Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) calon pasangan Presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Juri Ardiantoro menyebut lima rekomendasi yang dihasilkan oleh apa yang menamakan dirinya Ijtima Ulama III jelas bukan representasi ulama "mainstream" (arus utama) Indonesia.
Menurut Juri, lima rekomendasi Ijtima Ulama III ditandatangani oleh oleh KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir, juga bukan pula representasi umat.
"Ulama dan umat mana yang diwakili oleh mereka, apalagi sebagian besar yang hadir adalah timses pasangan 02," kata Juri dalam siaran persnya, Rabu.
Juri juga mempertanyakan penilaian bagaimana mereka yang menyimpulkan telah terjadi kecurangan pemilu, apalagi sampai bersifat terstruktur, sistemtis dan massif.
Kecurangan tidak boleh hanya berdasarkan asumsi, katanya-katanya atau berdasarkan informasi atau potongan informasi yang dinarasikan sebagai kecurangan, katanya.
Juri mengatakan kecurangan harus berdasarkan fakta, data, kesaksian dan verifikasi serta putusan dari lembaga yang sah dan kredibel.
Juri juga mempertanyakan mereka yang menyimpulkan bahwa kecurangan hanya dilakukan oleh pendukung pasangan nomor urut 01, sementara 02 tidak melakukan kecurangan.
Dari data pengaduan yang diterima direktorat Hukum dan advokasi TKN, banyak sekali indikasi kecurangan juga dilakukan oleh pendukung pasangan 02 dan merugikan pasangan 01.
Juri juga menyindir “para ulama” itu lebih tahu tentang kecurangan ketimbang BPN, sehingga mereka merekomendasikan kepada BPN untuk mengajukan keberatan hasil pemilu.
Pihak 02 telah mendeklarasikan kemenangan lebih dari satu kali dengan angka meyakinkan, tetapi mengapa masih menyuarakan adanya kecurangan dan meminta diskualifikasi calon 01.
"Jadi, kemenangan yang mereka telah deklarasikan itu artinya apa. Pura-pura atau membohongi rakyat?" kata Juri Ardiantoro.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Menurut Juri, lima rekomendasi Ijtima Ulama III ditandatangani oleh oleh KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir, juga bukan pula representasi umat.
"Ulama dan umat mana yang diwakili oleh mereka, apalagi sebagian besar yang hadir adalah timses pasangan 02," kata Juri dalam siaran persnya, Rabu.
Juri juga mempertanyakan penilaian bagaimana mereka yang menyimpulkan telah terjadi kecurangan pemilu, apalagi sampai bersifat terstruktur, sistemtis dan massif.
Kecurangan tidak boleh hanya berdasarkan asumsi, katanya-katanya atau berdasarkan informasi atau potongan informasi yang dinarasikan sebagai kecurangan, katanya.
Juri mengatakan kecurangan harus berdasarkan fakta, data, kesaksian dan verifikasi serta putusan dari lembaga yang sah dan kredibel.
Juri juga mempertanyakan mereka yang menyimpulkan bahwa kecurangan hanya dilakukan oleh pendukung pasangan nomor urut 01, sementara 02 tidak melakukan kecurangan.
Dari data pengaduan yang diterima direktorat Hukum dan advokasi TKN, banyak sekali indikasi kecurangan juga dilakukan oleh pendukung pasangan 02 dan merugikan pasangan 01.
Juri juga menyindir “para ulama” itu lebih tahu tentang kecurangan ketimbang BPN, sehingga mereka merekomendasikan kepada BPN untuk mengajukan keberatan hasil pemilu.
Pihak 02 telah mendeklarasikan kemenangan lebih dari satu kali dengan angka meyakinkan, tetapi mengapa masih menyuarakan adanya kecurangan dan meminta diskualifikasi calon 01.
"Jadi, kemenangan yang mereka telah deklarasikan itu artinya apa. Pura-pura atau membohongi rakyat?" kata Juri Ardiantoro.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019