Bandung (Antaranews Jabar) - Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong pemerintah daerah di kawasan Cekungan Bandung itu untuk membuat pemetaan zona-zona wilayah rawan "amplifikasi".

Peneliti Puslit Geoteknologi LIPI, Adrin Tohari, Jumat menjelaskan, amplifikasi adalah suatu kondisi di mana permukaan tanah akan merasakan guncangan lebih keras apabila terjadi gempa meski dengan skala kecil.

"Pertama perlu ada pemetaan zona-zona amplifikasinya. Amplifikasi sangat tinggi di mana, amplifikasi yang rendah di mana, itu dijadikan untuk merevisi tata ruang," ujar Adrin saat dihubungi melalui sambungan telepon dari Bandung.

Menurut Adrin, kondisi struktur tanah di Cekungan Bandung yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat berupa tanah lempung.

Tanah lempung ini merupakan akumulasi dari endapan danau Bandung purba yang telah mengering jutaan tahun lalu. Tanah lempung terjadi karena partikel-partikel halus tidak mengalami pemadatan akibat kondisi air yang tenang bekas danau purba, sehingga menghasilkan tanah lempung.

"Tidak ada endapan lain, ga terendapkan di lapisan lempung itu. Jadi lempung itu tidak mengalami pemadatan sehingga kondisi sekarang masih lunak," katanya.

Dengan struktur tanah lempung atau lunak, maka warga yang tinggal di atasnya akan merasakan getaran gempa lebih kuat dibanding wilayah lainnya.

Guna meminimalisir dampak kerusakan apabila terjadi gempa, ia mendorong pemerintah untuk merevisi tata ruang yang dapat dijadikan sebagai aturan-aturan konstruksi bangunan.

Daerah yang berada di zona amplifikasi tinggi jangan dijadikan sebagai pusat permukiman atau wilayah perkantoran. Pasalnya, kerusakan yang akan ditimbulkan berpotensi sangat tinggi jika terjadi gempa.

"Jadi menjadi kawasan yang perlu dihindari kalau pemerintah bisa tegas. Jadikan zona-zona kawasan hijau RTH (ruang terbuka hijau), atau daerah-daerah untuk Fasum (fasilitas umum) bukan hunian atau perkantoran," kata dia.

Namun jika sudah banyak berdiri bangunan, pemerintah dan masyarakat harus mengevaluasi apakah bangunan tersebut sudah tahan akan goncangan gempa atau belum.

Apabila dirasa belum, maka harus kembali dirancang dengan penguatan tiang pancang di setiap sudut bangunan. Di samping itu, jalur-jalur evakuasi harus mulai dibangun serta upaya penyelamatan apa yang harus dilakukan apabila terjadi gempa.

"Masyarakat harus mulai melihat bangunan mereka sudah tahan goncangan atau belum Kalau belum diperkuat, artinya dindingnya ditambah anyaman kawat, diplester ulang jika retak. Harus mengetahui kalau ada gempa lari kemana atau berlindung di mana," kata dia.
 

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018