 KK. "Ini baru asumsi, tapi akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi," katanya.
Baca juga: Pemkot Bogor beri keringanan pajak dunia usaha
Baca juga: Lab IPB segera dioperasikan untuk pengujian diagnostik COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020