Minyak menetap turun sekitar dua dolar per barel pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) dan mengakhiri minggu ini jauh lebih rendah, karena para pedagang khawatir kenaikan suku bunga AS di masa depan dapat membebani permintaan dan menjadi cemas tentang tanda-tanda meningkatnya pasokan minyak mentah dan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret merosot 2,15 dolar AS atau 2,7 persen, menjadi menetap di 76,34 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April jatuh 2,14 dolar AS atau 2,5 persen, menjadi ditutup pada 83,00 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Untuk minggu ini, Brent tergelincir 3,9 persen dan WTi merosot 4,2 persen.
 

Pada Kamis (16/2/2023), dua pejabat Fed memperingatkan kenaikan biaya pinjaman tambahan sangat penting untuk mengekang inflasi. Sentimen tersebut mengangkat dolar AS, membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

"Kegelisahan kenaikan suku bunga telah kembali dengan sepenuh hati," kata Stephen Brennock dari broker minyak PVM.

Berbagai tanda pasokan yang cukup juga membebani pasar.

Produsen minyak Rusia berharap untuk mempertahankan volume ekspor minyak mentah saat ini, meskipun pemerintah berencana untuk memangkas produksi minyak pada Maret, kata surat kabar Vedomosti pada Jumat (17/2/2023), mengutip sumber yang mengetahui rencana perusahaan.

Data terbaru pasokan AS, dirilis pada Rabu (15/2/2023), menunjukkan persediaan minyak mentah dalam sepekan hingga 10 Februari naik 16,3 juta barel menjadi 471,4 juta barel, level tertinggi sejak Juni 2021.
 

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023