Seorang dokter asal Pakistan meninggal dunia setelah dinyatakan positif tertular COVID-19 dan tenaga medis mengancam mereka akan mogok kerja kecuali pemerintah dapat memastikan persediaan alat pelindung diri yang saat ini masih kurang memadai.
Dr Osama Riaz, yang memeriksa para peziarah sepulang mereka dari Iran, dinyatakan positif tertular COVID-19, Jumat (20/3), kata pejabat kantor kesehatan di Provinsi Gilgit, Pakistan, Shah Zaman. Ia pun mengumumkan dr Osama Riaz wafat akibat penyakit dari jenis baru virus corona itu.
Baca juga: WHO anjurkan frasa "jaga jarak fisik" daripada "jaga jarak sosial"
Pakistan, negara yang berbatasan China dan Iran, wilayah yang terdampak parah COVID-19, melaporkan 658 pasien positif tertular virus dan tiga di antaranya meninggal dunia. Angka itu jadi jumlah tertinggi di Asia Selatan.
Sistem kesehatan yang tidak memadai ditambah banyaknya populasi sampai mencapai 208 juta jiwa membuat banyak pihak meragukan kemampuan Pakistan untuk menanggulangi dampak pandemi COVID-19, sejumlah ahli mengingatkan.
Di samping Riaz, beberapa dokter di Pakistan juga menunjukkan gejala terserang COVID-19, kata beberapa pejabat terkait.
"Kami meminta pemerintah menyediakan perlengkapan pelindung diri (untuk tenaga medis, red)," kata Dr Asfandyar Khan, presiden Institut Ilmu Kedokteran Pakistan (Pakistan Institute of Medical Sciences) lewat jumpa pers di Islamabad, Jumat (20/3).
"Bagi kami, memeriksa pasien tanpa peralatan pelindung diri sama seperti bunuh diri," ujar dia, seraya menambahkan jika virus tersebar di rumah sakit, "yakinlah, siapapun tidak akan siap menyentuh pasien".
Ia mengancam dokter di Pakistan akan berhenti bekerja apabila tenaga medis lain tidak mendapatkan alat perlindungan diri yang memadai pada Senin (23/3).
Menteri Kesehatan Pakistan Zafar Mirza menggelar pertemuan dengan perwakilan para dokter, Sabtu (21/3). "Tenaga medis merupakan prioritas utama kami," kata Mirza lewat unggahannya di media sosial Twitter.
Sementara itu, kepala departemen penanggulangan bencana nasional Pakistan, Letnan Jenderal Muhammad Afzal pada Jumat (20/3) mengatakan pihaknya telah membeli 12.500 alat pelindung diri. Juru bicaranya, Saqib Mumtaz, pada Minggu (22/3) mengatakan perlengkapan itu telah dikirim ke rumah sakit.
Walaupun demikian, langkanya ventilator atau alat bantu pernapasan jadi masalah lain.
"Kami memiliki 1.700 ventilator di rumah sakit milik pemerintah dan 600 lainnya di rumah sakit swasta," kata Afzal, seraya menambahkan, otoritas terkait telah memerintahkan pembelian 800 ventilator tambahan.
Ia menjelaskan pemerintah juga menginstruksikan pembelian 200.000 masker N95 dan 100.000 alat pemeriksaan COVID-19 demi meningkatkan kemampuan fasilitas kesehatan agar dapat melayani sampai 900.000 pasien.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Dr Osama Riaz, yang memeriksa para peziarah sepulang mereka dari Iran, dinyatakan positif tertular COVID-19, Jumat (20/3), kata pejabat kantor kesehatan di Provinsi Gilgit, Pakistan, Shah Zaman. Ia pun mengumumkan dr Osama Riaz wafat akibat penyakit dari jenis baru virus corona itu.
Baca juga: WHO anjurkan frasa "jaga jarak fisik" daripada "jaga jarak sosial"
Pakistan, negara yang berbatasan China dan Iran, wilayah yang terdampak parah COVID-19, melaporkan 658 pasien positif tertular virus dan tiga di antaranya meninggal dunia. Angka itu jadi jumlah tertinggi di Asia Selatan.
Sistem kesehatan yang tidak memadai ditambah banyaknya populasi sampai mencapai 208 juta jiwa membuat banyak pihak meragukan kemampuan Pakistan untuk menanggulangi dampak pandemi COVID-19, sejumlah ahli mengingatkan.
Di samping Riaz, beberapa dokter di Pakistan juga menunjukkan gejala terserang COVID-19, kata beberapa pejabat terkait.
"Kami meminta pemerintah menyediakan perlengkapan pelindung diri (untuk tenaga medis, red)," kata Dr Asfandyar Khan, presiden Institut Ilmu Kedokteran Pakistan (Pakistan Institute of Medical Sciences) lewat jumpa pers di Islamabad, Jumat (20/3).
"Bagi kami, memeriksa pasien tanpa peralatan pelindung diri sama seperti bunuh diri," ujar dia, seraya menambahkan jika virus tersebar di rumah sakit, "yakinlah, siapapun tidak akan siap menyentuh pasien".
Ia mengancam dokter di Pakistan akan berhenti bekerja apabila tenaga medis lain tidak mendapatkan alat perlindungan diri yang memadai pada Senin (23/3).
Menteri Kesehatan Pakistan Zafar Mirza menggelar pertemuan dengan perwakilan para dokter, Sabtu (21/3). "Tenaga medis merupakan prioritas utama kami," kata Mirza lewat unggahannya di media sosial Twitter.
Sementara itu, kepala departemen penanggulangan bencana nasional Pakistan, Letnan Jenderal Muhammad Afzal pada Jumat (20/3) mengatakan pihaknya telah membeli 12.500 alat pelindung diri. Juru bicaranya, Saqib Mumtaz, pada Minggu (22/3) mengatakan perlengkapan itu telah dikirim ke rumah sakit.
Walaupun demikian, langkanya ventilator atau alat bantu pernapasan jadi masalah lain.
"Kami memiliki 1.700 ventilator di rumah sakit milik pemerintah dan 600 lainnya di rumah sakit swasta," kata Afzal, seraya menambahkan, otoritas terkait telah memerintahkan pembelian 800 ventilator tambahan.
Ia menjelaskan pemerintah juga menginstruksikan pembelian 200.000 masker N95 dan 100.000 alat pemeriksaan COVID-19 demi meningkatkan kemampuan fasilitas kesehatan agar dapat melayani sampai 900.000 pasien.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020