Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa jadwal kedatangan 100 juta dosis vaksin COVID-19 menjadi tidak pasti menyusul adanya kebijakan embargo di beberapa negara yang memroduksi vaksin.
"Jadi, ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi agak tidak pasti jadwalnya," kata Menkes dalam rapat kerja bersama dengan DPR, di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan terdapat dua mekanisme mendatangkan vaksin, yakni pertama, melalui mekanisme multilateral dengan GAVI sebanyak 54 juta dosis secara gratis. Kedua, vaksin Astrazeneca yang didatangkan dengan mekanisme bilateral melalui Bio Farma dan Astrazeneca sebanyak 50 juta.
GAVI adalah sebuah aliansi vaksin internasional yang menyediakan vaksin gratis bagi negara-negara yang memenuhi syarat
"Yang bermasalah pertama kali adalah COVAC/GAVI karena adanya embargo dari India, suplai vaksin Astrazeneca paling besar dari India sehingga mengalami hambatan," katanya.
GAVI-COVAX adalah vaksin produksi GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization), yang bekerja sama dengan mitra aliansi United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO).
Dengan kondisi itu, kata Menkes, GAVI pun merealokasi vaksin. Indonesia yang seharusnya menerima 11 juta vaksin pada Maret-April hanya mendapat 1 juta, sedangkan sisanya ditunda di bulan Mei.
"Mereka juga belum bisa memberikan konfirmasi, jadi tidak pasti, itu dua minggu lalu," katanya.
Kemudian pada pekan lalu, pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa vaksin Astrazeneca dengan mekanisme bilateral pun berubah.
"Informasi terakhir yang kami terima dari Astrazeneca, yang tadinya rencananya semuanya dilakukan di 2021, mereka menyampaikan bahwa hanya bisa 20 juta vaksin di 2021 dan diundurkan 30 juta vaksin pada 2022," katanya.
Dalam kesempatan itu, Menkes juga menyampaikan bahwa dari 160-an negara di dunia, hanya ada lima negara yang memproduksi vaksinnya sendiri yaitu Amerika Serikat, China, India, Inggris, dan Rusia.
"Beberapa negara ini menerapkan kebijakan untuk tidak mengeluarkan vaksin yang diproduksi di negaranya. Jadi kalau kita lihat sebenarnya yang rebutan vaksin adalah semua negara dikurangi 5 negara itu," demikian Budi Gunadi Sadikin .
Baca juga: Bio Farma minta Kemenlu membantu diplomasi India soal embargo vaksin
Baca juga: Ketersediaan stok vaksin April dijaga dari dampak embargo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Jadi, ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi agak tidak pasti jadwalnya," kata Menkes dalam rapat kerja bersama dengan DPR, di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan terdapat dua mekanisme mendatangkan vaksin, yakni pertama, melalui mekanisme multilateral dengan GAVI sebanyak 54 juta dosis secara gratis. Kedua, vaksin Astrazeneca yang didatangkan dengan mekanisme bilateral melalui Bio Farma dan Astrazeneca sebanyak 50 juta.
GAVI adalah sebuah aliansi vaksin internasional yang menyediakan vaksin gratis bagi negara-negara yang memenuhi syarat
"Yang bermasalah pertama kali adalah COVAC/GAVI karena adanya embargo dari India, suplai vaksin Astrazeneca paling besar dari India sehingga mengalami hambatan," katanya.
GAVI-COVAX adalah vaksin produksi GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization), yang bekerja sama dengan mitra aliansi United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO).
Dengan kondisi itu, kata Menkes, GAVI pun merealokasi vaksin. Indonesia yang seharusnya menerima 11 juta vaksin pada Maret-April hanya mendapat 1 juta, sedangkan sisanya ditunda di bulan Mei.
"Mereka juga belum bisa memberikan konfirmasi, jadi tidak pasti, itu dua minggu lalu," katanya.
Kemudian pada pekan lalu, pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa vaksin Astrazeneca dengan mekanisme bilateral pun berubah.
"Informasi terakhir yang kami terima dari Astrazeneca, yang tadinya rencananya semuanya dilakukan di 2021, mereka menyampaikan bahwa hanya bisa 20 juta vaksin di 2021 dan diundurkan 30 juta vaksin pada 2022," katanya.
Dalam kesempatan itu, Menkes juga menyampaikan bahwa dari 160-an negara di dunia, hanya ada lima negara yang memproduksi vaksinnya sendiri yaitu Amerika Serikat, China, India, Inggris, dan Rusia.
"Beberapa negara ini menerapkan kebijakan untuk tidak mengeluarkan vaksin yang diproduksi di negaranya. Jadi kalau kita lihat sebenarnya yang rebutan vaksin adalah semua negara dikurangi 5 negara itu," demikian Budi Gunadi Sadikin .
Baca juga: Bio Farma minta Kemenlu membantu diplomasi India soal embargo vaksin
Baca juga: Ketersediaan stok vaksin April dijaga dari dampak embargo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021