Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto menjelaskan kronologi terkait keputusan PDIP menunjuk Harun Masiku menjadi anggota DPR pergantian antar-waktu (PAW) menggantikan calon terpilih anggota DPR RI dari PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Hal tersebut dia sampaikan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait proses pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2019-2024.
"Ya ada pertanyaan (itu), saya jelaskan seluruh aspek kronologisnya mengapa partai mengambil keputusan terkait dengan pemindahan suara almarhum Pak Nazaruddin Kiemas (ke Harun Masiku)," ujar Hasto di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat.
Hasto menjelaskan, keputusan PDIP menunjuk Harun Masiku untuk menggantikan Nazarudin salah satunya karena mantan caleg partai berlambang banteng itu dinilai memiliki latar belakang yang mumpuni. Salah satunya lantaran pernah memperoleh beasiswa dari Ratu Kerajaan Inggris.
"Sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam International Economic Law," ujar Hasto.
Selain itu, keputusan menunjuk Harun juga didasari oleh kedaulatan yang ada di dalam partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
Terkait mengenai penunjukan Harun Masiku yang bukan merupakan caleg dengan suara terbanyak setelah Nazarudin, Hasto mengatakan bahwa di internal PDIP terdapat preseden politik dimana pergantian anggota PAW DPR bukan dari pemegang suara terbanyak selanjutnya.
Untuk diketahui caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas adalah Riezky Aprilia. Adapun Harun Masiku berada di peringkat kelima.
"Ada presedennya untuk itu, ketika almarhum Sutradara Ginting juga meninggal dan kami limpahkan suaranya kepada kader yang menurut partai terbaik," ucap Hasto.
"Jadi dulu ketika pak Sutradara Ginting digantikan oleh pak Irwansyah, pak Irwansyah juga memiliki suara yang lebih sedikit. Di situ ada pertimbangan strategis dari partai," tambah dia.
Hasto menjalani pemeriksaan selama 4 jam dan memperoleh 24 pertanyaan dari penyidik KPK.
Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Hasto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Saeful (SAE) dari unsur swasta dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka SAE," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta.
Selain Hasto, penyidik KPK hari ini juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang staf DPP PDIP masing-masing bernama Gery, Riri, Kusnadi.
Hari ini, KPK juga memeriksa dua orang Komisioner KPU, Eva Novida Ginting Manik dan Hasyim Asy'ari. Keduanya diperiksa juga untuk tersangka Saeful. Hingga berita ini dibuat, pemeriksaan terhadap keduanya masih berlangsung.
KPK pada Kamis (23/1) telah memeriksa dua pejabat KPU, yakni Kepala Bagian Teknis KPU Yuli Harteti dan Kasubag Pencalonan KPU Yulianto. Keduanya diperiksa untuk tersangka Saeful (SAE).
Sebelumnya, KPK pada Rabu (22/1) juga telah memeriksa Kasubag Persidangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riyani juga untuk tersangka Saeful.
Terkait pemeriksaan Riyani, KPK mengonfirmasi yang bersangkutan terkait tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) para Komisioner KPU.
KPK pada Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus tersebut Sebagai penerima, yakni Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi kader PDIP Harun Masiku (HAR) dan Saeful.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.
Baca juga: KPK periksa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Hal tersebut dia sampaikan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait proses pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2019-2024.
"Ya ada pertanyaan (itu), saya jelaskan seluruh aspek kronologisnya mengapa partai mengambil keputusan terkait dengan pemindahan suara almarhum Pak Nazaruddin Kiemas (ke Harun Masiku)," ujar Hasto di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat.
Hasto menjelaskan, keputusan PDIP menunjuk Harun Masiku untuk menggantikan Nazarudin salah satunya karena mantan caleg partai berlambang banteng itu dinilai memiliki latar belakang yang mumpuni. Salah satunya lantaran pernah memperoleh beasiswa dari Ratu Kerajaan Inggris.
"Sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam International Economic Law," ujar Hasto.
Selain itu, keputusan menunjuk Harun juga didasari oleh kedaulatan yang ada di dalam partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
Terkait mengenai penunjukan Harun Masiku yang bukan merupakan caleg dengan suara terbanyak setelah Nazarudin, Hasto mengatakan bahwa di internal PDIP terdapat preseden politik dimana pergantian anggota PAW DPR bukan dari pemegang suara terbanyak selanjutnya.
Untuk diketahui caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas adalah Riezky Aprilia. Adapun Harun Masiku berada di peringkat kelima.
"Ada presedennya untuk itu, ketika almarhum Sutradara Ginting juga meninggal dan kami limpahkan suaranya kepada kader yang menurut partai terbaik," ucap Hasto.
"Jadi dulu ketika pak Sutradara Ginting digantikan oleh pak Irwansyah, pak Irwansyah juga memiliki suara yang lebih sedikit. Di situ ada pertimbangan strategis dari partai," tambah dia.
Hasto menjalani pemeriksaan selama 4 jam dan memperoleh 24 pertanyaan dari penyidik KPK.
Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Hasto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Saeful (SAE) dari unsur swasta dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka SAE," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta.
Selain Hasto, penyidik KPK hari ini juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang staf DPP PDIP masing-masing bernama Gery, Riri, Kusnadi.
Hari ini, KPK juga memeriksa dua orang Komisioner KPU, Eva Novida Ginting Manik dan Hasyim Asy'ari. Keduanya diperiksa juga untuk tersangka Saeful. Hingga berita ini dibuat, pemeriksaan terhadap keduanya masih berlangsung.
KPK pada Kamis (23/1) telah memeriksa dua pejabat KPU, yakni Kepala Bagian Teknis KPU Yuli Harteti dan Kasubag Pencalonan KPU Yulianto. Keduanya diperiksa untuk tersangka Saeful (SAE).
Sebelumnya, KPK pada Rabu (22/1) juga telah memeriksa Kasubag Persidangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riyani juga untuk tersangka Saeful.
Terkait pemeriksaan Riyani, KPK mengonfirmasi yang bersangkutan terkait tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) para Komisioner KPU.
KPK pada Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus tersebut Sebagai penerima, yakni Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi kader PDIP Harun Masiku (HAR) dan Saeful.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.
Baca juga: KPK periksa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020