Natuna (ANTARA) -
Hanggar Lanud Raden Sadjad di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, menyimpan segudang kenangan bagi 238 warga negara Indonesia yang harus menjalani masa observasi di sana, setibanya mereka dari Kota Wuhan, China.
Bagaimana tidak, mereka yang selama ini tinggal di Wuhan, kemudian bersama-sama selama 14 hari hidup di dalam hanggar. Makan, tidur, belajar, hingga olahraga, semuanya dilakukan bersama-sama.
Hanggar Lanud Raden Sadjad, berbentuk seperti gudang besar. Luasnya hampir sama dengan satu lapangan sepak bola. Di dalamnya didirikan sekitar lima tenda besar untuk tempat beristirahat WNI dari Wuhan yang harus menjalani masa observasi.
Di sanalah mereka hidup bersama dalam 14 hari terakhir, sebelum akhirnya meninggalkan Natuna, pada Sabtu (15/2).
Sebagian besar WNI yang selama ini tinggal di Wuhan itu adalah mahasiswa dan pelajar, dalam usia belasan hingga awal 20-an. Tidak heran, jika mereka mampu mengubah rasa kecemasan menjadi keceriaan, karena dihabiskan bersama teman.
Layaknya remaja, mereka memiliki kreativitas dan cara-cara unik untuk melepaskan rasa jenuh selama berada di lokasi observasi. Menari, satu di antaranya.
Bahkan, mereka menciptakan tarian bersama dengan TNI yang bertugas menjaga lokasi tersebut.
Karena itu ada pula masanya, tim gabungan menantang mereka untuk lomba menari. Hadiahnya? kaus loreng khas TNI.
Tak sungkan dan tanpa malu, mereka memeragakan tarian itu, saat perpisahan, sebelum memasuki pesawat menuju Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Tariannya unik, gabungan dari langkah-langkah TNI yang dipadukan dengan gaya kekinian anak muda. Apalagi digerakkan dengan penuh canda tawa, bahagia.
Cinta lokasi
Meski tampak sangat kompak saat berada di hanggar, sejatinya kebanyakan dari mereka baru saling berkenalan.
Ratusan pelajar yang berkumpul di dalam hanggar itu berasal dari perguruan tinggi yang berbeda-beda. Di Indonesia pun, mereka berasal dari daerah yang berlainan.
Jadi, memang banyak yang baru saling mengenal di Hanggar Raden Sadjad.
Kalau saja tidak dibumbui kengerian virus corona yang oleh WHO kemudian disebut COVID-19, hanggar itu sudah menyerupai acara kemah pelajar antarsekolah. Saling berkenalan, ada waktunya berkumpul, makan, beraktivitas bersama-sama.
Tidak heran juga bila ada yang saling jatuh hati, selama masa karantina.
"Kalau yang cinta lokasi, banyak...," kata Virni, warga Jakarta yang ikut diobservasi.
Virni sendiri sudah seperti "ibunya anak-anak" di hanggar itu. Dia lebih dewasa, karena memang sudah menikah. Di China pun, ia menemani suami yang sedang menempuh pendidikan.
Sebagai "ibunya anak-anak", Virni menjadi tempat curahan hati para WNI dari Wuhan itu, termasuk mereka yang sedang jatuh cinta.
"Namanya juga remaja, bagaimana sih. Kalau makan berdua, ngapa-ngapain berdua," katanya sambil tertawa, diiyakan beberapa mahasiswa di hanggar itu.
Menurut Virni, terdapat beberapa pasangan yang baru saling dekat di hanggar. Sayangnya, ia enggan menunjuk mahasiswa yang sedang jatuh cinta itu.
Tentunya, pasangan yang sedang dimabuk asmara itu, tidak sepenuhnya bahagia pada akhir masa observasi. Karena, ada yang berasal dari daerah berbeda di Indonesia, hingga harus berpisah.
"Bingung itu," katanya.
Belajar
Sebagai mahasiswa dan pelajar, kehidupan di hanggar tidak melulu bersenang-senang. Mereka tidak melupakan kewajiban utamanya untuk belajar. Apalagi, waktu perkuliahan di China sudah ada yang mulai.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto yang bertugas di Natuna menyatakan para mahasiswa itu membuat kelompok-kelompok belajar, sesuai dengan jurusan.
Ada juga mahasiswa yang mengikuti kuliah dalam jaringan atau online. Mereka mengerjakan tugas-tugas kampus bersama-sama.
"Belajar, kuliah, perkuliahan online. Kuliahnya sudah mulai," kata dia.
Umumnya, para mahasiswa tidak ingin studinya terganggu. Apalagi kebanyakan dari mereka adalah pemegang beasiswa, sehingga mereka pun berusaha memenuhi tanggung jawabnya dalam hal menuntut ilmu.
Hal itu diamini oleh Rama, WNI yang ikut diobservasi di Natuna.
"Iya... belajar," kata dia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto yang akrab dipanggil Yuri mengatakan pihaknya tidak membuat jadwal khusus yang ketat kepada WNI dari Wuhan. Mereka dibebaskan mengerjakan aktivitas kesehariannya.
"Mereka sudah dewasa, tidak terlalu harus dibimbing," katanya.
Namun memang, sekali-sekali diadakan permainan, tujuannya untuk mempererat keakraban antarsesama WNI dan juga dengan anggota tim gabungan yang bertugas.
Beberapa kali, tim gabungan menggelar lomba untuk menyemarakkan suasana.
"Lomba, mereka ditantangin, main futsal, 'dance', nyanyi," cerita Yuri.
Sebagai penghargaan, tim memberikan hadiah kepada pemenang lomba, seperti kaus loreng TNI.
Di kala senggang, WNI di sana juga bermain kartu sebagai hiburan, lanjut Yuri.
Sehat
Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Efendi memastikan seluruh WNI dari Wuhan dalam kondisi sehat.
"Semua sehat, bahkan lebih bugar dibanding kita. Kerena kerasan," katanya.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan WNI dari Wuhan yang diobservasi di Natuna mendapatkan sertifikat kesehatan yang merupakan hasil pemeriksaan dan pemantauan selama observasi.
"Semua dalam kondisi sehat, semua berbahagia. Sangat mengharukan karena mereka semua merasa bahagia mau bertemu keluarga dalam keadaan sehat," katanya.
Artikel - Dari kecemasan, keceriaan hingga cinta lokasi di hanggar observasi di Natuna
Minggu, 16 Februari 2020 7:40 WIB