Buku karya Sudibyo Markus berjudul "Dunia Barat dan Islam: Cahaya di Cakrawala" mengajak para pembaca untuk mengakhiri perang apalagi mengatasnamakan agama.
"Melalui buku ini, saya ingin membangun kerja sama umat beragama yang dulu saling berbunuh-bunuhan sekarang tidak ada alasan saling membunuh," kata Dibyo di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa.
Aktivis kemanusiaan yang juga wakil ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah itu mengatakan saat ini sudah ada empat tonggak bersejarah yang menandai perang agama tidak relevan lagi. Hal itu sebagaimana disampaikan melalui buku setebal 497 halaman itu.
Dia menyebut empat tonggak itu di antaranya Perang Salib, Konsili Vatikan II, Kalimatun Sawa dan Agenda for Humanity hasil World Humanitarian Summit di Instanbul, Turki, pada 2016.
Perang Salib pada tahun 1095-1297, lanjut dia, telah menggambarkan terjadinya pertempuran panjang yang sia-sia. Ahli sejarah juga menganggap perang melibatkan Katolik versus Islam itu sejatinya tidak mengemban misi penginjilan.
"Begitu Jerusalem dikuasai, ternyata warga setempat sekira 70 ribu apapun agamanya dan usianya tetap dibantai. Perang Salib juga membawa misi Kaisar Konstantinopel untuk kembali merebut Jerusalem yang mulai diganggu orang-orang Turki Seljuk," katanya.
Kemudian Konsili Vatikan II (1962-1965), kata dia, sudah mengeluarkan pernyataan yang berisi Pembaharuan Sikap Gereja Katolik terhadap Islam dengan menghargai kebenaran dan keutamaan dalam Islam serta ajakan melupakan segala pertentangan masa lalu.
Pada Kalimatun Sawa, lanjut dia, juga disampaikan surat terbuka 138 ulama dan cendekiawan Muslim sedunia kepada Paus Benediktus XVI dan petinggi gereja sedunia. Dalam surat yang tertanggal 13 Oktober 2007 itu berisi ajakan seluruh umat beragama menjadi poros dan instrumen perdamaian antarumat manusia.
Terakhir, kata Dibyo, adalah Agenda for Humanity pada 23-24 Mei 2016 di Turki mengeluarkan Keputusan World Humanitarian Summit. Forum yang masuk dalam agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa itu pertama kali mengagendakan perdamaian dan agenda kemanusiaan.
"Termasuk mengangkat tanggung jawab bersama umat beragama dalam menghadapi permasalahan kemanusiaan yang semakin kompleks," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Melalui buku ini, saya ingin membangun kerja sama umat beragama yang dulu saling berbunuh-bunuhan sekarang tidak ada alasan saling membunuh," kata Dibyo di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa.
Aktivis kemanusiaan yang juga wakil ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah itu mengatakan saat ini sudah ada empat tonggak bersejarah yang menandai perang agama tidak relevan lagi. Hal itu sebagaimana disampaikan melalui buku setebal 497 halaman itu.
Dia menyebut empat tonggak itu di antaranya Perang Salib, Konsili Vatikan II, Kalimatun Sawa dan Agenda for Humanity hasil World Humanitarian Summit di Instanbul, Turki, pada 2016.
Perang Salib pada tahun 1095-1297, lanjut dia, telah menggambarkan terjadinya pertempuran panjang yang sia-sia. Ahli sejarah juga menganggap perang melibatkan Katolik versus Islam itu sejatinya tidak mengemban misi penginjilan.
"Begitu Jerusalem dikuasai, ternyata warga setempat sekira 70 ribu apapun agamanya dan usianya tetap dibantai. Perang Salib juga membawa misi Kaisar Konstantinopel untuk kembali merebut Jerusalem yang mulai diganggu orang-orang Turki Seljuk," katanya.
Kemudian Konsili Vatikan II (1962-1965), kata dia, sudah mengeluarkan pernyataan yang berisi Pembaharuan Sikap Gereja Katolik terhadap Islam dengan menghargai kebenaran dan keutamaan dalam Islam serta ajakan melupakan segala pertentangan masa lalu.
Pada Kalimatun Sawa, lanjut dia, juga disampaikan surat terbuka 138 ulama dan cendekiawan Muslim sedunia kepada Paus Benediktus XVI dan petinggi gereja sedunia. Dalam surat yang tertanggal 13 Oktober 2007 itu berisi ajakan seluruh umat beragama menjadi poros dan instrumen perdamaian antarumat manusia.
Terakhir, kata Dibyo, adalah Agenda for Humanity pada 23-24 Mei 2016 di Turki mengeluarkan Keputusan World Humanitarian Summit. Forum yang masuk dalam agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa itu pertama kali mengagendakan perdamaian dan agenda kemanusiaan.
"Termasuk mengangkat tanggung jawab bersama umat beragama dalam menghadapi permasalahan kemanusiaan yang semakin kompleks," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019