Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan langkah penting yang harus dilakukan.
"GBHN kalau mau dihidupkan lagi untuk Indonesia memang harus diakui itu penting," ujar Jimly di Jakarta, Kamis.
Menurut Jimly, dengan kondisi ekonomi Indonesia yang cukup kompleks saat ini, seperti beraneka ragamnya suku bangsa, tidak meratanya pendidikan, serta rumitnya sistem pembangunan, membuat keberadaan GBHN menjadi sangat diperlukan.
Dia mengatakan ketidakhadiran GBHN menyebabkan percepatan kemajuan nasional antar daerah menjadi terhambat.
"Tanpa ada GBHN yang sifatnya menyeluruh, yang sifatnya terpadu, memang bisa dibayangkan kesulitan percepatan kemajuan nasional antar daerah," ucap dia.
Meski saat ini Pemerintah telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Jimly menilai hal tersebut tidak cukup mengakomodir, lantaran masih memiliki sejumlah kekurangan.
Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah itu, RPJPN menimbulkan bias terhadap beberapa hal, di antaranya bias terhadap eksekutif, bias terhadap visi-misi Presiden, bias terhadap negara, serta bias terhadap ekonomi.
"Misalnya bias ekonomi. di dalam perencanaan jangka panjang itu semuanya diabdikan kepada perkembangan ekonomi, bagaimana kebudayaan itu tidak terbayang, bagaimana cara pandang dunia usaha yang serba disruptif, sekarang ini semua serba berubah, itu tidak terlalu di dengar di situ," kata dia.
"Jadi semuanya diabdikan untuk ekonomi, bagaimana hukum diabdikan ke ekonomi, politik diabdikan ke ekonomi, misalnya semua menteri koordinator, semua menko itu diabdikan menunjang perekonomian. Itu karena yang merancangnya itu ekonom, di Bappenas, yang logikanya semuanya ekonomi. Jadilah kita sekarang negara ekonomi. Padahal negara ini bukan negara ekonomi, ini negara hukum," sambung dia.
Jimly mengatakan fokus terhadap ekonomi merupakan kesalahan cara berpikir yang tercermin dalam RPJPN. Oleh karena itu, kehadiran GBHN akan memperbaiki cara pikir tersebut.
Melalui GBHN, arah dan pedoman dalam berbangsa akan menjadi lebih terpadu dan menyeluruh di semua sektor.
Dia berharap ke depan GBHN maupun GBHD (Garis-Garis Besar Haluan Daerah) akan menjadi pedoman bagi para pemimpin bangsa dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam rangka memajukan Indonesia.
"Siapapun yang terpilih menjadi eksekutif, legislatif, jadi pimpinan, dia harus mengacu kepada konstitusi, kepada GBHN, dan kepada peraturan perundang-undangan. Itu jadi sumpah jabatan presiden dan sumpah jabatan kepala daerah. Sumpah jabatan semua pejabat eksekutif legislatif, yudikatif," kata Jimly.
Baca juga: Aher Setuju GBHN Dihidupkan Kembali
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"GBHN kalau mau dihidupkan lagi untuk Indonesia memang harus diakui itu penting," ujar Jimly di Jakarta, Kamis.
Menurut Jimly, dengan kondisi ekonomi Indonesia yang cukup kompleks saat ini, seperti beraneka ragamnya suku bangsa, tidak meratanya pendidikan, serta rumitnya sistem pembangunan, membuat keberadaan GBHN menjadi sangat diperlukan.
Dia mengatakan ketidakhadiran GBHN menyebabkan percepatan kemajuan nasional antar daerah menjadi terhambat.
"Tanpa ada GBHN yang sifatnya menyeluruh, yang sifatnya terpadu, memang bisa dibayangkan kesulitan percepatan kemajuan nasional antar daerah," ucap dia.
Meski saat ini Pemerintah telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Jimly menilai hal tersebut tidak cukup mengakomodir, lantaran masih memiliki sejumlah kekurangan.
Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah itu, RPJPN menimbulkan bias terhadap beberapa hal, di antaranya bias terhadap eksekutif, bias terhadap visi-misi Presiden, bias terhadap negara, serta bias terhadap ekonomi.
"Misalnya bias ekonomi. di dalam perencanaan jangka panjang itu semuanya diabdikan kepada perkembangan ekonomi, bagaimana kebudayaan itu tidak terbayang, bagaimana cara pandang dunia usaha yang serba disruptif, sekarang ini semua serba berubah, itu tidak terlalu di dengar di situ," kata dia.
"Jadi semuanya diabdikan untuk ekonomi, bagaimana hukum diabdikan ke ekonomi, politik diabdikan ke ekonomi, misalnya semua menteri koordinator, semua menko itu diabdikan menunjang perekonomian. Itu karena yang merancangnya itu ekonom, di Bappenas, yang logikanya semuanya ekonomi. Jadilah kita sekarang negara ekonomi. Padahal negara ini bukan negara ekonomi, ini negara hukum," sambung dia.
Jimly mengatakan fokus terhadap ekonomi merupakan kesalahan cara berpikir yang tercermin dalam RPJPN. Oleh karena itu, kehadiran GBHN akan memperbaiki cara pikir tersebut.
Melalui GBHN, arah dan pedoman dalam berbangsa akan menjadi lebih terpadu dan menyeluruh di semua sektor.
Dia berharap ke depan GBHN maupun GBHD (Garis-Garis Besar Haluan Daerah) akan menjadi pedoman bagi para pemimpin bangsa dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam rangka memajukan Indonesia.
"Siapapun yang terpilih menjadi eksekutif, legislatif, jadi pimpinan, dia harus mengacu kepada konstitusi, kepada GBHN, dan kepada peraturan perundang-undangan. Itu jadi sumpah jabatan presiden dan sumpah jabatan kepala daerah. Sumpah jabatan semua pejabat eksekutif legislatif, yudikatif," kata Jimly.
Baca juga: Aher Setuju GBHN Dihidupkan Kembali
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019