Antarajawabarat.com,30/4 - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kenaikan harga BBM subsidi akan dilakukan setelah penetapan APBN Perubahan 2013 dengan DPR.
"Jika ada kenaikan harga BBM, maka program kompensasi harus siap. Dananya juga sudah tersedia. Karenanya, kami berharap APBNP segera selesai Mei ini," katanya saat berpidato dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa.
Menurut Presiden, penetapan APBNP diperlukan karena menyangkut alokasi dana kompensasi yang akan disediakan sebagai akibat kenaikan harga BBM.
"Begitu dana kompensasinya sudah siap, maka bisa langsung (diterapkan kenaikan harga BBM). Tidak boleh ada 'gap'," katanya.
Presiden melanjutkan, "Jika DPR sepakat Mei ini. Berarti dana sudah siap. Kalau sudah siap, maka kenaikan akan segera diberlakukan."
Menurut dia, pemerintah sudah menyiapkan bentuk-bentuk kompensasi yang akan disampaikan ke DPR.
Ada empat bentuk kompensasi yakni bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) berupa transfer dana tunai, beras miskin, bea siswa yang diberikan secara tunai, dan program keluarga harapan (PKH).
Selain itu, lanjut Presiden, juga akan ada bantuan kepada masyarakat yang dikeluarkan melalui kementerian dan pemerintah daerah.
"Di samping bantuan pasar murah oleh BUMN dan swasta," ujarnya.
Untuk besaran kompensasi, lanjut Presiden, tergantung ketersediaan dana di APBN.
"Lihat kantong. Berapa dana yang ada di APBN," ujarnya.
Namun, Presiden tidak menjelaskan besar kenaikan harga BBM.
"Kenaikannya akan dilakukan secara terbatas dan terukur. Tidak naik sampai harga keekonomian, karena saya tahu UU dan putusan MK. Jika ada kenaikan, maka harus terbatas dan terukur," katanya.
Ia mengatakan, kalau harga BBM dinaikkan, maka fiskal dan APBN sehat, perekonomian aman, ketahanan ekonomi terjaga, ada lebih banyak biaya buat kesejahteraan rakyat, pengurangan kemiskinan, dan biaya infrastruktur, dan subsidi menjadi lebih adil.
Pada kesempatan itu, Presiden juga membantah jika pemerintah lambat mengambil keputusan soal BBM.
"Saya konsisten dari tahun ke tahun. Kenaikan adalah jalan terakhir, jika memang tidak ada opsi lain. Karena ada dampak akibat kenaikan itu," katanya.
Defisit
Presiden juga mengatakan, kalau tidak ada perbaikan subsidi, maka defisit bisa lebih besar dari tiga persen dan berarti melanggar UU APBN, disamping ketahanan ekonomi terganggu.
Subsidi yang besar juga mengakibatkan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, pengurangan kemiskinan, dan biaya infrastruktur menjadi terbatas.
"Selain itu, kalau subsidi ini dibiarkan, maka ada ketidakadilan," katanya.
Ia menjelaskan, sesuai APBN 2013, penerimaan direncanakan mencapai Rp1.527 triliun dengan belanja Rp1.683 triliun, sehingga defisit Rp153 triliun atau 1,65 persen PDB.
Sementara, angka total subsidi dalam APBN ditetapkan Rp317 triliun yang Rp193,8 triliun di antaranya BBM.
APBN tersebut, lanjutnya, diputuskan tahun 2012 atau sebelum ada perubahan di dalam dan luar negeri.
Namun, pada posisi April 2013, jika tidak dikendalikan, maka total subsidi akan membengkak menjadi Rp446,8 triliun yang Rp297,7 triliun berupa BBM.
"Bayangkan saja dengan belanja Rp1.500 triliun, belanja subsidi mencapai Rp446,8 triliun, maka defisit Rp353 triliun atau setara 3,8 persen PDB dan ini langgar UU, selain APBN menjadi tidak aman," katanya. ***3*** (T.K007)
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013
"Jika ada kenaikan harga BBM, maka program kompensasi harus siap. Dananya juga sudah tersedia. Karenanya, kami berharap APBNP segera selesai Mei ini," katanya saat berpidato dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa.
Menurut Presiden, penetapan APBNP diperlukan karena menyangkut alokasi dana kompensasi yang akan disediakan sebagai akibat kenaikan harga BBM.
"Begitu dana kompensasinya sudah siap, maka bisa langsung (diterapkan kenaikan harga BBM). Tidak boleh ada 'gap'," katanya.
Presiden melanjutkan, "Jika DPR sepakat Mei ini. Berarti dana sudah siap. Kalau sudah siap, maka kenaikan akan segera diberlakukan."
Menurut dia, pemerintah sudah menyiapkan bentuk-bentuk kompensasi yang akan disampaikan ke DPR.
Ada empat bentuk kompensasi yakni bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) berupa transfer dana tunai, beras miskin, bea siswa yang diberikan secara tunai, dan program keluarga harapan (PKH).
Selain itu, lanjut Presiden, juga akan ada bantuan kepada masyarakat yang dikeluarkan melalui kementerian dan pemerintah daerah.
"Di samping bantuan pasar murah oleh BUMN dan swasta," ujarnya.
Untuk besaran kompensasi, lanjut Presiden, tergantung ketersediaan dana di APBN.
"Lihat kantong. Berapa dana yang ada di APBN," ujarnya.
Namun, Presiden tidak menjelaskan besar kenaikan harga BBM.
"Kenaikannya akan dilakukan secara terbatas dan terukur. Tidak naik sampai harga keekonomian, karena saya tahu UU dan putusan MK. Jika ada kenaikan, maka harus terbatas dan terukur," katanya.
Ia mengatakan, kalau harga BBM dinaikkan, maka fiskal dan APBN sehat, perekonomian aman, ketahanan ekonomi terjaga, ada lebih banyak biaya buat kesejahteraan rakyat, pengurangan kemiskinan, dan biaya infrastruktur, dan subsidi menjadi lebih adil.
Pada kesempatan itu, Presiden juga membantah jika pemerintah lambat mengambil keputusan soal BBM.
"Saya konsisten dari tahun ke tahun. Kenaikan adalah jalan terakhir, jika memang tidak ada opsi lain. Karena ada dampak akibat kenaikan itu," katanya.
Defisit
Presiden juga mengatakan, kalau tidak ada perbaikan subsidi, maka defisit bisa lebih besar dari tiga persen dan berarti melanggar UU APBN, disamping ketahanan ekonomi terganggu.
Subsidi yang besar juga mengakibatkan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, pengurangan kemiskinan, dan biaya infrastruktur menjadi terbatas.
"Selain itu, kalau subsidi ini dibiarkan, maka ada ketidakadilan," katanya.
Ia menjelaskan, sesuai APBN 2013, penerimaan direncanakan mencapai Rp1.527 triliun dengan belanja Rp1.683 triliun, sehingga defisit Rp153 triliun atau 1,65 persen PDB.
Sementara, angka total subsidi dalam APBN ditetapkan Rp317 triliun yang Rp193,8 triliun di antaranya BBM.
APBN tersebut, lanjutnya, diputuskan tahun 2012 atau sebelum ada perubahan di dalam dan luar negeri.
Namun, pada posisi April 2013, jika tidak dikendalikan, maka total subsidi akan membengkak menjadi Rp446,8 triliun yang Rp297,7 triliun berupa BBM.
"Bayangkan saja dengan belanja Rp1.500 triliun, belanja subsidi mencapai Rp446,8 triliun, maka defisit Rp353 triliun atau setara 3,8 persen PDB dan ini langgar UU, selain APBN menjadi tidak aman," katanya. ***3*** (T.K007)
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013