Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyatakan pemerintah perlu kembali menerapkan larangan ekspor batu bara agar PLN dapat betul-betul stabil dalam mendapatkan pasokan batu bara yang dibutuhkan oleh BUMN tersebut.
Mulyanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu, pelarangan ini penting sebagai upaya menjaga stabilitas pasokan batu bara bagi PLN sekaligus proses meningkatkan pengawasan operasional tambang.
Baca juga: Pemerintah buka kembali ekspor batu bara mulai 1 Februari
"Pengusaha nakal sudah sepantasnya mendapat ganjaran untuk tidak dapat mengekspor produksi batu bara. Ini penting, agar ke depan ketahanan energi listrik kita dapat terjaga dan PLN secara stabil mendapat pasokan batu bara," kata Mulyanto.
Ia mengingatkan larangan itu diberlakukan kepada semua pengusaha batu bara yang belum memenuhi kewajiban penyetoran kuota produksi batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO).
Diskresi ekspor batu bara, lanjutnya, hanya diberikan kepada pengusaha yang patuh pada regulasi pemerintah.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk memberi sanksi tegas bagi pengusaha nakal yang tidak memenuhi kewajiban DMO tersebut.
Baca juga: Pertamina komitmen garap proyek hilirisasi batu bara jadi dimetil eter
Mulyanto menilai kebijakan menarik dana kompensasi ekspor tidak efektif, sebab nilai kompensasi yang harus dibayar pengusaha tidak seberapa besar.
Hal itu, ujar dia, mengakibatkan banyak pengusaha yang lebih memilih mengekspor daripada memenuhi ketentuan DMO karena keuntungan ekspor masih lebih besar daripada nilai kompensasi yang harus dibayarkan
Sebagaimana diwartakan, pemerintah resmi membuka kembali keran ekspor batu bara per 1 Februari 2022 setelah sebelumnya menerbitkan kebijakan pelarangan ekspor selama sebulan penuh pada 1-31 Januari 2022.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan kondisi pasokan dan persediaan batu bara di pembangkit listrik tenaga uap kini semakin membaik.
"Terhitung sejak 1 Februari 2022, pemerintah memutuskan untuk membuka kembali ekspor batu bara," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (1/2).
Kebijakan pembukaan keran ekspor itu hanya diberikan untuk perusahaan yang telah memenuhi kewajiban persentase penjualan untuk kebutuhan dalam negeri DMO dan telah menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar denda atau dana kompensasi atas kekurangan DMO pada 2021.
Sedangkan, perusahaan tambang yang belum memenuhi DMO 2021 dan belum menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar denda atau dana kompensasi atas kekurangan DMO tahun lalu belum diizinkan untuk melakukan penjualan batu bara ke luar negeri.
Izin ekspor diberikan kepada perusahaan tambang yang telah memenuhi kriteria, yakni realisasi DMO 2021 sebesar 100 persen atau lebih, realisasi DMO 2021 kurang dari 100 persen dan telah menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar dana kompensasi atas kekurangan DMO 2021, dan tidak memiliki kewajiban DMO tahun 2021.
Baca juga: Presiden Jokowi "groundbreaking" proyek hilirisasi batu bara jadi DME
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Mulyanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu, pelarangan ini penting sebagai upaya menjaga stabilitas pasokan batu bara bagi PLN sekaligus proses meningkatkan pengawasan operasional tambang.
Baca juga: Pemerintah buka kembali ekspor batu bara mulai 1 Februari
"Pengusaha nakal sudah sepantasnya mendapat ganjaran untuk tidak dapat mengekspor produksi batu bara. Ini penting, agar ke depan ketahanan energi listrik kita dapat terjaga dan PLN secara stabil mendapat pasokan batu bara," kata Mulyanto.
Ia mengingatkan larangan itu diberlakukan kepada semua pengusaha batu bara yang belum memenuhi kewajiban penyetoran kuota produksi batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO).
Diskresi ekspor batu bara, lanjutnya, hanya diberikan kepada pengusaha yang patuh pada regulasi pemerintah.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk memberi sanksi tegas bagi pengusaha nakal yang tidak memenuhi kewajiban DMO tersebut.
Baca juga: Pertamina komitmen garap proyek hilirisasi batu bara jadi dimetil eter
Mulyanto menilai kebijakan menarik dana kompensasi ekspor tidak efektif, sebab nilai kompensasi yang harus dibayar pengusaha tidak seberapa besar.
Hal itu, ujar dia, mengakibatkan banyak pengusaha yang lebih memilih mengekspor daripada memenuhi ketentuan DMO karena keuntungan ekspor masih lebih besar daripada nilai kompensasi yang harus dibayarkan
Sebagaimana diwartakan, pemerintah resmi membuka kembali keran ekspor batu bara per 1 Februari 2022 setelah sebelumnya menerbitkan kebijakan pelarangan ekspor selama sebulan penuh pada 1-31 Januari 2022.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan kondisi pasokan dan persediaan batu bara di pembangkit listrik tenaga uap kini semakin membaik.
"Terhitung sejak 1 Februari 2022, pemerintah memutuskan untuk membuka kembali ekspor batu bara," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (1/2).
Kebijakan pembukaan keran ekspor itu hanya diberikan untuk perusahaan yang telah memenuhi kewajiban persentase penjualan untuk kebutuhan dalam negeri DMO dan telah menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar denda atau dana kompensasi atas kekurangan DMO pada 2021.
Sedangkan, perusahaan tambang yang belum memenuhi DMO 2021 dan belum menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar denda atau dana kompensasi atas kekurangan DMO tahun lalu belum diizinkan untuk melakukan penjualan batu bara ke luar negeri.
Izin ekspor diberikan kepada perusahaan tambang yang telah memenuhi kriteria, yakni realisasi DMO 2021 sebesar 100 persen atau lebih, realisasi DMO 2021 kurang dari 100 persen dan telah menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar dana kompensasi atas kekurangan DMO 2021, dan tidak memiliki kewajiban DMO tahun 2021.
Baca juga: Presiden Jokowi "groundbreaking" proyek hilirisasi batu bara jadi DME
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022