Berbagai harian utama di Australia, Selasa, tampil dengan menempatkan berita utama tentang pergantian perdana menteri di negeri itu.

Media di bawah bendera News Corp Australia, seperti, "The Australian", memasang judul "Turnbull's Triumph", dengan gambar Malcolm Turnbull berdiri berdampingan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Julie Bishop.

Koran lain dari grup media milik keluarga Murdoch, "The Courier Mail", memasang foto Malcolm dengan senyum lebar berjudul "Malcolm's Moment".

Sementara itu, koran "The Sydney Morning Herald" menampilkan halaman pertama "The Coup" dengan foto Abbott dan Turnbull berdiri berlawan arah, sementara koran "The Age" memilih tampilan Turnbull mengepalkan tangan tampak berorasi dengan judul "Prime Minister Malcolm Turnbull".

Yang mungkin "berbeda" hanyalah koran "NT News", terbitan wilayah utara Australia, dengan judul muka "Rich Dude Becomes PM" dan foto Turnbull berukuran kecil.

Malcolm Turnbull adalah pengusaha sukses sebelum terjun ke politik. Ia lulusan Australia dan Inggris, sempat menjadi wartawan, dan berhasil meraup kekayaan dari beraneka bisnis termasuk layanan surat elektronik pertama di Australia "OzEmail". Di tahun 1980 ia menikahi mantan putri Jaksa Agung dan tinggal di kawasan elit di Sydney, Wentworth.

Turnbull memiliki mesin politik yang tidak bisa dianggap sepele karena ia sempat menjadi pemimpin Partai Liberal di era PM Kevin Rudd, dan istrinya adalah wakil walikota Sydney periode 1999-2003 dan walikota Sydney 2003-2004.

Politik federal Australia tengah mengalami perubahan yang sangat besar, dan hal ini hanya terjadi dalam semalam.

Senin malam, Partai Liberal yang menaungi Tony Abbott dan Malcolm Turnbull, menggelar pemungutan suara terbatas yang hanya melibatkan para anggota parlemen dan senator di Canberra.

Sesaat sebelum pengambilan suara, Tony Abbott sempat menyampaikan ke media mendesak agar partainya tidak meniru Partai Buruh--yang mengganti perdana menteri yang sedang memimpin. Ia juga mengaku tetap optimis bakal menang, sebagaimana pada Februari lalu.

Namun pada kenyataannya Abbott hanya didukung 44 orang, sementara Turnbull meraup sokongan dari 54 orang.

Inilah yang masyarakat Indonesia tidak ketahui tentang politik Australia. Di negeri Kangguru yang penduduk aslinya adalah Aborigin, politik federal ditentukan oleh lobi partai politik. Siapa yang menjadi perdana menteri adalah dia yang dipilih menjadi ketua partai politik pemenang pemilu.

Dua tahun lewat, Partai Liberal mengalahkan Partai Buruh di pemilu federal. Tony Abbott adalah pemimpin Partai Liberal saat itu, sehingga ia pun diangkat sumpah sebagai Perdana Menteri ke-28 Australia.

Di sisi Partai Buruh, Julia Gillard sempat menjadi PM Australia setelah "kudeta" serupa terhadap Kevin Rudd. Gillard tercatat sebagai PM perempuan pertama dalam sejarah nasional Australia.

Hubungan Turnbull-Abbott terbilang unik. Mereka berdua terlibat dalam beberapa kali "pemilu terbatas intra-partai" untuk posisi pemimpin partai dan masing-masing pernah menang.

Di tahun 2009, Malcolm Turnbull dikalahkan oleh Tony Abbott ketika Partai Liberal menjadi partai oposisi. Dan semalam, Malcolm "membalasnya" berkat dukungan anggota parlemen dan senator yang di duduk di Canberra.

Tapi "kudeta" ala politik Australia sangat dipengaruhi oleh hasil survei popularitas pemerintahan, survei ekonomi, skandal, dan pemberitaan media.

Dalam pidato perpisahannya sebagai Perdana Menteri, Abbott secara tegas menyarankan agar media berhenti mencetak koran yang memuat berita dengan narasumber yang tidak mau disebutkan namanya.

"Ini adalah hari yang berat, tapi ketika Anda bergabung dalam permainan, Anda harus menerima aturan mainnya," kata Abbott seperti dikutip Perth Now.

Kegentingan kursi perdana menteri memanas ketika pemilihan di Canning, sebuah daerah di Australia Barat, memasuki masa kampanye. Abbott tercatat sudah datang dua kali ke Canning untuk mendukung jagoan Liberal di sana.

Data bahwa saat ini angka pengangguran di Australia merupakan yang terburuk dalam 20 tahun juga menjadi isu yang serius. Skandal terakhir yang membuat netizen ramai membahas performa Abbott adalah ketika dirinya tertawa mendengarkan lelucon Menteri Imigrasi Peter Dutton tentang perubahan iklim yang membuat kepala negara di Pasifik bisa kerepotan dan telat menghadiri rapat dengan pemimpin negara lain.

Lelucon ini tidak sengaja terdengar sebab Dutton dan Abbott nampaknya sesaat lupa bahwa ada alat kecil pengeras suara yang sudah terpasang dan menyala.

Rentetan peristiwa ini membuat beberapa anggota parlemen dari Liberal merasa sangat perlu mengganti pemimpin di partainya. Mereka yang mendorong agar Abbott digeser antara lain Senator Scott Ryan, wakil menteri Mitch Fifield, senator asal Queensland James McGrath, senator Australia Selatan Simon Birmingham, Menteri Pendidikan Christopher Pyne, Menteri Layanan Masyarakat Marise Payne, asisten Menteri Pertahanan Stuart Robert, dan Menlu Julie Bishop.

Di sisi Abbott, Premier Australia Barat Colin Barnett menilai penggantian posisi perdana menteri ini tak lebih dari aksi yang egois dan tidak setia kepada pemimpin.

Hal lain yang unik dari penggantian perdana menteri dalam semalam di Australia adalah bahwa Tony Abbott menjadi PM dengan durasi kekuasaan terpendek sejak William McMahon.

Abbott tidak berhak mendapat uang pensiun sebagai perdana menteri karena belum genap menjabat selama dua tahun, dan peringatan dua tahun Abbott sebagai PM sedianya terjadi hari Jumat besok.

Anggota parlemen yang mewakili daerah Warringah itu mulai menjadi anggota parlemen sejak 1994.

Ia adalah perdana menteri yang tidak pernah tinggal di kediaman resmi "the Lodge", karena bangunan itu sedang direnovasi. Alih-alih ia tinggal di gedung milik Polisi Federal Australia selama berdinas di Canberra.

Sementara itu Julia Gillard berkuasa 1 tahun dan tujuh hari lebih lama daripada Abbott, dan Kevin Rudd lebih lama 290 hari sebagai PM Australia jika dibandingkan dengan Abbott.


Pewarta: Ella Syafputri

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015