Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur berdasarkan gini ratio menurun per September 2019 mencapai 0,380.
Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu, menjelaskan sejak Maret 2015 hingga September 2019 nilai gini ratio Indonesia terus menurun.
"Kondisi itu menunjukkan terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia," katanya.
Suhariyanto menjelaskan angka tersebut menurun 0,002 poin jika dibandingkan pada Maret 2019 yang mencapai 0,382 dan menurun 0,004 poin dibandingkan September 2018 yang sebesar 0,384.
Gini ratio di perkotaan mencapai 0,391 atau masih sama dibandingkan September 2018 mencapai 0,391.
Sedangkan gini ratio di perdesaan mencapai 0,315 atau turun dibandingkan September 2018 mencapai 0,319.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS menyebutkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan periode Maret-September 2019 penduduk kelompok 40 persen terbawah, 40 persen menengah, meningkat sedikit lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 20 persen ke atas.
Tercatat kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita Maret-September 2019 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen ke atas berturut-turut sebesar 3,53 persen, 3,82 persen dan 3,19 persen.
Jika dicermati per provinsi, rasio gini tertinggi adalah di Yogyakarta sebesar 0,428 dan terendah di Bangka Belitung sebesar 0,262.
Menurut BPS, bila gini ratio menyentuh angka nol maka ketimpangan pendapatan merata dengan sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lain.
Sedangkan jika gini ratio sama dengan angka satu, maka ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.
Baca juga: Utang luar negeri Indonesia hingga November 2019 capai Rp5.499 triliun
Baca juga: Defisit neraca perdagangan Indonesia 2019 turun tajam
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu, menjelaskan sejak Maret 2015 hingga September 2019 nilai gini ratio Indonesia terus menurun.
"Kondisi itu menunjukkan terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia," katanya.
Suhariyanto menjelaskan angka tersebut menurun 0,002 poin jika dibandingkan pada Maret 2019 yang mencapai 0,382 dan menurun 0,004 poin dibandingkan September 2018 yang sebesar 0,384.
Gini ratio di perkotaan mencapai 0,391 atau masih sama dibandingkan September 2018 mencapai 0,391.
Sedangkan gini ratio di perdesaan mencapai 0,315 atau turun dibandingkan September 2018 mencapai 0,319.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS menyebutkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan periode Maret-September 2019 penduduk kelompok 40 persen terbawah, 40 persen menengah, meningkat sedikit lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 20 persen ke atas.
Tercatat kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita Maret-September 2019 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen ke atas berturut-turut sebesar 3,53 persen, 3,82 persen dan 3,19 persen.
Jika dicermati per provinsi, rasio gini tertinggi adalah di Yogyakarta sebesar 0,428 dan terendah di Bangka Belitung sebesar 0,262.
Menurut BPS, bila gini ratio menyentuh angka nol maka ketimpangan pendapatan merata dengan sempurna, artinya setiap orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lain.
Sedangkan jika gini ratio sama dengan angka satu, maka ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.
Baca juga: Utang luar negeri Indonesia hingga November 2019 capai Rp5.499 triliun
Baca juga: Defisit neraca perdagangan Indonesia 2019 turun tajam
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020