PBB, New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Kamis (19/4) mengatakan anggota staf PBB makin sering menjadi sasaran kendati badan dunia itu berupaya untuk menjamin keamanan dan keselamatan mereka,

Dalam separuh pertama 2017, 140 personel PBB dari 42 negara tewas --123 militer, tiga polisi dan 14 warga sipil, kata Guterres dalam satu acara untuk mengenang staf PBB yang gugur saat bertugas.

"Saya ingat dalam 10 tahun sebagai Komisaris Tinggi Urusan Pengungsi menyaksikan evolusi yang menjengkelkan ini," katanya.

"Saya ingat pada awalnya, ketika lambang seperti Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau PBB adalah lambang yang dihormati bahkan oleh kelompok garis keras dan milisi bersenjata yang menciptakan kekacauan di beberapa bagian dunia," kata Guterres, sebagaimana dikutip Xinhua.

"Lalu seiring berjalannya waktu, saya melihat penghormatan ini mulai pudar dan pada akhirnya, saya mulai melihat situasi saat staf kita menjadi sasaran persis karena mereka adalah staf kita, baik dalam misi pemelihara perdamaian maupun dalam pekerjaan kemanusiaan atau dalam bentuk lain pendukung buat masyarakat," katanya.

Di seluruh dunia, bendera biru PBB merupakan harapan bagi sebagian orang yang paling rentan mengenai harapan, keamanan dan kesempatan buat masa depan yang lebih baik, kata Guterres.

Semua orang itu bergantung atas lelaki dan perempuan yang mendedikasikan diri mereka untuk melayani PBB --personel yang tak berseragam, pegawai sipil internasional, staf PBB dan relawan PBB.

"Saya sedih karena setiap orang mesti menemui ajal saat melakukan pekerjaan mendasar ini. Dan saya jadi marah karena sangat sedikit tanggung jawab atas serangan terhadap kita, yang dalam beberapa kasus merupakan kejahatan perang," katanya.

"Tanpa keberanian dan komitmen prajurit pemelihara perdamaian kita dan staf kemanusiaan serta semua rekan lain kita, kita tak bisa menunaikan apa yang kita lakukan --setiap hari-- dalam lingkungan yang sangat sulit dan berbahaya," ia menambahkan.

Ia mengakui itu adalah dilema yang mengerikan buat orang yang harus mengambil keputusan mengenai di mana dan kapan akan mengirim staf ke daerah yang paling sulit di dunia dan pada saat yang paling berbahaya.

Pada Rabu Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mengatakan dalam satu pernyataan bahwa tim keamanan PBB "menghadapi serangan senjata ringan" saat melakukan pekerjaan pengawasan di Douma di sebelah timur Ibu Kota Suriah, Damaskus.

Di Douma, tim keamanan "diserang dengan menggunakan senjata ringan dan peledak. Tim pengawas kembali ke Damaskus", kata pernyataan yang dikeluarkan oleh OPCW.

Tim pemeriksa OPCW tiba di Damaskus pada Sabtu lalu untuk memeriksa dugaan penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah selama pertempuran di Douma sebelum pembebasannya dari gerilyawan.

Tim itu bertemu dengan para pejabat Pemerintah Suriah, yang menyampaikan keinginan pemerintah untuk bekerjasama dengan misi tersebut.

(Uu.C003)
 

Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018