Antarajawabarat.com,12/2 - Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chaerul Huda menduga bocornya dugaan surat perintah penyidikan Anas Urbaningrum terkait dengan pencitraan KPK dan kepentingan Partai Demokrat.
"KPK diteka publik terkait Anas karena banyak pihak yang mengatakan keterlibatannya tetapi tidak ditetapkan menjadi tersangka dan tidak ditahan KPK," kata Chaerul kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, ada kepentingan politik yang berhubungan dengan berubahnya status Anas Urbaningrum menjadi tersangka, terkait posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Chaerul menguraikan ada hubungannya antara tindakan Presiden SBY yang didesak beberapa tokoh Demokrat untuk menyelamatkan partai itu dengan bocornya sprindik tersebut.
Dia menilai ada korelasi antara KPK yang butuh pencitraan publik dengan elit Demokrat yang memerlukan justifikasi untuk mengambil tindakan kepada Anas.
"Berarti ada korelasi KPK yang butuh pencitraan publik, terkait kasus Bank Century dan Hambalang yang tidak beres dengan elit Demokrat yang butuh justifikasi untuk ambil tindakan kepada Anas," katanya.
Dia menilai KPK sudah tidak independen terkait hal tersebut dan telah disusupi kepentingan politik. Chaerul menduga ada oknum-oknum di KPK yang membawa lembaga itu bermain politik.
"Proses politik yang menguasai dibandingkan proses hukum, ada kecenderungan kolaborasi antara kepentingan KPK dan luar KPK untuk membocorkan ini," ujarnya.
Sebelumnya pada Sabtu (9/2) beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.
Menanggapi hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rapat pimpinan (Rapim) guna mengusut dokumen yang diduga merupakan surat perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Rapat pimpinan KPK saat ini sedang dilakukan, isinya adalah KPK melakukan validasi atas dokumen yang berkembang apakah benar milik KPK atau palsu," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (11/2).
KPK menilai jika dokumen itu milik KPK, dokumen tersebut bukan sprindik melainkan dokumen proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. Sehingga dokumen itu semacam 'draft' persetujuan, karena dokumen itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan seluruh pimpinan KPK. ***2***
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013
"KPK diteka publik terkait Anas karena banyak pihak yang mengatakan keterlibatannya tetapi tidak ditetapkan menjadi tersangka dan tidak ditahan KPK," kata Chaerul kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, ada kepentingan politik yang berhubungan dengan berubahnya status Anas Urbaningrum menjadi tersangka, terkait posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Chaerul menguraikan ada hubungannya antara tindakan Presiden SBY yang didesak beberapa tokoh Demokrat untuk menyelamatkan partai itu dengan bocornya sprindik tersebut.
Dia menilai ada korelasi antara KPK yang butuh pencitraan publik dengan elit Demokrat yang memerlukan justifikasi untuk mengambil tindakan kepada Anas.
"Berarti ada korelasi KPK yang butuh pencitraan publik, terkait kasus Bank Century dan Hambalang yang tidak beres dengan elit Demokrat yang butuh justifikasi untuk ambil tindakan kepada Anas," katanya.
Dia menilai KPK sudah tidak independen terkait hal tersebut dan telah disusupi kepentingan politik. Chaerul menduga ada oknum-oknum di KPK yang membawa lembaga itu bermain politik.
"Proses politik yang menguasai dibandingkan proses hukum, ada kecenderungan kolaborasi antara kepentingan KPK dan luar KPK untuk membocorkan ini," ujarnya.
Sebelumnya pada Sabtu (9/2) beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.
Menanggapi hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rapat pimpinan (Rapim) guna mengusut dokumen yang diduga merupakan surat perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Rapat pimpinan KPK saat ini sedang dilakukan, isinya adalah KPK melakukan validasi atas dokumen yang berkembang apakah benar milik KPK atau palsu," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (11/2).
KPK menilai jika dokumen itu milik KPK, dokumen tersebut bukan sprindik melainkan dokumen proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. Sehingga dokumen itu semacam 'draft' persetujuan, karena dokumen itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan seluruh pimpinan KPK. ***2***
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013