Harga minyak naik ke level tertinggi satu minggu pada akhir perdagangan Selasa, setelah langkah Amerika Serikat dan negara-negara konsumen lainnya untuk melepaskan puluhan juta barel minyak dari cadangan mereka guna mencoba mendinginkan pasar, gagal memenuhi beberapa harapan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari melonjak 2,61 dolar AS atau 3,3 persen, menjadi menetap di 82,31 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari naik 1,75 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi ditutup di 78,50 dolar AS per barel.

Itu adalah persentase kenaikan harian terbesar untuk Brent sejak Agustus dan penutupan tertinggi sejak 16 November. Ini juga mendorong premi Brent atas WTI ke level tertinggi sejak pertengahan Oktober.

Amerika Serikat mengatakan pada Selasa (23/11/2021) akan melepas jutaan barel minyak dari cadangan strategis berkoordinasi dengan China, India, Korea Selatan, Jepang dan Inggris, untuk mencoba mendinginkan harga setelah produsen OPEC+ berulang kali mengabaikan seruan untuk lebih banyak memasok minyak mentah.

Tetapi, para analis mengatakan efek pada harga kemungkinan akan berumur pendek setelah bertahun-tahun penurunan investasi dan pemulihan global yang kuat dari pandemi COVID-19.

Pembicaraan tentang pelepasan cadangan terkoordinasi, dolar AS yang kuat dan potensi pukulan terhadap permintaan energi dari gelombang keempat kasus COVID-19 di Eropa telah menyebabkan harga Brent turun lebih dari 10 persen sejak mencapai level tertinggi tiga tahun di 86,70 dolar AS pada 25 Oktober.

Pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan akan melepaskan 50 juta barel dari cadangan minyak strategis (SPR) AS, yang akan mulai memasuki pasar pada pertengahan hingga akhir Desember.

"Pelepasan SPR terkoordinasi lebih kecil dari perkiraan dan tidak diragukan lagi akan dipenuhi oleh lebih sedikit produksi dari OPEC+," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, mencatat "Tidak ada yang akan terkejut jika (OPEC+) mengurangi rencana produksi mereka."

Aliansi OPEC+ antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia sejauh ini telah menolak permintaan berulang dari Washington untuk memompa lebih banyak minyak.

Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail Al-Mazrouei mengatakan pada Selasa (23/11/2021) bahwa UEA melihat "tidak ada logika" dalam meningkatkan kontribusinya sendiri ke pasar global saat ini, menambahkan data teknis yang dikumpulkan menjelang pertemuan OPEC+ mendatang pada Desember menunjukkan surplus minyak di kuartal pertama 2022.

Analis mengatakan perusahaan yang membeli minyak dari SPR AS harus mengembalikannya pada 2022-2024 ketika harga jauh lebih murah daripada sekarang. Kontrak berjangka diperdagangkan sekitar 75 dolar AS pada tahub 2022, 69 dolar AS pada tahun 2023 dan 65 dolar AS pada tahun 2024.

"Kami ... memperkiraan perataan kurva, karena bagian dari pelepasan SPR perlu diisi ulang lagi," kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy.

Reli minyak terjadi menjelang laporan persediaan AS dari American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, pada Selasa dan Badan Informasi Energi AS pada Rabu waktu setempat.

Analis memperkirakan data persediaan minyak mingguan AS terbaru menunjukkan penarikan 0,5 juta barel dari stok minyak mentah.

Sementara itu, indeks dolar bertahan di dekat level tertinggi 16-bulan pada Selasa (23/11/2021) setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell dipilih untuk masa jabatan kedua, memperkuat ekspektasi pasar bahwa suku bunga AS akan naik pada 2022.

Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang menurut para pedagang membebani harga minyak mentah.

Baca juga: Harga minyak jatuh di Asia di tengah kesepakatan pelepasan cadangan darurat

Baca juga: Harga minyak menguat di tengah laporan OPEC+ dapat naikan kembali produksi

Baca juga: Harga minyak turun di Asia, tertekan pelepasan cadangan strategis

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021