Antarajawabarat.com, 4/7 - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin memastikan bahwa Muhammadiyah akan merayakan Idul Fitri 1436 Hijriyah/2015 pada 17 Juni 2015.
"Memang bagi yang menggunakan perhitungan hisab seperti Muhamadiyah sudah dapat memastikan Idul Fitri pada 17 Juli 2015, 16 Juli malam mulai takbiran," kata Din Syamsudin usai menghadiri peresmian Pusat Halal Salman ITB di Bandung, Jumat.
Ia menuturkan, bagi ormas Islam yang menggunakan metode rukyat maka harus melihat dulu apakah pada 16 Juli malam atau maghrib, hilal sudah bisa dilihat di atas ufuk. Jika sudah bisa dilihat, maka akan berlebaran bersama.
"Namun bila enggak bisa keliatan apakah karena mendung atau lain-lain, maka pihak yang menggunakan rukyat ini akan menyempurnakan Ramadhan menjadi 30 hari berarti akan ber-Idul Fitri pada 18 juli," kata dia.
Pihaknya meminta setiap umat muslim tetap menjunjung tinggi toleransi jika penetapan Hari Raya Idul Fitri nanti berbeda.
"Toleransi saja. Ukhuwah islamiyah tetap dipelihara, kita kembangkan khususnya di Idul Fitri," kata dia.
Kemungkinan Berbeda
Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menuturkan adanya kemungkinan perbedaan tanggal perayaan hari Idul Fitri 1436 Hijriyah/2015 Masehi.
"Perbedaan ini karena ormas-ormas Islam masih menggunakan metode yang berbeda serta belum menyerahkan otoritas sepenuhnya untuk penetapan tanggal hari raya kepada pemerintah," kata Thomas.
Dikatakan dia, saat ini ada tiga jenis perhitungan/metode, yakni untuk Muhammadiyah memakai kriteria hilal, NU menggunakan ketinggian dua derajat dan Persis menggunakan beda tinggi empat derajat.
Menurut dia, posisi bulan pada tanggal 16 Juli nanti sudah lebih dari dua derajat tetapi masih kurang dari empat derajat sehingga menurut ormas Muhammadiyah sudah pasti Idul Fitri akan berlangsung pada 17 Juli.
"Sedangkan untuk NU di kalender-nya 17 Juli, tetapi NU akan menunggu kesaksian hilal. Padahal hilal saat itu masih rendah, sulit sekali diamati, potensi gagal ada. Sementara menurut Persis, itu belum masuk. Jadi kalau kalender Persis itu lebaran 18 Juli," kata dia.
"Sehingga masih terbuka kemungkinan tanggal 17 atau 18 Juli 2015. Sidang isbat itu tidak bisa ditebak," katanya.
Hasil rukyat, menurut Thomas, juga tidak bisa ditebak secara astronomi ada kemungkinan gagal sehingga memang masih ada kemungkinan Lebaran di tanggal 17 atau 18 Juli 2015.
Ia mengatakan, untuk menyikapi perbedaan tersebut ada cita-cita untuk memiliki kalender Islam tunggal yang mapan dengan syarat ada otoritas tunggal, ada kriteria yang disepakati dan ada batas wilayah.
"Untuk batas wilayah sudah disepakati, kriteria masih dalam proses penyatuan. Otoritas, belum, masing-masing ormas masih menjadikan otoritasnya adalah pimpinan ormas," kata dia.
Menurut dia, untuk menjadikan sistem kalender Islam ini menjadi kalender yang mapan dan memberi kepastian ini yang paling utama untuk disepakati adalah otoritas tunggal.
"Jadi di dalam hal ini otoritas tunggal adalah pemerintah. Kalau ini disepakati maka saat sidang isbat ketika terjadi perbedaan, maka keputusan pemerintah yang akan diambil. Ada otoritas tunggal, itu ingin menyelesaikan ketika ada perbedaan seperti potensi ini dan juga saat Idul Adha," katanya.
Karena itu, walaupun ada potensi perbedaan namun, dia tetap berharap ormas-ormas Islam yang dapat dapat mulai menyatukan diri dalam sidang isbat tahun ini.
"Ketika sidang isbat nanti akan diujikan apa mau mewujudkan kalender yang mapan atau tidak. Kalau iya maka butuh kelapangan dada dari ormas. Untuk mengalah, terlepas politik dan lainnya," kata dia.
Lapan, menurut dia, sudah melakukan pendekatan dan sosialisasi dimana ormas-ormas ini telah mempertimbangkan adanya otoritas tunggal.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015
"Memang bagi yang menggunakan perhitungan hisab seperti Muhamadiyah sudah dapat memastikan Idul Fitri pada 17 Juli 2015, 16 Juli malam mulai takbiran," kata Din Syamsudin usai menghadiri peresmian Pusat Halal Salman ITB di Bandung, Jumat.
Ia menuturkan, bagi ormas Islam yang menggunakan metode rukyat maka harus melihat dulu apakah pada 16 Juli malam atau maghrib, hilal sudah bisa dilihat di atas ufuk. Jika sudah bisa dilihat, maka akan berlebaran bersama.
"Namun bila enggak bisa keliatan apakah karena mendung atau lain-lain, maka pihak yang menggunakan rukyat ini akan menyempurnakan Ramadhan menjadi 30 hari berarti akan ber-Idul Fitri pada 18 juli," kata dia.
Pihaknya meminta setiap umat muslim tetap menjunjung tinggi toleransi jika penetapan Hari Raya Idul Fitri nanti berbeda.
"Toleransi saja. Ukhuwah islamiyah tetap dipelihara, kita kembangkan khususnya di Idul Fitri," kata dia.
Kemungkinan Berbeda
Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menuturkan adanya kemungkinan perbedaan tanggal perayaan hari Idul Fitri 1436 Hijriyah/2015 Masehi.
"Perbedaan ini karena ormas-ormas Islam masih menggunakan metode yang berbeda serta belum menyerahkan otoritas sepenuhnya untuk penetapan tanggal hari raya kepada pemerintah," kata Thomas.
Dikatakan dia, saat ini ada tiga jenis perhitungan/metode, yakni untuk Muhammadiyah memakai kriteria hilal, NU menggunakan ketinggian dua derajat dan Persis menggunakan beda tinggi empat derajat.
Menurut dia, posisi bulan pada tanggal 16 Juli nanti sudah lebih dari dua derajat tetapi masih kurang dari empat derajat sehingga menurut ormas Muhammadiyah sudah pasti Idul Fitri akan berlangsung pada 17 Juli.
"Sedangkan untuk NU di kalender-nya 17 Juli, tetapi NU akan menunggu kesaksian hilal. Padahal hilal saat itu masih rendah, sulit sekali diamati, potensi gagal ada. Sementara menurut Persis, itu belum masuk. Jadi kalau kalender Persis itu lebaran 18 Juli," kata dia.
"Sehingga masih terbuka kemungkinan tanggal 17 atau 18 Juli 2015. Sidang isbat itu tidak bisa ditebak," katanya.
Hasil rukyat, menurut Thomas, juga tidak bisa ditebak secara astronomi ada kemungkinan gagal sehingga memang masih ada kemungkinan Lebaran di tanggal 17 atau 18 Juli 2015.
Ia mengatakan, untuk menyikapi perbedaan tersebut ada cita-cita untuk memiliki kalender Islam tunggal yang mapan dengan syarat ada otoritas tunggal, ada kriteria yang disepakati dan ada batas wilayah.
"Untuk batas wilayah sudah disepakati, kriteria masih dalam proses penyatuan. Otoritas, belum, masing-masing ormas masih menjadikan otoritasnya adalah pimpinan ormas," kata dia.
Menurut dia, untuk menjadikan sistem kalender Islam ini menjadi kalender yang mapan dan memberi kepastian ini yang paling utama untuk disepakati adalah otoritas tunggal.
"Jadi di dalam hal ini otoritas tunggal adalah pemerintah. Kalau ini disepakati maka saat sidang isbat ketika terjadi perbedaan, maka keputusan pemerintah yang akan diambil. Ada otoritas tunggal, itu ingin menyelesaikan ketika ada perbedaan seperti potensi ini dan juga saat Idul Adha," katanya.
Karena itu, walaupun ada potensi perbedaan namun, dia tetap berharap ormas-ormas Islam yang dapat dapat mulai menyatukan diri dalam sidang isbat tahun ini.
"Ketika sidang isbat nanti akan diujikan apa mau mewujudkan kalender yang mapan atau tidak. Kalau iya maka butuh kelapangan dada dari ormas. Untuk mengalah, terlepas politik dan lainnya," kata dia.
Lapan, menurut dia, sudah melakukan pendekatan dan sosialisasi dimana ormas-ormas ini telah mempertimbangkan adanya otoritas tunggal.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015