Badan Pusat Statistik menilai, deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut di sepanjang 2024 utamanya disebabkan oleh pasokan yang berlimpah.

Diketahui, BPS mencatat tingkat deflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) Agustus 2024 sebesar 0,03 persen. Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,12 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,06.

Terkait dengan adanya pelemahan daya beli masyarakat, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan perlunya kajian lebih lanjut.

"Saya tegaskan kembali bahwa fenomena deflasi empat bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply, artinya masih terjadi di sisi penawaran. Jika hal ini kemudian (dipengaruhi) pada pendapatan masyarakat, maka kita perlu kaji lebih lanjut untuk bisa membuktikan asumsi tersebut," kata Pudji saat konferensi pers rilis BPS di Jakarta, Senin.

Pudji menjelaskan, tren deflasi yang terjadi juga didukung oleh penurunan harga pangan seperti produk hortikultura dan peternakan. Penurunan ini disebabkan karena biaya produksi yang kian menurun, sehingga turut berdampak terhadap menurunnya harga akhir di tingkat konsumen.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab deflasi adalah musim panen raya.

"Ini juga karena seiring dengan adanya panen raya ya, sehingga pasokannya berlimpah dan akibatnya harganya juga ikut turun," jelasnya.

Lebih lanjut, Pudji mengatakan bahwa fenomena deflasi selama empat bulan berturut-turut tahun ini bukan pertama kali terjadi.

Pasca krisis finansial Asia tahun 1997, Indonesia pernah mengalami deflasi selama tujuh bulan berturut-turut yakni bulan Maret 1999 sampai dengan September 1999. Pada saat itu, deflasi lebih diakibatkan depresiasi nilai tukar serta penurunan harga beberapa jenis barang.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPS menilai deflasi 4 bulan berturut-turut disebabkan suplai melimpah

Pewarta: Bayu Saputra

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024