AntaraJabar.com - Setiap pekan terakhir di bulan Mei, advokasi kepedulian terhadap kesehatan organ ginjal digelar di Australia.

    Pada tahun ini kampanye dilakukan mulai 22 hingga 28 Mei, dan organisasi "Kidney Health Australia" merilis laporan sebaran perkiraan pasien secara nasional.

    Mengutip siaran pers CEO "Kidney Health Australia", Anne Wilson, Senin, penyakit ginjal kronis adalah persoalan yang semakin serius di negeri itu.

    Beban finansial akibat penyakit ini bukan main-main besarnya, mencapai empat miliar dolar Australia atau setara Rp40 triliun per tahun.

    Mahalnya pembiayaan ini tercermin dari jumlah pasien dengan permintaan layanan cuci darah yang telah menjadi alasan paling banyak orang dirawat di rumah sakit di seluruh Australia. Sepanjang tahun 2014-2015, tercatat 1,3 juta pendaftaran masuk rumah sakit adalah untuk cuci darah.

    Dilihat dari prevalensinya, mereka yang berlatar belakang suku pribumi Australia berpeluang menderita penyakit ginjal kronis dua kali lipat lebih besar dibandingkan non-pribumi.

    Lebih dari 1,7 juta orang dewasa Australia saat ini hidup dengan indikasi penyakit ginjal kronis, namun 90 persen di antara mereka tidak menyadari hal tersebut.

    Berdasarkan pemetaan lokasi pasien, diperkirakan di kawasan selatan kota Brisbane (Queensland) terdapat sekitar 96.200 orang yang mengalami penyakit ginjal kronis, lalu sebanyak 74.500 orang di kawasan Hunter utara Kota Sydney, dan bagian timur kota Melbourne ditaksir terdapat 63.400 orang.

    Sebagai penyakit dengan julukan "si pembunuh diam-diam", penyakit ginjal kronis bisa menimpa siapa saja. Penderita bahkan terkadang baru tersadar ginjalnya bermasalah ketika fungsi organ hanya tersisa 10 persen. 

    Orang dengan penyakit ginjal kronis memiliki resiko yang jauh lebih besar untuk mengalami penyakit-penyakit lain, termasuk 2-3 kali lebih besar resikonya untuk terkena serangan jantung. Peluang kematian juga 20 kali lebih besar daripada resiko kematian akibat cuci darah atau transplantasi ginjal.

    Data statistik Australia menunjukkan setiap 25 menit terjadi kematian yang terkait dengan penyakit ginjal kronis, angka ini 16 kali lipat lebih besar daripada angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya.

    Secara nasional diperkirakan setiap tahun terdapat 16.000 kasus baru orang dewasa yang mengalami penyakit ginjal kronis.

    Selain kampanye bergaya hidup sehat, pekan kesehatan ginjal juga diisi dengan promosi pemeriksaan fungsi ginjal. 

    "Sebab bila penyakit ginjal terdeteksi lebih awal, maka penyakit itu bisa ditunda perkembangannya ke taraf yang lebih parah hingga 50 persen," ujar Anne Wilson menjelaskan.

    "Itu sebabnya kami mendesak agar pemerintah federal membiayai pemeriksaan yang terintegrasi dengan dokter umum. Investasi deteksi dini penyakit ginjal kronis tidak hanya menekan biaya sistem kesehatan, tapi juga menunda kebutuhan untuk cuci darah, sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien," tambahnya.

    "Kidney Health Australia" mencantumkan di laman resminya beberapa hal yang patut dicermati setiap orang, tak pandang usia dan kelamin. Bila seseorang mengalami diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan jantung, atau pernah mengalami serangan stroke, maka ia harus segera menguji kondisi ginjalnya.

    Terlebih bila seseorang dengan kebiasaan merokok, berat badan terlalu gemuk, dan berusia di atas 60 tahun, pemeriksaan kondisi ginjal adalah hal yang sepatutnya menjadi prioritas.

    Anne Wilson menyebutkan kampanye pendidikan tentang ginjal sehat harus dilakukan sejak kanak-kanak, sebab konsumsi gula buatan yang berlebihan bisa memicu kerusakan ginjal.

    "Setiap anak yang meminum 600 ml minuman ringan sama dengan dengan menenggak 16 sendok teh gula. Bila terjadi secara terus menerus maka kesehatan mereka bisa terganggu dan berbagai resiko penyakit akan meningkat termasuk penyakit ginjal kronis," ujarnya.

    Dengan sistem air yang tersedia di rumah-rumah dan tempat umum di Australia secara gratis, sudah sepatutnya anak-anak dan orang dewasa mengkonsumsi lebih banyak air daripada minuman ringan bersoda.

    Lebih lanjut Anne, yang sudah menyatakan rencananya untuk mundur dari posisi yang telah diembannya selama beberapa belas tahun terakhir, menegaskan bahwa, "tantangan kita sekarang adalah mengalahkan dampak dari iklan jutaan dolar yang menggoda anak-anak dan remaja kita untuk meminum minuman ringan."

    Dalam kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Ahli Nefrologi Australia dan Selandia Baru, Dr Joshua Kausman, menjelaskan bahwa untuk mengatasi tren peningkatan penderita penyakit ginjal kronis dibutuhkan sedikitnya tiga langkah utama.

    Pertama adalah pendidikan soal kesehatan ginjal, kedua terkait dengan pelayanan terhadap pasien, dan yang terakhir adalah mengurangi resiko-resiko munculnya penyakit ginjal kronis.

    "Obesitas dan tekanan darah tinggi adalah dua faktor resiko yang paling utama dan perkembangan banyak penyakit komplikasi di usia dewasa, termasuk penyakit ginjal, tapi sering sekali penyakit ini berakar dari kebiasaan di masa kanak-kanak," tukasnya.

    "Sedari kecil, anak-anak harus diajarkan pola hidup hyang sehat untuk mencegah beraneka penyakit di usia tua," pungkasnya.

    Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan sekitar 10 persen dari populasi dunia menderita penyakit ginjal kronis dan diperkirakan angkanya bakal meningkat hingga 17 persen pada 10 tahun mendatang.

Bagaimana dengan Indonesia?

    Di Indonesia, prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Hasil studi epidemiologi Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2005 menunjukkan sebanyak 12,5 persen dari masyarakat diketahui mengidap penyakit ini. 

    Masih berdasarkan data Pernefri, sampai tahun 2012 pasien yang mengalami penyakit ini mencapai 100.000 orang.

    Berita Kantor Berita Antara di tahun 2013 menyebutkan bahwa sekitar 80.000 orang di Indonesia melakukan terapi cuci darah secara rutin dan setiap tahunnya terdapat 2.700 kasus baru pengidap gangguan ginjal kronis.

    Sebuah rumah sakit daerah di Tulungagung, Jawa Timur, mengaku kewalahan untuk melayani pasien yang membutuhkan layanan cuci darah. Setiap bulannya terdapat 20-30 pasien baru yang membutuhkan terapi tersebut, sementara alat yang dimiliki hanya 18 buah dan saat ini sudah menangani 152 orang pasien berobat rutin.

    "Tapi itu tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan, karena sebenarnya penderita gagal ginjal kronis itu (di Tulungagung) banyak sekali," kata Kepala Ruang Hemodialisa RSUD dr Iskak, Tulungagung, Tuhu Suwito (17/3/2016).



*Penulis adalah jurnalis Antara yang sedang menempuh pendidikan doktoral ilmu politik dan hubungan internasional di University of Western Australia, Perth.

Pewarta: Ella Syafputri Prihatini*)

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016