-
Oleh: Prof. Dr. päd. H. Wahyu Sopandi, M.A. *)

Pembelajaran kimia menyangkut tiga level yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Kegiatan mempelajari level makroskopik ini idealnya dilakukan melalui kegiatan percobaan namun karena memerlukan banyak persiapan dan waktu jarang dilakukan. Hasil penelitian yang pernah kami lakukan menunjukkan bahwa hasil belajar berupa pengetahuan level makroskopik tidak dipengaruhi apakah peserta didik melakukan percobaan atau tidak. Sekarang sudah banyak tayangan di Internet yang dapat membantu peserta didik mempelajari level makroskopik. 

Level kedua dari ilmu kimia adalah level submikroskopik yang biasanya dijelaskan guru dalam pertemuan tatap muka atau tatap maya. Belajar level ini menuntut kemampuan peserta didik untuk berfikir abstrak. Proporsi penguasaan peserta didik akan level ini biasanya lebih kecil dibanding pada dua level yang lain. Miskonsepsi level submikroskopik pada materi kimia anorganik lebih banyak ditemukan dibandingkan pada materi kimia organik. Ini ditenggarai terjadi karena kalau dalam belajar kimia organik ketika menuliskan reaksi kimia itu otomatis dituliskan juga rumus strukturnya. Sementara  dalam pembelajaran bidang kimia anorganik mungkin tidak seperti itu. Dengan demikian banyaknya miskonsepsi pada level submikroskopik diduga karena kurang intensnya pembelajaran level ini.

Level ketiga adalah level simbolik. Simbol-simbol yang dipelajari merupakan representasi dari fenomena dan merupakan level yang paling abstrak. Belajar level ini mirip dengan belajar bahasa asing dalam hal ini Bahasa yang diguakan ahli kimia untuk mengkomunikasikan fenomena. Belajar level ini juga tak jarang memerlukan kemampuan matematika. Ketika mempelajari level simbolik seringkali dapat menurunkan minat peserta didik untuk belajar kimia karena kesulitan memahami Bahasa symbol tersebut. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar kimia yang utuh ini harus meliputi level makroskopik submikroskopik dan simbolik. Salah satu cara yang dapat dipilih untuk membelajarkan peserta didik mengenai ketiga level tersebut dengan pertama-tama menunjukkan fenomena. Selanjutnya adalah menujukkan model perubahan struktur sebelum dan sesudah reaksi. Penjelasan mengenai level ini dapat dipakai untuk melatih spatial ability yang ternyata dapat menjadi bekal kreatif dan inovatif serta menunjang keberhasilan dalam 80% bidang pekerjaan. Membelajarkan peserta didik mengenai level ini memerlukan konsep prasyarat tentang sifat diskontinu materi. Jadi sebelum membelajarkan level submikroskopik dari materi perubahan sebaiknya dilakukan pembekalan sifat diskontinu materi yang memadai. Setelah tuntas membelajarkan level submikroskopik maka Langkah selanjutnya adalah mempelajari level simboliknya. Dalam mempelajari level ini sebaiknya guru memastikan peserta didik memiliki keterkaitan antara level makroskopik dan simbolik dengan level submikroskopik jembatan di antara kedua level tadi.
   
Dalam pembelajaran IPA, pembahasan tiga level (makroskopik, submikroskopik dan simbolik) masuk dalam satu domain yaitu belajar IPA sebagai produk. Mempelajari kimia sebagai produk saja tidak cukup. Pembelajaran kimia sebagai bagian dari belajar IPA perlu juga mempelajari proses, sikap dan aplikasinya. Dengan demikian pembelajaran kimia tidak cukup dengan hanya mempelajari 3 level representasi kimia tetapi juga memberikan pengalaman pada peserta didik tentang bagaimana ilmu kimia itu diperoleh, bagaimana bersikap ilmiah dan bagaimana penerapannya untuk menyelesaikan permasalahan. Keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran yang dilakukan peserta didik biasanya sambil menyelidiki atau memecahkan masalah yang sifatnya verifikatif.

Pembelajaran kimia sebagai salah satu matapelajaran dari sekian banyak matapelajaran yang dipelajari peserta didik di sekolah, juga harus membelajarkan karakter sesuai dengan tujuan pendidikan nasional belajar kimia perlu membentuk peserta didik menjadi generasi penerus yang berbudi pekerti yang ditunjukkan oleh kepemilikan karakter berupa karakter moral (diantaranya jujur, taqwa, sopan dan santun, tatakrama) dan karakter kinerja diantaranya kerjakeras, Tangguh, ulet, dan rajin).

Selain membelajarkan kedua karakter di atas, pembelajaran kimia pun perlu mengakomodir isu-isu tingkat dunia dalam bidang pendidikan. Selama ini kita sudah mengetahui bahwa pendidikan di abad 21 ini perlu menyiapkan peserta didik menjadi terampil berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikatif, kolaboratif, dan kreatif. Selain itu pembelajaran kimia pun perlu menjadi media bagi peserta didik belajar melek dalam berbagai dalam banyak hal (multiliterasi). 
 

Berdasarkan uraian di atas kimia itu pembelajaran kimia itu perlu mempertimbangkan sejumlah kriteria: (1) apa yang harus dipalajari dalam ilmu kimia, (2) apa yang harus dipelajari dalam kelompok mapel IPA, (3) karakter apa yang perlu dibekalkan, (4) keterampilan abad 21 apa yang harus dilatihkan, dan (5) literasi apa yang dapat dibelajarkan. Mempertimbangkan apa yang berlangsung dalam pembelajaran kimia saat ini ditinjau dari ke lima kriteria tadi maka masih perlu upaya peningkatan mutu pembelajaran kimia. 

Kalau pembelajaran kimia yang memenuhi kriteria 1 sampai 3 sebagai pembelajaran kimia yang ideal, dan sebuah pembelajaran kimia dapat disebut berwawan global jika memenuhi kriteria 4 dan 5 maka sudah adakah model pembelajaran yang memenuhi kelima kriteria tersebut dan dapat diterapkan di Indonesia? Untuk sekedar memenuhi kriteria 1 sampai dengan lima terdapat banyak alternatif model pembelajaran import yang dapat dipilih. Tetapi belum ada alternatif model pembelajaran yang dalam pengembangannya mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia. Dengan demikian kita masih memelukan sebuah model pembelajaran yang bukan sekedar memenuhi kelima kriteria yang telah disebutkan tadi tetapi juga berbasis kearifan nasional.

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.  Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah dalam rangka pendidikan perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman. Apa yang diperlukan sekarang dan masa yang akan datang dalam kehidupan peserta didik perlu dibekalkan pada mereka. Jangan sampai pembelajaran di kelas diibaratkan sebagai sebuah proses merampok hari esok peserta didik seperti yang diungkapkan oleh John Dewey. Banyak masalah yang kita hadapi sekarang. Kita dapat menyiapkan kehidupan di masa depan yang lebih baik, bebas dari berbagai permasalahan dengan menggunakan dahsyatnya kekuatan pendidikan. Melihat dahsyatnya kekuatan pendidikan seperti yang diungkapkan Nelson Mandela, pembelajaran kimia perlu membekali peserta didik dengan hal-hal menjadi kunci kesuksesan dalam hidup era sekarang ini, yaitu keterampilan abad 21, keterampilan berfikir tingkat tinggi, multiliterasi dan karakter.        

Banyak alternatif model pembelajaran yang dapat dipilih. Namun demikian tak ada satupun dari berbagai alternatif model pembelajaran tersebut yang berbasis kearifan nasional yaitu mempertimbangkan kebutuhan agar peserta didik berminat dan terampil membaca, target penyelesaian konten kurikulum, menyiapkan menghadapi ujian-ujian, kesulitan guru dalam menghafal dan memahami sintak model, dan keterbatasan alat dan bahan) dalam pengembangannya. Dan itu bisa dimaklumi karena para pengembangnya bukanlah orang Indonesia. Dengan demikian mudah dipahami kalau kemudian model pembelajaran impor tersebut tak dapat terimplementasi di kebanyakan sekolah sehingga pembelajaran relatif tak banyak berubah dari waktu ke waktu. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah masih banyaknya permasalahan yang terjadi dalam semua bidang kehidupan yang ada di negara kita.

Sebagai upaya penyelesaian kurangnya model pembelajaran alternatif yang dalam pengembangannya mempertimbangkan kearifan nasional, saya telah mengkreasi model pembelajaran RADEC. Model ini dapat menjadi pilihan bagi guru kimia untuk mewujudkan pembelajaran kimia secara ideal, berwawasan global dan berbasis kearifan nasional. Banyak hal yang menjadi dasar pengembangan model ini (perlunya menyiapkan peserta didik belajara sepanjang hayat, ide kelas terbalik, ide ZPD dari Vygotsky, ide pembelajaran berbasis literasi, termasuk hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan saya bersama sejawat) telah membentuk sebuah mozaik yang mengantarkan saya untuk mempublikasikan model ini tahun 2017 dalam sebuah seminar internasional di Malaysia. Walau model ini baru dipublikasikan 4 tahun yang lalu namun ide tentang perlunya sebuah model pembelajaran yang ideal sudah muncul di benak sejak tahun 1995. Namun demikian ide tersebut sering muncul dan tenggelam karena berbagai hal dan suatu saat beberapa puluh tahun kemudian menunjukkan seolah-olah apa yang saya lakukan selama ini membentuk sebuah mozaik seperti model pembelajaran RADEC ini lah yang saya maksud dengan tahapan model pembelajaran ideal itu. Model ini sekarang telah melewati sejumlah tahap penelitian dan telah menghasilkan sejumlah artikel publikasi yang berkaitan dengannya.

Tahapan model pembelajaran RADEC dimulai dari kegiatan peserta didik membaca (Read, R) berbagai sumber yang bertemali dengan konten materi kurikulum yang akan dipelajari. Kegiatan berikutnya adalah menjawab sejumlah pertanyaan (Answer, A) yang bertemali dengan konten materi yang akan dipelajari di kelas (tatap maya/ muka). Pertanyaan ini perlu dijawab peserta didik secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain. Pertanyaan yang disusun perlu melingkupi semua aspek kognitif esensial yang perlu dipelajari peserta didik baik ditinjau dari cakupan materi maupun tingkatan berfikir yang dituntutnya). Dua Langkah kegiatan ini dilakukan di luar jam pembelajaran. Kegiatan berikutnya adalah berdiskusi (Discuss, D) dengan teman sejawat perihal apa yang tadinya sudah mereka jawab secara mandiri. Kegiatan berikutnya adalah tahap menjelaskan (Explain, E) yang dilakukan secara klasikal. Pada tahap ini guru dapat memberikan penjelasan konten materi kurikulum yang belum dikuasai semua peserta didik. Setelah pembahasan konten kurikulum dalam satu bab selesai maka tahap berikutnya yaitu tahap menkreasi (Create, C). Tahap model pembelajaran RADEC ini dapat membelajarkan semua hal yang tadi dibahas di atas, karakter, keterampilan berfikir tingkat tinggi, keterampilan abad 21 dan multiliterasi. Kalau ilmu kimia yang dibelajarkannya, maka penggunaan model pembelajaran ini pun dapat dijadikan media bagi guru kimia untuk membelajarkan ilmu kimia secara utuh serta membelajarkan semua domain dari belajar IPA.

Namun demikian, dalam model ini ada perbedaan yang mencolok dengan pembelajaran IPA yang tradisional. Dalam model pembelajaran RADEC ini kegiatan tahap C (penyelidikan/pemecahan masalah/pembuatan karya/proyek) dilakukan setelah peserta didik selesai mempelajari konten materinya. Pada tahap ini peserta didik akan belajar menggunakan apa yang sudah mereka pelajari, gagasan kreatif yang sudah orang lain buat, serta berbagai hal yang dekat dengan kehidupan peserta didik sebagai sumber inspirasi menemukan gagasan kreatif baru untuk kemudian secara berkelompok membuat perencanaan, merealisasikan, melaporkan dan mengkomunikasikannya. Ini berbeda dengan yang ditawarkan para ahli pendidikan dari luar negeri seperti tercermin dari berbagai model pembelajaran yang mereka tawarkan, yaitu belajar berkreasi sambil mempelajari konten materi. Cara ini memiliki kelemahan yaitu tidak menjamin bahwa konten materi kurikulum dapat selesai dipelajari setelah selesai berkreasi dan tak menjamin bahwa semua konten materi kurikulum dapat dipelajari peserta didik selama berkreasi.   

Demikianlah gagasan bagaimana mewujudkan pembelajaran kimia ideal berwawasan global berbasis kearifan nasional melalui tahap pembelajaran R-A-D-E-C untuk membentuk manusia indonesia masa depan. Semoga model pembelajaran ini dapat menjadi alternatif guru kimia di Indonesia dalam membelajarkan peserta didiknya ilmu kimia tanpa mengalami hambatan. 

*) Guru Besar UPI Bidang Pendidikan Kimia

(Artikel diambil dari pidato saat pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, 23 November 2021 di Gedung Achmad Sanusi UPI Bandung)
 

Pewarta: --

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021