Sidang perdana praperadilan yang diajukan tersangka kasus suap perizinan proyek Meikarta, yakni eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto (BTO) di PN Jakarta Selatan, Senin ditunda karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak termohon tidak hadir.
Adapun, KPK telah mengirimkan surat ke PN Jakarta Selatan dan meminta sidang ditunda selama empat pekan.
"Ditunda tanggal 6 Januari 2020 karena termohon (KPK) tidak hadir," ucap Humas PN Jakarta Selatan Achmad Guntur saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Sementara itu, Ahmad Masyhud kuasa hukum Toto mengaku keberatan atas penundaan sidang selama empat pekan tersebut.
Selain itu, ia juga meminta hakim dapat bersikap objektif mengadili dan memutuskan praperadilan yang diajukan Toto tersebut.
"Harapannya kami hormati proses hukum ini apapun yang terjadi kami tetap pada "rules"-nya. Ini upaya hukum yang dijalani untuk hak dan kewajiban klien kami. Kami harapkan hakim objektif menilai perkara dengan dalil-dalil yang kami sampaikan," ucap Masyhud saat dikonfirmasi.
Toto pada Rabu (27/11) telah mendaftarkan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Dalam petitum permohonannya, Toto meminta permohonan praperadilannya diterima dan dikabulkan.
Selanjutnya, menyatakan batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka terhadap dirinya yang dikeluarkan oleh KPK berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 Tanggal 10 Juli 2019, atas Dasar Laporan Pengembangan Penyidikan Nomor: LPP/08/DIK.02.01/23/06/2019 tanggal 24 Juni 2019.
Selanjutnya, memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap dirinya berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 tanggal 10 Juli 2019, atas dasar Laporan Pengembangan Penyidikan Nomor: LPP/08/DIK.02.01/23/06/2019 tanggal 24 Juni 2019.
Sebelumnya, Toto meminta KPK agar transparan dan jujur ke publik apa alasan yang menyebabkan dirinya ditetapkan dan ditahan dalam kasus tersebut.
Ia menyatakan bahwa dirinya hanya dijebak oleh bawahannya, yakni Edi Dwi Soesianto.
"Edi Soes memberikan keterangan yang bertentangan dengan apa yang diceritakan penyidik KPK, rekaman ada pada saya. Intinya saya, Edi Soes dipaksa oleh penyidik untuk memberikan keterangan bahwa saya yang memberikan uang Rp10 miliar," ujar Toto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/12).
Ia juga membantah telah memberikan uang Rp10 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin saat itu terkait perizinan Meikarta.
"Saya tidak terkait dengan perizinan Meikarta sebatas hanya administrasi saja. Yang kita tahu, Edi Soes sudah jadi tersangka di Polrestabes Bandung. Jadi, kasus saya ini bukan OTT tidak ada uang sama sekali yang diambil dari saya. Tidak ada bukti sama sekali bahwa ada uang Rp10 miliar dari Lippo Cikarang," kata dia.
Baca juga: KPK dalami pertemuan James Riady dengan Neneng Hassanah dari pemeriksaan Toto
Baca juga: KPK tahan mantan Presdir Lippo Cikarang terkait kasus Meikarta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Adapun, KPK telah mengirimkan surat ke PN Jakarta Selatan dan meminta sidang ditunda selama empat pekan.
"Ditunda tanggal 6 Januari 2020 karena termohon (KPK) tidak hadir," ucap Humas PN Jakarta Selatan Achmad Guntur saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Sementara itu, Ahmad Masyhud kuasa hukum Toto mengaku keberatan atas penundaan sidang selama empat pekan tersebut.
Selain itu, ia juga meminta hakim dapat bersikap objektif mengadili dan memutuskan praperadilan yang diajukan Toto tersebut.
"Harapannya kami hormati proses hukum ini apapun yang terjadi kami tetap pada "rules"-nya. Ini upaya hukum yang dijalani untuk hak dan kewajiban klien kami. Kami harapkan hakim objektif menilai perkara dengan dalil-dalil yang kami sampaikan," ucap Masyhud saat dikonfirmasi.
Toto pada Rabu (27/11) telah mendaftarkan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Dalam petitum permohonannya, Toto meminta permohonan praperadilannya diterima dan dikabulkan.
Selanjutnya, menyatakan batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka terhadap dirinya yang dikeluarkan oleh KPK berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 Tanggal 10 Juli 2019, atas Dasar Laporan Pengembangan Penyidikan Nomor: LPP/08/DIK.02.01/23/06/2019 tanggal 24 Juni 2019.
Selanjutnya, memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap dirinya berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 tanggal 10 Juli 2019, atas dasar Laporan Pengembangan Penyidikan Nomor: LPP/08/DIK.02.01/23/06/2019 tanggal 24 Juni 2019.
Sebelumnya, Toto meminta KPK agar transparan dan jujur ke publik apa alasan yang menyebabkan dirinya ditetapkan dan ditahan dalam kasus tersebut.
Ia menyatakan bahwa dirinya hanya dijebak oleh bawahannya, yakni Edi Dwi Soesianto.
"Edi Soes memberikan keterangan yang bertentangan dengan apa yang diceritakan penyidik KPK, rekaman ada pada saya. Intinya saya, Edi Soes dipaksa oleh penyidik untuk memberikan keterangan bahwa saya yang memberikan uang Rp10 miliar," ujar Toto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/12).
Ia juga membantah telah memberikan uang Rp10 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin saat itu terkait perizinan Meikarta.
"Saya tidak terkait dengan perizinan Meikarta sebatas hanya administrasi saja. Yang kita tahu, Edi Soes sudah jadi tersangka di Polrestabes Bandung. Jadi, kasus saya ini bukan OTT tidak ada uang sama sekali yang diambil dari saya. Tidak ada bukti sama sekali bahwa ada uang Rp10 miliar dari Lippo Cikarang," kata dia.
Baca juga: KPK dalami pertemuan James Riady dengan Neneng Hassanah dari pemeriksaan Toto
Baca juga: KPK tahan mantan Presdir Lippo Cikarang terkait kasus Meikarta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019