Cianjur  (Antaranews Jabar) - BMKG menilai kawasan Puncak-Cianjur, Jawa Barat, merupakan kawasan konservasi dan harus terbebas dari pembangunan karena kondisi daya dukung lingkungannya sudah menurun.

Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Guswanto di Cianjur Senin, mengatakan, longsor yang kembali terjadi di kawasan Puncak-Cianjur karena masih berjalannya pembangunan di kawasan tersebut, sehingga menyebabkan alam tidak dapat menampung air lagi.

"Aliran air dalam, sudah tidak dapat menampung air hujan yang masuk langsung ke dalam tanah karena aliran bagian permukaan yang lebih banyak tergerus sampai ke aliran dalam karena minimnya pohon penahan air yang berganti dengan bangunan," katanya.

Pihaknya meminta pemerintah daerah untuk menegakan aturan dan melakukan kajian berapa besar daya tampung dan daya dukung dari perubahan yang disebabkan berdirinya bangunan serta mengembalikan fungsi wilayah konservasi sebagai kawasan hijau yang terbebas dari bangunan.

"Kita bisa sebut dengan berdirinya bangunan di wilayah konservasi sebagai penyebab utama terjadinya penggerusan di aliran air permukaan yang masuk langsung ke dalam aliran air dalam yang sudah tidak dapat menampung air, sehingga menyebabkan terjadinya longsor di Puncak," katanya.

Sementara Eko Wiwit, Pemerhati Lingkungan Cianjur, menilai longsor di beberapa titik di Kawasan Hijau Bogor Puncak Cianjur (Bopuncur) termasuk di Puncak Pass, akibat ulah manusia yang tidak menghiraukan kondisi alam dan aturan yang telah dibuat.

"Kawasan hijau dan resapan air Bopuncur sudah diatur oleh payung hukum yang juga dibuat manusia namun masih dilanggar. Di kawasan Puncak banyak mata air, baik air yang mengalir di permukaan tanah maupun air resapan di bawah permukaan yang keberadaanya mulai terancam fungsi ekologinya," kata Eko.

Kawasan Puncak adalah bagian penyangga ekologi yang harus lebih didominasi hutan lindung dan diperuntukan sebagai kawasan pembangunan fisik terbatas.

"Presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno, lima tahun setelah kemerdekaan sudah memberikan pesan jelas di tugu yang dibuat pada tanggal 24 Maret 1955, dengan nama Kawasan Hutan Taruna Giri. Itu artinya kawasan Puncak sudah menjadi perhatian tokoh Indonesia jauh hari," katanya.

Saat ini, tambah dia, kawasan Puncak harus mulai dibenahi dengan cara menertibkan bangunan yang keberadaanya melanggar dan dibuat embung atau situ untuk penampungan air permukaan sehingga beban alam di kawasan tersebut berkurang dan kembalikan Puncak sebagai kawasan konservasi.

"Sudah cukup tutup mata semua pihak selama ini, segera lakukan restorasi kawasan Puncak menjadi kawasan fisik terbatas. Kembali ke aturan negara dan kearifan lokal, perbanyak penanaman pohon kembalikan kawasan sesuai fungsinya," katanya. 

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018