Antarajabar.com - RSUD Cianjur, Jawa Barat, mencatat pasien dengan gangguan jiwa dan masalah kejiwaan masuk dalam 10 besar terbanyak yang ditangani, sedangkan dokter spesialis yang ada hanya dua orang sudah memasuki masa pensiun.
        
Direktur RSUD Cianjur, Ratu Tri Yulia, pada wartawan Selasa, mengatakan, dokter spesialis jiwa di RSUD Cianjur hanya ada dua orang, berdasarkan standar pelayanan, dua dokter masih cukup untuk melayani pasien jiwa, meskipun keduanya mendekati masa pensiun.
        
"Kalau dari standar sudah cukup, tapi memang diupayakan penambahan dan merekrut yang baru karena dua dokter yang ada akan memasuki masa pensiun. Saat ini, cukup sulit mencari dokter spesialis, sehingga perlu waktu dan dioptimalkan yang ada," katanya.
        
Dia menjelaskan, penanganan gangguan jiwa dan masalah kejiwaan harus ditangani sejak dini di tingkat kecamatan dan desa, termasuk puskesmas berperan penting dalam mendeteksi dan menangani secara dini gangguan kejiwaan.
        
"Ketika ada warga yang terkena gangguan jiwa atau masalah kejiwaan harus segera dimonitor dan ditangani agar tidak bertambah parah, untuk itu perlu penanganan dini dari pelayanan dasar seperti di puskesmas," katanya.
        
Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar, mengatakan, gangguan jiwa terjadi karena banyak faktor, mulai dari urusan perasaan, tingkat keimanan yang kurang, hingga ekonomi, meskipun faktor ekonomi tidak menjadi faktor utama terganggunya jiwa seseorang.
        
"Butuh upaya penanganan dari segi agama, kalau akidahnya kuat, masalah apapun dapat ditangani dan tidak sampai terkena gangguan jiwa. Ekonomi pun tidak menjadi faktor utama, bisa saja karena urusan perasaan menjadi strees dan akhirnya gangguan kejiwaan," katanya.
        
Sementara Komunitas Sehat Jiwa (KSJ) Cianjur, mencatat ada 1300 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) melakukan konsultasi ke RSUD Cianjur serta psikiater setiap bulannya, dimana angka tersebut dianggap baru sebagian kecil yang mengidap kejiwaan, sebab banyak ODGJ dan ODMK di Cianjur yang tidak berobat karena masalah ekonomi.
        
Ketua Komunitas Sehat Jiwa (KSJ), Roy Anindityo, mengatakan, dari data yang dimiliki, setiap harinya ada 80 orang yang datang ke psikiater di RSUD Cianjut dan praktik dokter kejiwaan, sedangkan yang menebus obat ke apotik mencapai 100 orang setiap harinya.
        
"Jumlah tersebut menurun dari dibandingkan beberapa tahun terakhir, dimana angkanya mencapai 150 sampai 200 orang per hari. Jumlah tertinggi ketika sedang gencar dilakukan sosialisasi pengobatan ODGJ dan ODMK," katanya.
        
Bahkan, tutur dia, menurunnya jumlah yang konsultasi karena pasien tidak rutin berobat, kesadaran yang kembali menurun serta perekonomian yang melemah."Jadi bukan berarti angka yang konsul turun karena penderita ODGJ dan ODMK menurun, tapi karena tidak berkelanjutan," katanya.
        
Temuan pihaknya di lapangan, jumlah pengidap masalah kejiwaan baik yang ringan ataupun berat terus bertambah. Bahkan di wilayah tersebut, tambah dia, masih banyak ODGJ yang dipasung, dimana rata-rata dalam satu desa terdapat 12 ODGJ yang dipasung, meskipun pemerintah telah melarang adanya pemasungan.
        
"Sebagian besar warga menilai ODGJ yang meresahkan lebih baik dipasung, meskipun mengabaikan kebebasan yang menjadi hak mereka. Mereka tidak akan meresahkan asal menjalani pengobatan dan lingkungan mau menerima keberadaan ODGJ agar mempercepat proses penyembuhan," katanya.
        
Peran pemerintah khususnya dinas terkait dinilai masih minim, peran serta mereka masih belum terlihat, sehingga penanganan ODGJ di Cianjur masih terbatas.
        
"Di puskesmas ada tenaga kesehatan jiwa tapi karena tidak bekerja maksimal, sehingga banyak ODGJ yang dibiarkan," katanya.

    

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017