Ribuan umat Buddha bersama para biksu atau bante dari sejumlah majelis melakukan kirab Waisak 2563 BE/2019 dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu.
Mereka berjalan kaki sepanjang 4 kilometer dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur melewati Candi Pawon.
Kirab tersebut diawali dengan mobil hias, antara lain membawa api dharma dari Mrapen Kabupaten Grobogan, mobil pembawa air berkah dari Umbul Jumprit Temanggung, perahu relik Sang Buddha.
Kemudian diikuti pejalan kaki pembawa bendera Merah Putih dan bendera Walubi. Dalam barisan pembawa bendera tersebut terlihat Ketua Umum Walubi S. Hartati Murdaya ikut berjalan membawa bendera Walubi.
Dalam kirab tersebut juga terdapat kelompok remaja yang mengenakan berbagai pakaian adat di Tanah Air, pembawa hasil bumi, dan terakhir rombongan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia.
Bante Kamsai Sumano Mahathera mengatakan kirab dengan berjalan kaki itu merupakan jalan semadi dengan objeknya berjalan.
Ia menuturkan meditasi ada yang berupa duduk diam (semadi duduk), ada semadi berdiri, semadi jalan, dan ada semadi tidur.
"Kirab ini menuju ke kesadaran dan diri bijak. Kita mau tanam pohon kebijaksanaan dengan berjalan, dengan konsentrasi supaya tahu capek, tahu enak, bagaimana rasanya itu," katanya.
Menurut dia hal itu akan melenyapkan penderitaan melalui jalan dengan kesadaran.
Ia menuturkan ajaran Sang Buddha ada empat posisi semadi, yakni jalan, duduk, berdiri, dan tidur.
"Jalan itu cara meditasi, konsen jalan, jadi orang bisa tahu jalan yang benar, jalan yang baik dari hati juga, bukan cuma kaki," katanya.
Menyinggung sebagian besar umat Buddha membawa bunga sedap malam dalam kirab tersebut, dia mengatakan hal itu sebagai sarana untuk memuja kepada Sang Guru yang ada di Candi Borobudur.
"Ada Buddha besar di situ. Kita ini seperti anak cucu menghadap orang tua dengan mempersembahkan bunga sedap malam karena tampak sempurna di situ, kita tidak sempurna maka kita cari sempurna," katanya. *
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Mereka berjalan kaki sepanjang 4 kilometer dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur melewati Candi Pawon.
Kirab tersebut diawali dengan mobil hias, antara lain membawa api dharma dari Mrapen Kabupaten Grobogan, mobil pembawa air berkah dari Umbul Jumprit Temanggung, perahu relik Sang Buddha.
Kemudian diikuti pejalan kaki pembawa bendera Merah Putih dan bendera Walubi. Dalam barisan pembawa bendera tersebut terlihat Ketua Umum Walubi S. Hartati Murdaya ikut berjalan membawa bendera Walubi.
Dalam kirab tersebut juga terdapat kelompok remaja yang mengenakan berbagai pakaian adat di Tanah Air, pembawa hasil bumi, dan terakhir rombongan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia.
Bante Kamsai Sumano Mahathera mengatakan kirab dengan berjalan kaki itu merupakan jalan semadi dengan objeknya berjalan.
Ia menuturkan meditasi ada yang berupa duduk diam (semadi duduk), ada semadi berdiri, semadi jalan, dan ada semadi tidur.
"Kirab ini menuju ke kesadaran dan diri bijak. Kita mau tanam pohon kebijaksanaan dengan berjalan, dengan konsentrasi supaya tahu capek, tahu enak, bagaimana rasanya itu," katanya.
Menurut dia hal itu akan melenyapkan penderitaan melalui jalan dengan kesadaran.
Ia menuturkan ajaran Sang Buddha ada empat posisi semadi, yakni jalan, duduk, berdiri, dan tidur.
"Jalan itu cara meditasi, konsen jalan, jadi orang bisa tahu jalan yang benar, jalan yang baik dari hati juga, bukan cuma kaki," katanya.
Menyinggung sebagian besar umat Buddha membawa bunga sedap malam dalam kirab tersebut, dia mengatakan hal itu sebagai sarana untuk memuja kepada Sang Guru yang ada di Candi Borobudur.
"Ada Buddha besar di situ. Kita ini seperti anak cucu menghadap orang tua dengan mempersembahkan bunga sedap malam karena tampak sempurna di situ, kita tidak sempurna maka kita cari sempurna," katanya. *
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019