Bandung (Antaranews Jabar)- Aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Kota Bandung dimeriahkan oleh penampilan grup musik yang berasal dari anggota Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Barat

Setelah melakukan aksi konvoi dari Cikapayang, Kantor DPRD Jabar, dan berakhir di Gedung Sate. Mereka kemudian menggelar orasi di depan Gedung Sate menuntut hak-hak pekerja.

Di tengah-tengah aksi, grup band yang dinamai Baromil (Barisan Orkes Militan) kemudian memulai penampilan musiknya dengan menyanyikan enam lagu perjuangan di atas mobil komando yang terparkir di depan halaman Gedung Sate.

Salah satu anggota KASBI sekaligus vokalis Baromil, Sutrisna mengatakan, seluruh anggota grup band tersebut seluruhnya merupakan anggota serikat pekerja KASBI.

"Band ini memang dibikin untuk anggota kita untuk menghibur, murni dari anggota KASBI, juga dari kesadaran dari para personil buat internal menghibur anggota yang sudah kelelahan," ujar Sutrisna saat ditemui di Gedung Sate, Selasa.

Menurut dia, dalam peringatan May Day kali ini Baromil membawa lengkap seperangkat alat musik mulai dari gitar, drum, bas, serta alat perkusi.

Saat musik mulai menggema, anggota KASBI yang sebelumnya terlihat kelelahan dan hanya duduk di trotoar jalan Diponegoro langsung berdiri dan bernyanyi bersama.

Di samping penampilan musik, kata dia, KASBI tetap menuntut hak-hak pekerja seperti pencabutan PP 78/2015 Tentang Pengupahan yang dianggap pro upah murah dan mengeksploitasi tenaga buruh, dan penghapusan outsourcing.

"Tolonglah cabut PP 78 karena isinya menyengsarakan kaum buruh, outsourcing, karena itu tuntuan yang tidak bosan-bosannya yang kami suarakan sejak 2003. Sangat menyengsarakan buruh juga petani," katanya.

Ditemui di tempat yang sama, koordinator KASBI Jawa Barat, Sudaryanto mengatakan, beberapa poin yang menjadi tuntutan para buruh dalam May Day kali ini menuntut perusahaan berlaku adil dengan memenuhi setiap haknya.

"Tuntutan kami masih sama, soal upah buruh yang masih sangat rendah, tidak ada kepastian kerja dengan penerapan sistem kontrak saat ini sehingga rentan PHK," katanya.

Selain itu, para buruh menuntut penghentian kriminalisasi. Dengan begitu, ketika mengemukakan pendapat di muka umum, para buruh tidak dihantui kriminalisasi.

"Contoh kriminalisasi, kasus di Surabaya. Jangan sampai kasus itu kembali terjadi. Mereka membagi selebaran, lalu dikriminalkan dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan. Dua orang dipenjara selama tujuh bulan padahal kami hanya menuntut hak-hak normatif," katanya.
 

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018