Dewan Pengawas TVRI memutuskan mengajukan surat pemberitahuan rencana pemberhentian (SPRP) kepada tiga direktur LPP TVRI, yaitu Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, dan Direktur Umum Tumpak Pasaribu.
Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan bahwa rencana pemberhentian tersebut berdasarkan dugaan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan terkait dengan kasus Helmy Yahya.
"Sebagian besar pelanggaran mantan Direktur Utama (Dirut) TVRI Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," kata Arief melalui rilis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Alasan lain, kata Arief, karena adanya indikasi kerugian yang dialami LPP TVRI, antara lain utang kepada Mola TV (Liga Inggris) sebesar Rp27,2 miliar yang ditagihkan untuk setengah musim kompetisi pada tahun 2019.
Arief mengatakan bahwa LPP TVRI di akhir tahun 2019 memiliki tunggakan pembayaran Rp42 miliar yang melonjak drastis dibanding pada tahun 2018 sebesar Rp7,9 miliar.
"Utang kepada Mola TV yang jatuh tempo pada bulan November 2019 yang dijanjikan dibayarkan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai Maret 2020 belum dapat dipenuhi pembayarannya," kata Arief.
Selain itu, Dewan Pengawas TVRI juga menemukan ketidakharmonisan hubungan di lingkungan internal TVRI pascapemecatan Helmy Yahya dari jabatan Direktur Utama LPP TVRI.
"Hal itu antara lain disebabkan adanya upaya provokasi yang dilakukan unsur direksi untuk mendiskreditkan Dewas melalui media sosial dan pergerakan unsur karyawan," kata Arief.
Dewan Pengawas juga menemukan laporan dari kalangan kepala satuan kerja di daerah yang dinilai mendukung Dewas. Mereka tidak sejalan dengan tindakan yang dilakukan tiga anggota direksi tersebut.
"Diharapkan ini akan selesai dengan adanya penonaktifan direksi yang ada, kemudian menyiapkan pelaksana harian para senior dari TVRI akan lebih memahami aspirasi kondisi para karyawan," kata Arief.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan bahwa rencana pemberhentian tersebut berdasarkan dugaan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan terkait dengan kasus Helmy Yahya.
"Sebagian besar pelanggaran mantan Direktur Utama (Dirut) TVRI Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," kata Arief melalui rilis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Alasan lain, kata Arief, karena adanya indikasi kerugian yang dialami LPP TVRI, antara lain utang kepada Mola TV (Liga Inggris) sebesar Rp27,2 miliar yang ditagihkan untuk setengah musim kompetisi pada tahun 2019.
Arief mengatakan bahwa LPP TVRI di akhir tahun 2019 memiliki tunggakan pembayaran Rp42 miliar yang melonjak drastis dibanding pada tahun 2018 sebesar Rp7,9 miliar.
"Utang kepada Mola TV yang jatuh tempo pada bulan November 2019 yang dijanjikan dibayarkan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai Maret 2020 belum dapat dipenuhi pembayarannya," kata Arief.
Selain itu, Dewan Pengawas TVRI juga menemukan ketidakharmonisan hubungan di lingkungan internal TVRI pascapemecatan Helmy Yahya dari jabatan Direktur Utama LPP TVRI.
"Hal itu antara lain disebabkan adanya upaya provokasi yang dilakukan unsur direksi untuk mendiskreditkan Dewas melalui media sosial dan pergerakan unsur karyawan," kata Arief.
Dewan Pengawas juga menemukan laporan dari kalangan kepala satuan kerja di daerah yang dinilai mendukung Dewas. Mereka tidak sejalan dengan tindakan yang dilakukan tiga anggota direksi tersebut.
"Diharapkan ini akan selesai dengan adanya penonaktifan direksi yang ada, kemudian menyiapkan pelaksana harian para senior dari TVRI akan lebih memahami aspirasi kondisi para karyawan," kata Arief.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020