Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil membeberkan dua langkah penanganan tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Karawang saat melakukan koordinasi dengan Bupati Karawang Celicca Nurachadiana, Sekda Kabupaten Bekasi, dan Direktur PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf, di Bandung, kemarin.
"Kita berkumpul, membahas terkait Force Majeure, kejadian luar biasa, yaitu pada tanggal 16 Juli terjadi tumpahan minyak karena masalah teknis yang luar biasa," kata Gubernur Emil di Gedung Negara Pakuan Bandung kemarin.
Dia mengatakan, penanganan tumpahan minyak di wilayah Karawang itu melalui dua tahap pertama adalah masa tanggap darurat, yaitu pembenahan minyak yang tumpah dan penanganan kepada warga terdampak.
Tahap tersebut, kata dia memerlukan waktu sekira dua bulan setengah. Selain itu, pihak Pertamina telah memanggil perusahaan Global yang ahli menangani tumpahan minyak.
Kemudian, tahap recovery, yakni pembenahan lingkungan secara struktur, infrastruktur, kultur, dan lingkungan sosial masyarakat sekitar.
Menurut Ridwan Kamil tahap ini diperkirakan memakan waktu dua sampai enam bulan.
"Yang di-recovery ada ekonomi warga, kemudian dampak sosial, dampak psikologi juga akan kita perhatikan, juga dampak lingkungan," ucapnya.
Selain itu, ia menyebut pihak Pertamina telah menempatkan tim ahli sekira 58 orang. Tim ahli ini berjaga di lokasi kejadian selama 24 jam. Kemudian, 40 TNI dan 56 relawan turun tangan menangani tumpahan minyak.
Gubernur Emil juga mengatakan, minyak bersifat waxy seperti lilin, sehingga dapat dikumpulkan ke dalam karung. Saat ini, sudah terkumpul sekira 390 ribu karung minyak.
"Musibah ini ditangani sangat terkoordinasi oleh pihak Pertamina, Provinsi Jawa Barat, dan Kota/ Kabupaten terkait," katanya.
Selain itu, kata Emil, sudah ada Satuan Tugas (Satgas) untuk memastikan masalah tumpahan minyak dapat diselesaikan. Satgas pun akan siaga di lokasi kejadian.
"Termasuk tim kesehatan selalu sedia memeriksa kesehatan warga," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, pihaknya serius menangani dampak tumpaham minyak . Salah satunya dengan mengerahkan Octopus Skimmer untuk mengisap tumpahan minyak.
"Sifat lilin lebih memudahkan didalam penanganannya. Gumpalan-gumpalan bisa dengan jaring dan diangkat," katanya.
Menurut EP Nanang, penyebab tumpahan minyak terjadi karena kebocoran gas yang menimbulkan gelembung udara di sumur YYA-1 Blok Offshore North West Jawa (ONWJ).
EP Nanang menyatakan, ada indikasi anomali tekanan pengeboran sumur YYA-1, sehingga menyebabkan munculnya gelembung gas diikuti tumpahan minyak. Kebocoran gas tersebut berdampak pada pergeseran pondasi YY.
"Sebenarnya kan semua sudah ada SOP, cuma kadang- kadang yang namanya bawah tanah ada yang kita tidak bisa kontrol, artinya sepanjang kita ikut SOP ada kejadian itu termasuk force majeure, sesuatu yang tidak diinginkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Kita berkumpul, membahas terkait Force Majeure, kejadian luar biasa, yaitu pada tanggal 16 Juli terjadi tumpahan minyak karena masalah teknis yang luar biasa," kata Gubernur Emil di Gedung Negara Pakuan Bandung kemarin.
Dia mengatakan, penanganan tumpahan minyak di wilayah Karawang itu melalui dua tahap pertama adalah masa tanggap darurat, yaitu pembenahan minyak yang tumpah dan penanganan kepada warga terdampak.
Tahap tersebut, kata dia memerlukan waktu sekira dua bulan setengah. Selain itu, pihak Pertamina telah memanggil perusahaan Global yang ahli menangani tumpahan minyak.
Kemudian, tahap recovery, yakni pembenahan lingkungan secara struktur, infrastruktur, kultur, dan lingkungan sosial masyarakat sekitar.
Menurut Ridwan Kamil tahap ini diperkirakan memakan waktu dua sampai enam bulan.
"Yang di-recovery ada ekonomi warga, kemudian dampak sosial, dampak psikologi juga akan kita perhatikan, juga dampak lingkungan," ucapnya.
Selain itu, ia menyebut pihak Pertamina telah menempatkan tim ahli sekira 58 orang. Tim ahli ini berjaga di lokasi kejadian selama 24 jam. Kemudian, 40 TNI dan 56 relawan turun tangan menangani tumpahan minyak.
Gubernur Emil juga mengatakan, minyak bersifat waxy seperti lilin, sehingga dapat dikumpulkan ke dalam karung. Saat ini, sudah terkumpul sekira 390 ribu karung minyak.
"Musibah ini ditangani sangat terkoordinasi oleh pihak Pertamina, Provinsi Jawa Barat, dan Kota/ Kabupaten terkait," katanya.
Selain itu, kata Emil, sudah ada Satuan Tugas (Satgas) untuk memastikan masalah tumpahan minyak dapat diselesaikan. Satgas pun akan siaga di lokasi kejadian.
"Termasuk tim kesehatan selalu sedia memeriksa kesehatan warga," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, pihaknya serius menangani dampak tumpaham minyak . Salah satunya dengan mengerahkan Octopus Skimmer untuk mengisap tumpahan minyak.
"Sifat lilin lebih memudahkan didalam penanganannya. Gumpalan-gumpalan bisa dengan jaring dan diangkat," katanya.
Menurut EP Nanang, penyebab tumpahan minyak terjadi karena kebocoran gas yang menimbulkan gelembung udara di sumur YYA-1 Blok Offshore North West Jawa (ONWJ).
EP Nanang menyatakan, ada indikasi anomali tekanan pengeboran sumur YYA-1, sehingga menyebabkan munculnya gelembung gas diikuti tumpahan minyak. Kebocoran gas tersebut berdampak pada pergeseran pondasi YY.
"Sebenarnya kan semua sudah ada SOP, cuma kadang- kadang yang namanya bawah tanah ada yang kita tidak bisa kontrol, artinya sepanjang kita ikut SOP ada kejadian itu termasuk force majeure, sesuatu yang tidak diinginkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019