Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) RI menyatakan hingga saat ini belum ada kota/kabupaten layak anak di Indonesia.
"Yang paling tinggi itu (baru) kategori utama, belum ada yang KLA (kota layak anak)," kata Analis Kebijakan Muda KemenPPPA Andi Nirmalasari dalam media talk, di Jakarta, Jumat.
Andi Nirmalasari pun meluruskan pemberitaan media beberapa waktu lalu yang menyebut salah satu kota sebagai kota layak anak.
"Misalnya seperti Kota Depok, itu belum KLA, jadi sebenarnya terjebak dengan identitas KLA-nya itu ya. Padahal sampai saat ini pun kita belum menetapkan KLA, belum ada," kata dia.
Pada akhir Juli 2023 mendatang, KemenPPPA RI akan memberikan penghargaan kepada kabupaten/kota yang memenuhi indikator-indikator KLA.
Acara pemberian penghargaan itu nantinya akan diadakan di Kota Semarang, Jawa Tengah, bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional.
"Rencananya di Semarang. Jadi ini rangkaian memperingati Hari Anak Nasional," kata Andi Nirmalasari.
Adapun kategori dan bobot penilaian KLA sebagai berikut, yakni kategori pratama dengan bobot nilai 500-600, kategori Madya dengan bobot nilai 601-700.
Kategori nindya dengan bobot nilai 701-800, kategori utama dengan bobot nilai 801-900, dan kategori KLA dengan bobot nilai 901-1.000.
Pada tahun 2022, tercatat penerima penghargaan KLA tingkat pratama ada 121 kabupaten/kota, tingkat madya ada 117 kabupaten/kota, tingkat nindya ada 66 kabupaten/kota, dan tingkat utama ada delapan kabupaten/kota.
Bandung KLA
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat optimistis meraih predikat tertinggi atau nindya, dalam evaluasi kota layak anak (KLA) yang kini tengah dalam tahap verifikasi lapangan.
Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan bahwa Pemkot Bandung akan mencoba semaksimal mungkin memenuhi kekurangan data yang masih dibutuhkan, mengingat berdasarkan hasil sementara, verifikasi administrasi KLA tahun 2023 mendapatkan poin 641,92 dengan usulan predikat kategorinya adalah madya.
"Tim kami akan memenuhi apa yang semestinya dilakukan oleh Kota Bandung untuk bisa benar-benar menghadirkan kota layak anak," kata Ema di Balai Kota Bandung, Jumat.
Menurut Ema, unsur penilaian KLA harus didapatkan secara objektif, mampu dipertanggungjawabkan, dan bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, yang akhirnya anak-anak di Kota Bandung juga merasa terayomi dan memiliki harapan kehidupan yang lebih baik.
"Peraturan daerah (perda) dan peraturan wali kota (perwal) sudah ada, kemudian berkenanaan dengan catatan sipil untuk anak di Kota Bandung sudah semakin meningkat. Kami pun sekarang sedang mengoptimalkan kartu identitas anak (KIA) yang memberikan nilai manfaat untuk kehidupan anak," ucapnya.
Ema mengaku selalu mendengarkan aspirasi mengenai anak-anak di Kota Bandung, sehingga diharapkan antara regulasi dari pemerintah dan kebutuhan anak bisa menjadi satu kesatuan yang bersinergi.
"Meski ini masih progres, belum terselesaikan 100 persen, tapi kita harus betul-betul fokuskan agar harapan hidup anak ke depan bisa lebih baik, generasi penerusnya pun bertumbuh dan berkembang dengan baik," ucapnya.
Bahkan, Ema menjabarkan, di dalam APBD Kota Bandung, anggaran untuk program rawan melanjutkan pendidikan (RMP) setiap tahun tergolong cukup besar, yakni mencapai Rp100 miliar-Rp120 miliar.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati mengatakan, proporsi anggaran KLA terhadap APBD sebesar 22,87 persen, atau Rp1,3 miliar, bahkan aspirasi anak juga direalisasikan dalam berbagai program.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KemenPPPA: Belum ada kabupaten/kota yang terkategori layak anak
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Yang paling tinggi itu (baru) kategori utama, belum ada yang KLA (kota layak anak)," kata Analis Kebijakan Muda KemenPPPA Andi Nirmalasari dalam media talk, di Jakarta, Jumat.
Andi Nirmalasari pun meluruskan pemberitaan media beberapa waktu lalu yang menyebut salah satu kota sebagai kota layak anak.
"Misalnya seperti Kota Depok, itu belum KLA, jadi sebenarnya terjebak dengan identitas KLA-nya itu ya. Padahal sampai saat ini pun kita belum menetapkan KLA, belum ada," kata dia.
Pada akhir Juli 2023 mendatang, KemenPPPA RI akan memberikan penghargaan kepada kabupaten/kota yang memenuhi indikator-indikator KLA.
Acara pemberian penghargaan itu nantinya akan diadakan di Kota Semarang, Jawa Tengah, bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional.
"Rencananya di Semarang. Jadi ini rangkaian memperingati Hari Anak Nasional," kata Andi Nirmalasari.
Adapun kategori dan bobot penilaian KLA sebagai berikut, yakni kategori pratama dengan bobot nilai 500-600, kategori Madya dengan bobot nilai 601-700.
Kategori nindya dengan bobot nilai 701-800, kategori utama dengan bobot nilai 801-900, dan kategori KLA dengan bobot nilai 901-1.000.
Pada tahun 2022, tercatat penerima penghargaan KLA tingkat pratama ada 121 kabupaten/kota, tingkat madya ada 117 kabupaten/kota, tingkat nindya ada 66 kabupaten/kota, dan tingkat utama ada delapan kabupaten/kota.
Bandung KLA
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat optimistis meraih predikat tertinggi atau nindya, dalam evaluasi kota layak anak (KLA) yang kini tengah dalam tahap verifikasi lapangan.
Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan bahwa Pemkot Bandung akan mencoba semaksimal mungkin memenuhi kekurangan data yang masih dibutuhkan, mengingat berdasarkan hasil sementara, verifikasi administrasi KLA tahun 2023 mendapatkan poin 641,92 dengan usulan predikat kategorinya adalah madya.
"Tim kami akan memenuhi apa yang semestinya dilakukan oleh Kota Bandung untuk bisa benar-benar menghadirkan kota layak anak," kata Ema di Balai Kota Bandung, Jumat.
Menurut Ema, unsur penilaian KLA harus didapatkan secara objektif, mampu dipertanggungjawabkan, dan bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, yang akhirnya anak-anak di Kota Bandung juga merasa terayomi dan memiliki harapan kehidupan yang lebih baik.
"Peraturan daerah (perda) dan peraturan wali kota (perwal) sudah ada, kemudian berkenanaan dengan catatan sipil untuk anak di Kota Bandung sudah semakin meningkat. Kami pun sekarang sedang mengoptimalkan kartu identitas anak (KIA) yang memberikan nilai manfaat untuk kehidupan anak," ucapnya.
Ema mengaku selalu mendengarkan aspirasi mengenai anak-anak di Kota Bandung, sehingga diharapkan antara regulasi dari pemerintah dan kebutuhan anak bisa menjadi satu kesatuan yang bersinergi.
"Meski ini masih progres, belum terselesaikan 100 persen, tapi kita harus betul-betul fokuskan agar harapan hidup anak ke depan bisa lebih baik, generasi penerusnya pun bertumbuh dan berkembang dengan baik," ucapnya.
Bahkan, Ema menjabarkan, di dalam APBD Kota Bandung, anggaran untuk program rawan melanjutkan pendidikan (RMP) setiap tahun tergolong cukup besar, yakni mencapai Rp100 miliar-Rp120 miliar.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati mengatakan, proporsi anggaran KLA terhadap APBD sebesar 22,87 persen, atau Rp1,3 miliar, bahkan aspirasi anak juga direalisasikan dalam berbagai program.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KemenPPPA: Belum ada kabupaten/kota yang terkategori layak anak
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023