Rabu malam pekan ini publik diajak Najwa Shihab menyelami kehidupan keluarga Presiden Joko Widodo dalam program Mata Najwa, yang merupakan salah satu tayangan televisi yang memukau banyak penonton.
Tak seperti lazimnya saat Mata Najwa mengundang sejumlah narasumber untuk saling bersilat lidah, kali ini format tayangannya dikemas dengan menghadirkan Jokowi sebagai kepala keluarga, Iriana sebagai ibu dan ketiga anak, dua menantu serta dua orang cucu.
Najwa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana namun esensial kepada anggota keluarga Jokowi. Secara bergantian, masing-masing hadirin, kecuali cucu yang masih bayi, menjawab pertanyaan putri ulama Quraish Shihab itu.
Dari pertanyaan-pertanyaan sederhana itu, Najwa dengan gemilang berhasil menampilkan Jokowi sebagai sosok seorang bapak yang mandiri, pekerja keras, penyabar, penyayang, penuh tanggung jawab dan sangat tegas untuk hal-hal yang prinsip.
Yang menarik, jawaban-jawaban putra-putri Jokowi tak mengesankan dibuat-buat, terutama Gibran, yang dingin, lugas dan ringkas.
Ya, bapak seperti orang tua pada umumnya, itulah kata-kata impresif dari tuturan Gibran tentang bapaknya.
Atas tayangan itu, publik bisa bertanya secara kritis: apakah Mata Najwa sedang mengampanyekan Jokowi, petahana yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden 2019 itu?
Jawaban atas pertanyaan itu bisa ya dan bisa tidak. Jika mayoritas penonton merasa bahwa tayangan itu sangat politis, publik berhak meminta Najwa menghadirkan keluarga Prabowo Subianto, kandidat penantang dalam pilpres yang akan diselenggarakan pada 17 April mendatang, dalam program serupa demi keseimbangan informasi buat masyarakat.
Sayangnya takdir manusia berbeda-beda. Tak semua orang bernasib sama. Ada yang sanggup menjaga keutuhan keluarga, ada yang retak dalam perjalanan berumah tangga. Tak mudah untuk menghasilkan keseimbangan informasi lewat program Mata Najwa jika keluarga Parbowo Subianto dihadirkan dalam format tayangan sebentuk acara yang menghadirkan keluarga Jokowi itu.
Karena saat ini adalah momen-momen krusial menyongsong perhelatan pesta demokrasi, apa pun yang terkait dengan kiprah alias sepak terjang kandidat dapat diberi muatan politis.
Itu sebabnya, terlepas ada atau absennya muatan nilai politis itu, tayangan keluarga Jokowi tersebut sangat mungkin punya poin positif bagi elektabilitas sang petahana.
Dalam tradisi demokrasi modern, integritas kandidat presiden selalu bisa dijual dalam forum kampanye. Sebaliknya, skandal perzinahan juga bisa dipakai sebagai kartu truf buat menjatuhkan lawan politik.
Contoh mutakhir adalah gambaran politik di AS, yang saat ini sedang diramaikan oleh dugaan skandal pembayaran uang bungkam mulut kepada bintang film dewasa dan model majalah Play Boy yang mengaku pernah berhubungan di luar nikah dengan Donald Trump, presiden AS yang mengalahkan pesaingnya Hillary Clinton dalam Pilpres 2016.
Jika skandal itu dapat dibuktikan oleh pengadilan, Trump terancam dimakzulkan. Tapi kemungkinan bebas dari pemakzulan juga besar karena skandal maksiat masih bisa dimaafkan oleh publik Amerika, apalagi bila publik AS merasa bahwa Trump berhasil mengangkat tingkat kesejahteraan warganya.
Dalam konteks Pilpres 2019 di Tanah Air, tampaknya publik akan senang dan menyambut positif jika Najwa Sihab berhasil mengajak Prabowo dan keluarga bertayang bincang dalam program Mata Najwa.
Publik mafhum bahwa Prabowo telah berpisah dengan istrinya, Siti Hediati Hariyadi, yang juga putri Soeharto, presiden kedua RI.
Jika Titiek tak mau hadir, Prabowo bisa mengajak anak tunggalnya, Didiet Hediprasetyo, yang sukses sebagai perancang Busana di Paris, jantung kota mode di Eropa.
Bagaimana sebaiknya sikap Prabowo jika diundang Mata Najwa untuk bertayang bincang? Prabowo tentu harus memanfaatkan kesempatan emas itu buat berkampanye menarik simpati publik.
Jika Titiek, panggilan populer Siti Hediati, dan Didiet tak bisa diajak Prabowo untuk bertayang bincang dalam acara Mata Najwa, Prabowo tak perlu cemas dan mundur dari undangan Mata Najwa.
Prabowo masih bisa mengajak orang-orang terdekat seperti keponakan atau bahkan pembantu rumah tangganya sekalipun.
Orang-orang yang sehari-hari dekat dengan Prabowo ini harus dipersiapkan untuk mengangkat cerita-cerita positif yang menaikkan sisi kemanusiaan Prabowo. Najwa tentu harus membantu mengemas secara elegan agar Mata Najwa juga menghasilkan kisah yang mengharukan dan simpatik tentang keluarga Prabowo.
Dan apa yang perlu diungkapkan oleh Prabowo sendiri dalam kesempatan itu? Prabowo perlu diberi tahu bahwa banyak pemimpin hebat di dunia yang juga ditakdirkan mengalami keretakan berumah tangga.
Contoh paling monumental adalah kehidupan keluarga Nelson Mandela yang bercerai dengan istrinya Winnie Mandela. Bahkan Prabowo juga bisa memperbarui ingatan publik tentang kegagalan berumah tangga yang dialami oleh orang-orang hebat di mana pun, termasuk mereka yang berkarier di dunia kerohanian seperti Kiyai Emha Ainun Najib. Di dunia kesenian juga banyak pribadi-pribadi hebat yang ditakdirkan berpisah dengan istri pertama seperti WS Rendra, Putu Wijaya.
Kehebohan paling mutakhir dalam lanskap keluarga politikus dalam negeri adalah perceraian mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan istrinya Veronica Tan.
Tampaknya, publik pun akan mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang Prabowo Subianto lewat acara Mata Najwa. Alangkah eloknya jika tayangan itu segera diwujudkan sehingga Najwa pun akan semakin mendapat simpati baik dari kubu Jokowi maupun Prabowo.
Ikhtiar mewujudkan kampanye yang sejuk, humanis dan jauh dari gegap gempita saling hujat dan membenci antara lain bisa dilakukan lewat tayangan-tayangan yang mengangkat sisi-sisi kemanusiaan sang kandidat presiden.
Najwa pun bisa memberi tajuk No Body¿s Perfect pada program yang menghadirkan anggota keluarga Prabowo kelak.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
Tak seperti lazimnya saat Mata Najwa mengundang sejumlah narasumber untuk saling bersilat lidah, kali ini format tayangannya dikemas dengan menghadirkan Jokowi sebagai kepala keluarga, Iriana sebagai ibu dan ketiga anak, dua menantu serta dua orang cucu.
Najwa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana namun esensial kepada anggota keluarga Jokowi. Secara bergantian, masing-masing hadirin, kecuali cucu yang masih bayi, menjawab pertanyaan putri ulama Quraish Shihab itu.
Dari pertanyaan-pertanyaan sederhana itu, Najwa dengan gemilang berhasil menampilkan Jokowi sebagai sosok seorang bapak yang mandiri, pekerja keras, penyabar, penyayang, penuh tanggung jawab dan sangat tegas untuk hal-hal yang prinsip.
Yang menarik, jawaban-jawaban putra-putri Jokowi tak mengesankan dibuat-buat, terutama Gibran, yang dingin, lugas dan ringkas.
Ya, bapak seperti orang tua pada umumnya, itulah kata-kata impresif dari tuturan Gibran tentang bapaknya.
Atas tayangan itu, publik bisa bertanya secara kritis: apakah Mata Najwa sedang mengampanyekan Jokowi, petahana yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden 2019 itu?
Jawaban atas pertanyaan itu bisa ya dan bisa tidak. Jika mayoritas penonton merasa bahwa tayangan itu sangat politis, publik berhak meminta Najwa menghadirkan keluarga Prabowo Subianto, kandidat penantang dalam pilpres yang akan diselenggarakan pada 17 April mendatang, dalam program serupa demi keseimbangan informasi buat masyarakat.
Sayangnya takdir manusia berbeda-beda. Tak semua orang bernasib sama. Ada yang sanggup menjaga keutuhan keluarga, ada yang retak dalam perjalanan berumah tangga. Tak mudah untuk menghasilkan keseimbangan informasi lewat program Mata Najwa jika keluarga Parbowo Subianto dihadirkan dalam format tayangan sebentuk acara yang menghadirkan keluarga Jokowi itu.
Karena saat ini adalah momen-momen krusial menyongsong perhelatan pesta demokrasi, apa pun yang terkait dengan kiprah alias sepak terjang kandidat dapat diberi muatan politis.
Itu sebabnya, terlepas ada atau absennya muatan nilai politis itu, tayangan keluarga Jokowi tersebut sangat mungkin punya poin positif bagi elektabilitas sang petahana.
Dalam tradisi demokrasi modern, integritas kandidat presiden selalu bisa dijual dalam forum kampanye. Sebaliknya, skandal perzinahan juga bisa dipakai sebagai kartu truf buat menjatuhkan lawan politik.
Contoh mutakhir adalah gambaran politik di AS, yang saat ini sedang diramaikan oleh dugaan skandal pembayaran uang bungkam mulut kepada bintang film dewasa dan model majalah Play Boy yang mengaku pernah berhubungan di luar nikah dengan Donald Trump, presiden AS yang mengalahkan pesaingnya Hillary Clinton dalam Pilpres 2016.
Jika skandal itu dapat dibuktikan oleh pengadilan, Trump terancam dimakzulkan. Tapi kemungkinan bebas dari pemakzulan juga besar karena skandal maksiat masih bisa dimaafkan oleh publik Amerika, apalagi bila publik AS merasa bahwa Trump berhasil mengangkat tingkat kesejahteraan warganya.
Dalam konteks Pilpres 2019 di Tanah Air, tampaknya publik akan senang dan menyambut positif jika Najwa Sihab berhasil mengajak Prabowo dan keluarga bertayang bincang dalam program Mata Najwa.
Publik mafhum bahwa Prabowo telah berpisah dengan istrinya, Siti Hediati Hariyadi, yang juga putri Soeharto, presiden kedua RI.
Jika Titiek tak mau hadir, Prabowo bisa mengajak anak tunggalnya, Didiet Hediprasetyo, yang sukses sebagai perancang Busana di Paris, jantung kota mode di Eropa.
Bagaimana sebaiknya sikap Prabowo jika diundang Mata Najwa untuk bertayang bincang? Prabowo tentu harus memanfaatkan kesempatan emas itu buat berkampanye menarik simpati publik.
Jika Titiek, panggilan populer Siti Hediati, dan Didiet tak bisa diajak Prabowo untuk bertayang bincang dalam acara Mata Najwa, Prabowo tak perlu cemas dan mundur dari undangan Mata Najwa.
Prabowo masih bisa mengajak orang-orang terdekat seperti keponakan atau bahkan pembantu rumah tangganya sekalipun.
Orang-orang yang sehari-hari dekat dengan Prabowo ini harus dipersiapkan untuk mengangkat cerita-cerita positif yang menaikkan sisi kemanusiaan Prabowo. Najwa tentu harus membantu mengemas secara elegan agar Mata Najwa juga menghasilkan kisah yang mengharukan dan simpatik tentang keluarga Prabowo.
Dan apa yang perlu diungkapkan oleh Prabowo sendiri dalam kesempatan itu? Prabowo perlu diberi tahu bahwa banyak pemimpin hebat di dunia yang juga ditakdirkan mengalami keretakan berumah tangga.
Contoh paling monumental adalah kehidupan keluarga Nelson Mandela yang bercerai dengan istrinya Winnie Mandela. Bahkan Prabowo juga bisa memperbarui ingatan publik tentang kegagalan berumah tangga yang dialami oleh orang-orang hebat di mana pun, termasuk mereka yang berkarier di dunia kerohanian seperti Kiyai Emha Ainun Najib. Di dunia kesenian juga banyak pribadi-pribadi hebat yang ditakdirkan berpisah dengan istri pertama seperti WS Rendra, Putu Wijaya.
Kehebohan paling mutakhir dalam lanskap keluarga politikus dalam negeri adalah perceraian mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan istrinya Veronica Tan.
Tampaknya, publik pun akan mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang Prabowo Subianto lewat acara Mata Najwa. Alangkah eloknya jika tayangan itu segera diwujudkan sehingga Najwa pun akan semakin mendapat simpati baik dari kubu Jokowi maupun Prabowo.
Ikhtiar mewujudkan kampanye yang sejuk, humanis dan jauh dari gegap gempita saling hujat dan membenci antara lain bisa dilakukan lewat tayangan-tayangan yang mengangkat sisi-sisi kemanusiaan sang kandidat presiden.
Najwa pun bisa memberi tajuk No Body¿s Perfect pada program yang menghadirkan anggota keluarga Prabowo kelak.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018