Ketua DPD Golkar Jawa Barat yang juga ketua TKD Jokowi-Ma'ruf Amin, Dedi Mulyadi mengajak semua pihak agar menyerahkan masalah penunjukan menteri sepenuhnya kepada presiden.

"Semua pihak diharapkan tidak terlalu mendikte atau memaksakan diri mengajukan calon menteri," kata Dedi Mulyadi, Rabu.

Dedi memahami bahwa presiden diusung oleh partai politik karena memiliki keyakinan bahwa presiden bisa mewujudkan seluruh mimpi dan harapan masyarakat untuk hidup layak dan sejahtera dan negara juga memiliki mimpi bahwa keutuhan NKRI tetap terjaga.

Oleh karena itu, kata Dedi, presiden harus dibantu para menteri yang memiliki kemampuan manajerial dan kecepatan dalam mengambil keputusan sehingga kecepatan presiden harus dibantu para menteri.

"Untuk itu saya memandang bahwa seluruh otoritas penunjukan menteri adalah kewenagan presiden. Tak elok rasanya kita harus mendikte presiden untuk ngomong soal penjatahan menteri," katanya.

"Biarkan presiden memiliki otoritas untuk menentukan siapa dan dari menteri yang akan ditunjuk, tanpa harus membicarakan bahwa dia dari partai, kalangan profesional atau dari kelompok mana pun," lanjutnya

Dedi mengatakan, partai dan semua pihak agar jangan terlalu mendikte dan memaksakan diri sebab, harapan masyarakat terhadap presiden adalah mendapat menteri-menteri yang sesuai dengan proporsi, kemampuan, dan akselerasi kerja sama dengan presiden. 

"Sehingga ketika jadi menteri, maka dia mengabdi kepada presiden bukan kepada partai. Itu cara membangun kinerja kabinet yang berkualitas," kata mantan Bupati Purwakarta dua periode ini.

Selain itu, terkait penentuan calon menteri, presiden tidak boleh dibatasi oleh apa pun misalnya, presiden bekehendak mengambil nama A, B, C, D. Dia mampu pada bidangnya, kemudian orang itu secara politik kebetulan punya afiliasi dengan partai A, ya tidak masalah jika presiden berkehendak.

Atau partai B, misalnya, menginginkan banyak nama untuk jadi menteri tapi secara kebetulan dari sisi personalitas dan postur, yang bersangkutan tidak begitu cukup mumpuni untuk bekerja pada bidang-bidang yang tersedia, ya jangan juga itu dipaksakan. 

"Jadi semuanya diserahkan ke presiden tanpa harus membicarakan profesional dan partai politik," katanya.

Menurut Dedi, di kalangan partai politik juga banyak orang-orang profesional. Sebaliknya, di kalangan profesional belum tentu juga dia punya kemampuan dan sesuai harapan. 

"Intinya, prefesionalisme tidak diukur oleh partai politik atau bukan partai politik," tandas Dedi.

Dedi mengakui, koalisi partai sudah terbiasa mengajukan calon menteri. Tradisi itu sudah berlangsung cukup lama tapi tetap otoritasinya berada di presiden dan itu hak preogratifnya dan diterima atau ditolak ajuan itu adalah kewenangan presiden.

"Misalnya, ketika partai mengajukan nama-nama, tapi ternyata presiden mengajukan nama lain karena dianggap layak dan mumpuni, ya no problem," katanya.

Menurut Dedi, pada periode kedua ini presiden sudah tidak punya beban apa pun. 

"Pak Jokowi pernah berkata saya tidak punya beban. Artinya Pak Jokowi sangat tulus dalam mengambil keputusan politik," kata anggota DPR terpilih ini.

Lanjut Dedi, pada periode kedua kepemimpinan Jokowi ini, justru pemerintahan akan berjalan efektif sebab, presiden bisa mengambil keputusan bebas tanpa takut menyinggung partai A, partai B dan lainnya. 

"Kan, pada periode pertama masih mempertimbangkan orang, takut tersinggung dan lainnya, karena butuh nyalon periode kedua," katanya.

Dedi berharap presiden yang tanpa beban ini melahirkan postur kabinet yang sesuai harapan publik tanpa terlalu terbebani oleh kepentingan jangka pendek.


 

Pewarta: ASJ

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019