Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menegaskan bahwa eks Sekretaris Menpora (Sesmenpora) Alfitra Salamm dicopot karena temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai laporan keuangan Kemenpora.

"Alfitra Salamm ketika sebagai Sesmenpora tidak bisa mengkoordinasikan soal disclaimer, soal BMN (Barang Milik Negara), soal surat dari BPK kepada saya yang belum diberikan oleh Alfitra dan BPK dengan mengatakan menteri teledor karena belum membalas surat BPK karena surat berada ditangan Sesmenpora, Pak Alfitra Salamm, bapak masih ingat?" tanya Imam Nahrawi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

"Iya ingat," kata Sekretaris Menpora Gatot S Dewa Broto yang dihadirkan sebagai saksi.



Gatot menjadi saksi untuk mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ulum dalam dakwaan Imam disebut perantara penerima uang tersebut.

Sebelumnya dalam sidang Gatot mengatakan bahwa Alfitra Salamm diberhentikan sebagai Sesmenpora pada 2016 karena menolak memberikan uang Rp5 miliar ke Imam Nahrawi. Imam Nahrawi juga mengirim surat ke Presiden untuk pemberhentian Alfitra, namun sebelum ada surat dari Presiden, Alfitra sudah lebih dulu mengundurkan diri lebih dulu.

"Soal penataan BMN, ada temuan di era Pak Roy Suryo yang pada saat itu belum juga didata dengan baik, soal penataan aset yang belum ditangani dengan baik, kemudian soal restrukturisasi kementerian yang belum juga dipisah antara KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) masif dan KPA tunggal dan itu alasan kenapa Pak Alfitra Salamm kita minta untuk mundur. Bukan isu yang tadi disampaikan oleh bapak. Jadi sangat kualitatif sekali, Bapak ingat seperti itu dan bapak bersaksi ya?" tanya Imam dengan tegas kepada Gatot.

"Ya," jawab Gatot.

"Jadi tidak ada alasan Pak Alfitra itu mundur karena dimintai Rp5 miliar, betul?" tanya Imam lagi.

"Betul," jawab Gatot.

Dalam perkara ini mantan Menpora Imam Nahrawi bersama-sama dengan asisten pribadinya Miftahul Ulum didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy yaitu terkait proprosal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berpresetasi tahun 2018.

Sedangkan dalam dakwaan kedua Imam didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI tahun anggaran 2015-2016.

Selanjutnya penerimaan uang Rp1 milliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Presitasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.

Baca juga: Mantan Menpora Imam Nahrawi disebut rotasi pegawai yang tak kooperatif


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020