Platform media sosial TikTok menanggapi aturan terbaru soal social commerce yang baru dikeluarkan, mereka berharap Pemerintah mempertimbangkan dampaknya terhadap penjual.

"Kami akan tetap menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, namun, kami juga berharap Pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop," kata juru bicara TikTok Indonesia dalam pesan elektronik di Jakarta, Senin malam.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 yang baru saja direvisi melarang platform social commerce memfasilitasi perdagangan. Platform itu hanya bisa mempromosikan barang dan jasa, namun, tidak bisa membuka fasilitas transaksi.

TikTok Indonesia mengaku menerima keluhan dari penjual yang meminta kejelasan setelah aturan baru itu diumumkan hari ini.

"Perlu kami tegaskan kembali bahwa social commerce lahir sebagai solusi bagi masalah nyata yang dihadapi UMKM untuk membantu mereka berkolaborasi dengan kreator lokal guna meningkatkan traffic ke toko online mereka," kata TikTok Indonesia.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan platform social commerce ibarat televisi, bisa mempromosikan barang atau jasa, namun, tidak bisa digunakan untuk bertransaksi.

"(Social commerce) tak bisa jualan, tak bisa terima uang. Jadi, dia semacam platform digital, tugasnya mempromosikan," kata Mendag.

Revisi Permendag Nomor 50 juga melarang penjualan barang impor dengan harga di bawah 100 dolar Amerika Serikat.

Melindungi Pelaku Usaha Dalam Negeri

Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya menyebutkan adanya aturan terkait pengendalian niaga elektronik atau "e-commerce" berbasis media sosial memberikan perlindungan kepada pelaku usaha dalam negeri.

Peneliti senior PPKE FEB Universitas Brawijaya Joko Budi Santoso kepada ANTARA di Kota Malang, Jawa Timur, Senin, mengatakan bahwa rencana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menyiapkan aturan untuk pengendalian niaga elektronik merupakan kebutuhan mendesak.

"Kebutuhan mendesak untuk merevisi aturan atau menerbitkan aturan baru untuk mengatur niaga elektronik, dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri dalam negeri," kata Joko Budi.

Ia menjelaskan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik harus segera dilakukan.

Menurutnya, dengan adanya perlindungan kepada pelaku UMKM dan industri dalam negeri, pada akhirnya juga mampu sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, mengingat sektor "e-commerce" berbasis media sosial juga harus mengikuti aturan perpajakan.

"Kebijakan itu juga akan memberikan perlindungan pada konsumen terkait kualitas produk yang aman seperti penerapan sertifikasi BPOM, sertifikasi halal dan sertifikasi produk impor lainnya," katanya.

Ia menambahkan, perlindungan kepada pelaku UMKM dan industri dalam negeri tersebut perlu dilakukan mengingat kemampuan produksi negara besar seperti China untuk memasok barang ke Indonesia melalui e-commerce berbasis media sosial, sangat besar dengan harga murah.

"Algoritma TikTok juga dapat berpengaruh secara psikologis kepada perilaku masyarakat dari berbelanja 'offline' menjadi 'online', karena sering munculnya iklan produk dan tren produk tersebut," katanya.


Keberadaan aplikasi TikTok yang merupakan e-commerce berbasis media sosial tersebut, memang memberikan dua sisi yang saling bertolak belakang. Sisi pertama, keberadaan TikTok bisa memperluas pemasaran produk UMKM dengan biaya cukup murah.

Namun, pada sisi lain, bisa menjadi musibah bagi pelaku UMKM jika tidak mampu adaptif terhadap perkembangan teknologi yang sangat cepat, termasuk meredupnya industri dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan produk murah buatan China.

"Dampak lain, meredupnya industri dan UMKM dalam negeri ketika harga produknya kalah bersaing dengan produk impor dari China," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dampak bisnis e-commerce, salah satunya TikTok Shop, telah membuat penjualan serta produksi di lingkup usaha mikro, kecil dan menengah hingga pasar konvensional anjlok.

Presiden menilai seharusnya TikTok berperan hanya sebagai media sosial, bukan ekonomi media. Karena persaingan harga di e-commerce tersebut, Presiden menegaskan bahwa Pemerintah telah menyiapkan aturan untuk mengendalikan niaga elektronik.

Kementerian Perdagangan menyatakan terkait aturan detail mengenai aktivitas bisnis TikTok Shop akan dimasukkan dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.

Kemendag menegaskan tidak melarang TikTok Shop di Indonesia, namun akan mengatur aturan bisnis yang setara dengan platform lainnya.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: TikTok tanggapi aturan terbaru soal "social commerce"

Pewarta: Natisha Andarningtyas

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023