Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memasukkan risiko bencana ke dalam rencana pembangunan sehingga jelas lokasi rawan bencana yang tidak boleh menjadi sasaran investasi.

“Daerah itu harus memasukkan risiko bencana dalam rencana pembangunannya, dalam rencana investasinya. Ada perencanaannya,” kata Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Penanggulangan Bencana, di Jakarta, Kamis.

Dengan masuknya risiko bencana ke dalam rencana pembangunan, kata Jokowi, maka terdapat informasi yang jelas lokasi yang boleh atau tidak menjadi sasaran pembangunan.
 

Hal tersebut, kata Jokowi, juga akan memudahkan petugas di lapangan untuk menindak pembangunan yang melanggar rencana tata ruang daerah, dan berisiko meningkatkan risiko bencana.

“Pelaksanaan terutama nih betul-betul di lapangan ada orang mau bangun, ‘eh gak boleh’, ada mau bangun ‘eh ini rawan tanah longsor gak boleh’,” kata dia.

Jokowi menjelaskan dirinya sering melihat bangunan-bangunan yang berdiri di dekat sungai padahal lokasi tersebut setiap tahun merupakan daerah banjir.

“Jelas-jelas ada sungai yang setiap tahun banjir di pinggirnya malah ada bangunan-bangunan, berbondong-bondong orang mendirikan bangunan di situ dan dibiarkan. Ini yg sering saya lihat di lapangan,” kata dia.

Maka itu, Jokowi juga meminta agar Pemda melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) mengawasi pelaksanaan pembangunan.

“Saya lihat Bappeda itu ada, gunanya Bappeda itu kan perencanaan. Tapi kadang-kadang suka ada perencanaan tapi implementasi di lapangan tidak dimonitor tidak dikontrol. Kelemahan kita di situ,” kata Presiden Jokowi.


Turut hadir dalam Rakornas Penanggulangan Bencana yakni para menteri Kabinet Indonesia Maju, para kepala daerah dan seluruh unsur pimpinan daerah, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Kepala BNPB Letjen TNI Surahyanto dan pejabat terkait lainnya.


Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyinggung rumitnya aturan dari Pemerintah Daerah saat terjadi bencana sehingga mengakibatkan bantuan kebencanaan hanya melintas namun tak kunjung dibagi kepada masyarakat korban.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana di JI-Expo Kemayoran Jakarta, Kamis.

"Biasanya saya lihat di lapangan (bantuan) semuanya ditumpuk, di posko ditumpuk, di kelurahan ditumpuk. Lalu lalang truk membawa bantuan, masyarakat yang terkena bencana melihat, hanya melihat, tapi tidak pernah dibagi," kata Jokowi.

Presiden mengungkapkan banyak bantuan sumbangan dari masyarakat yang dikumpulkan terlebih dahulu di kantor kecamatan, kelurahan atau posko terjadinya bencana, namun bantuan tersebut tidak langsung didistribusikan karena adanya prosedur yang harus dilewati.

Menurut Jokowi, jangan sampai masyarakat kesulitan menerima bantuan, apalagi mereka sudah kehilangan anggota keluarga dan mata pencaharian usai bencana.

"Meski saat itu enggak bisa dipakai tapi yang penting bisa dipegang, sebagai hiburan pas ada bencana. Wah saya ada beras, ada Supermi, hanya lewat bantuan di depan mata, lewat tiga kali tapi enggak pernah dibagi," katanya.

Oleh sebab itu, Presiden menekankan kepada pemerintah daerah, termasuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menyederhanakan peraturan atau prosedur pembagian bantuan kemanusiaan.

Namun di sisi lain, manajemen pembagian bantuan harus tetap diperhatikan di lapangan agar tepat sasaran.

"Kita itu kok buat aturan semakin banyak aturan semakin senang. Sederhanakan, buat yang paling 'simple' sehingga uang atau bantuan bisa segera masuk ke masyarakat, tapi dikontrol betul. Dalam posisi kebencanaan, kecepatan itu dibutuhkan," kata Presiden.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jokowi minta Pemda masukkan risiko bencana ke rencana pembangunan

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023