Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengatakan pemerintah perlu menentukan media yang tepat guna menarasikan darurat masalah kekerdilan pada publik.

“Ini tugas kita bersama. Mereka tidak paham, lalu bagaimana seharusnya strategi bersama-sama dengan media, bagaimana membuat sebuah informasi yang sederhana,” kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPPA, Agustina Erni dalam media talk bertajuk “Mendorong Percepatan Penurunan Stunting Melalui Pemenuhan Hak Anak Atas Kesetaraan” yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Menanggapi darurat kekerdilan di Indonesia, Erni mengatakan bahwa KPPPA tengah memikirkan bagaimana cara menyampaikan bahaya anak terkena kekerdilan kepada keluarga, melalui cara yang sederhana terutama hingga pada kalangan paling bawah.

Baca juga: KPPPA soroti iklan makanan kemasan ubah pola makan anak dalam keluarga

Meski memiliki banyak konten untuk disiarkan, media sosial yang saat ini digunakan oleh pihaknya dirasa belum berjalan efektif, karena menurutnya informasi yang efektif adalah informasi yang dapat membuat keluarga menjadi cermat terhadap asal mula terjadinya kekerdilan dan di saat yang bersamaan dapat mengajak orang mengikuti program Keluarga Berencana (KB).

Hal itu didukung dengan kemungkinan bila masyarakat pada golongan bawah, tidak mengikuti atau memahami cara mengakses media tersebut atau masih menonton televisi.

Bahkan, pada saat menyelenggarakan sebuah webinar bersama organisasi perempuan misalnya, dirinya merasa sosialisasi yang dilakukan masih kurang tepat, karena anggota dalam organisasi tersebut bukan ibu-ibu di desa yang memiliki permasalahan anak dengan kekerdilan.

Ketidakefektifan itu terbukti oleh masih banyaknya orang tua yang tidak memahami dengan benar cara memberikan anak makanan yang mengandung gizi seimbang, meski pemerintah sudah menggencarkan berbagai sosialisasi.

Masih terdapat orang tua yang memilih cara praktis dengan memberi anak makanan dalam kemasan dibandingkan memasak makanan yang sehat menggunakan bahan pangan alami. Sedangkan pada ayah, masih ditemukan banyak keluarga dengan ayah perokok.

“Saya sempat berfikir radio komunitas misalnya, bisa menjadi salah satu media untuk memberikan informasi pada keluarga. Terlebih supaya ayahnya mendengar,” katanya.

Baca juga: BKKBN dan BULOG bagikan beras kaya gizi untuk cegah stunting

Baca juga: BKKBN-Kominfo edukasikan stunting lewat kampanye "Empat Terlalu"


Guna mengatasi permasalahan tersebut, Erni menyarankan agar pemerintah melakukan pengkajian bersama mitra-mitra yang dimiliki seperti perguruan tinggi terkait dengan pemilihan media termasuk narasi yang tepat menyuarakan kekerdilan.

Supaya terjadi adanya perubahan pola pikir dalam masyarakat di suatu wilayah saat memikirkan pengolahan makanan pangan serta memperhatikan nutrisi yang akan diberikan pada anak.

“Jadi, sebenarnya bagaimana isu kekerdilan ini menjadi isu keluarga, bukan isu perempuan. Kekerdilan ini harus menjadi isu keluarga dan isu masyarakat bukan tanggung jawab perempuan ini yang harus kita juga suarakan,” kata Erni.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022