Penandatanganan kontrak mega bintang peraih gelar lima Ballon D’or, Cristiano Ronaldo, dengan klub Al-Nassr pada bursa transfer Januari lalu bukanlah sebuah akhir dari kedatangan pemain-pemain kelas dunia menuju tanah Arab.

Kehadiran kapten tim nasional Portugal itu justru merupakan Langkah awal bagi klub-klub Saudi Pro League atau Liga Arab untuk bersolek agar dilihat pesonanya oleh jutaan mata dunia.

Cristiano Ronaldo didatangkan oleh Al-Nassr secara gratis karena statusnya diputus kontrak oleh Manchester United. Ronaldo diikat kontrak mewah dengan durasi 2,5 tahun dengan nilai kontrak mencapai Rp3,3 trilliun per tahun.

Di bursa transfer musim panas ini, bukan hanya Al-Nassr saja yang merias diri dengan mendatangkan pemain-pemain kelas dunia, seperti Marcelo Brozovic dari Inter Milan yang ditebus seharga 18 juta Euro, tetapi tim-tim lain pun melakukannya.

Juara bertahan Saudi Pro League Al Ittihad berhasil memboyong kapten Real Madrid Karim Benzema, gelandang Chelsea N’Golo Kante dan winger potensial Benfica Joao Filipe atau Jota.

Lalu pergerakan Al-Ahli yang mendatangkan penyerang Liverpool Roberto Firmino dan kiper Chelsea Edouard Mendy. Sedangkan Al-Hilal melakukan perombakan tim dengan memboyong bek Chelsea Kalidou Koulibaly, gelandang Wolverhampton Ruben Neves dan baru-baru ini telah mencapai kesepakatan dengan gelandang Lazio Sergej Milankovic Savic.

Langkah klub-klub sepak bola Arab Saudi mendatangkan pemain bintang dunia tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi membuat sejumlah kebijakan yang membuat liga yang saat ini berada di peringkat satu Asia itu semakin dilirik oleh penjuru mata dunia.
 


Campur tangan pemerintah Arab Saudi

Kemunculan klub-klub Saudi Pro League yang mempunyai kesehatan finansial sehingga mampu mengontrak pemain-pemain kelas dunia sedikit banyak merupakan campur tangan dari pemerintah Arab Saudi yang menginginkan pengembangan sepak bola di negara petro dolar tersebut.

Paling tidak ada dua kebijakan pemerintah yang memberi ruang masuknya mega bintang ke Arab Saudi. Pertama, pemerintah Arab Saudi meneken kebijakan privatisasi yang memberikan kebebasan untuk klub-klub Saudi Pro League dikelola selayaknya perusahaan dalam dunia bisnis. Kedua, klub-klub di Arab Saudi akan terhindar dari Financial Fair Play (FFP) karena tidak ada batasan untuk melakukan investasi.

Proses tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan olahraga dengan menarik investasi lebih lanjut termasuk kemungkinan adanya keterlibatan di sektor swasta untuk klub-klub Saudi Pro League.

Rencana jangka Panjang pemerintah Arab Saudi yaitu berpusat pada tiga misi: menciptakan lingkungan investasi yang menarik, meningkatkan tata kelola klub-klub agar menjadi lebih profesional dan meningkatkan daya saing melalui pembangunan infrastruktur.

Saat ini pendatangan bintang-bintang sepak bola dunia ditujukan untuk meningkatkan sisi komersial liga yang mempunyai target untuk masuk ke dalam sepuluh liga terbaik dunia. Saudi Super League sudah mulai memetik hasil dari sisi komersial dengan penandatanganan hak siar penayangan liga yang ditayangkan ke sejumlah negara-negara lain.

Pemerintah Arab Saudi belajar dari masa lalu, dimana banyak klub-klub Saudi Pro League yang terlilit utang hingga melibatkan negara untuk menyelesaikan penghapusan utang, dengan membuka keterlibatan sektor-sektor swasta untuk berinvestasi kepada klub-klub.

“Ada keterlibatan negara yang signifikan dalam klub sepak bola di masa lalu, terutama dalam penghapusan utang bahkan hingga tahun 2022. Sekarang mereka (Saudi Pro League) mengubah secara budaya manajemen klub dari bergantung kepada negara menjadi organisasi yang lebih strategis dan bisnis yang jauh lebih bertujuan,” kata Profesor ekonomi olahraga dan geopolitik SKEMA Business School Simon Chadwick seperti dilansir Al-Jazeera.


Baru-baru ini Public Investment Fund atau Dana Investasi Publik (PIF) yang berada di bawah kendali Putra Mahkota Mohammed bin Salman akan mengambil alih saham mayoritas dari empat klub besar di liga domestik yaitu Al Nassr, Al Hilal, Al Ittihad dan Al Ahli.

Dengan kepemilikan PIF, keempat klub itu mempunyai dana besar untuk mendatangkan pemain-pemain berlabel bintang dalam setiap bursa transfer pemain yang berlangsung. Terlebih dengan aturan yang membebaskan penanaman investasi, keempat klub itu seakan tidak perlu merisaukan mengenai pelanggaran FFP yang kini tengah melilit sejumlah klub-klub besar Eropa diantaranya Paris Saint Germain (PSG).

Langkah ini juga merupakan satu gagasan besar untuk menumbuhkan pendapatan dari Saudi Pro League yang pada tahun ini memperoleh pendapatan sebesar 120 juta Dollar menjadi naik sebesar 480 juta Dollar pada tahun 2030. Sementara nilai liga diharapkan tumbuh menjadi sekitar 2,14 miliar Dollar AS pada tahun yang sama.

 

Projek Ambisius

Eksodus kedatangan pemain bintang ke liga ibarat pisau bermata dua. Memang secara segi komersial dan pendapatan liga dapat tumbuh pesat. Namun berkaca dari Liga China yang menerapkan strategi yang tak jauh beda dengan Arab Saudi kini seperti telah ditelan gelombang karena tidak mampu bersaing dengan liga-liga top Eropa. Bahkan pesona dari J-League atau Liga Jepang justru eksotis dengan mengandalkan pembinaan pemain-pemain home grown dan tata kelola liga yang tak kalah dibanding liga di Eropa.

Ekspansi sepak bola yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi tak ayal bisa menjadi bumerang yang dapat menyerang balik apabila tidak berbanding lurus dengan prestasi sepak bola tim nasional mereka. Ke depan Arab Saudi akan menjadi tuan rumah Piala Asia 2027 dan akan mencoba mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2030.

Menarik untuk melihat yang akan terjadi dengan prospek jangka panjang dari kebijakan pemerintah Arab Saudi dalam mengurus tata kelola sepak bola dalam jangka lima hingga sepuluh tahun ke depan.

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Campur tangan pemerintah Arab Saudi dalam arus masuk pemain bintang

Pewarta: Fajar Satriyo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023