Harga minyak jatuh untuk hari kelima berturut-turut pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), membukukan penurunan terbesar satu hari sejak musim panas lalu di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang meningkatnya kasus COVID-19 di Eropa dan penguatan dolar AS.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei terperosok 4,72 dolar AS atau 6,9 persen, menjadi ditutup pada 63,28 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas International (WTI) AS anjlok 4,60 dolar AS atau 7,1 persen, menjadi menetap di 60 dolar AS per barel.

Kedua kontrak turun lebih dari 11 persen sejak mencapai tertinggi baru-baru ini pada 8 Maret. Penurunan lima hari berturut-turut adalah yang terpanjang untuk WTI sejak Februari 2020 dan untuk Brent sejak September 2020. Itu terjadi setelah spekulan membangun long positions (beli) terbesar di perdagangan CME minyak mentah berjangka AS dan opsi sejak 2018.



Setelah penutupan pasar, kedua patokan minyak mentah terus melemah, masing-masing merosot lebih dari 6,0 dolar AS per barel, atau 9,0 persen.

Beberapa negara besar Eropa harus memberlakukan kembali penguncian karena beban kasus viris corona meningkat, sementara program vaksinasi melambat karena kekhawatiran tentang efek samping dari vaksin AstraZeneca yang didistribusikan secara luas di Eropa.

Minyak pemanas dan bensin AS juga turun lebih dari 5,0 persen.

“Skenario kasus terbaik untuk pemulihan permintaan telah diperhitungkan di pasar. Semua orang merayakan peluncuran vaksin dan pengurangan pembatasan,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.

"Sekarang di Eropa, hal itu hampir sepenuhnya hilang. Penguncian di Polandia dan Italia menghantam inti dari seluruh narasi dan tesis pemulihan permintaan yang menaikkan harga."



Perlambatan dalam program vaksinasi di Eropa dan prospek lebih banyak pembatasan untuk mengendalikan virus corona telah menurunkan ekspektasi untuk pemulihan penggunaan bahan bakar.

Inggris harus memperlambat peluncuran vaksin COVID-19 bulan depan karena krisis pasokan yang disebabkan oleh penundaan pengiriman jutaan suntikan AstraZeneca dari India, dan kebutuhan untuk menguji stabilitas 1,7 juta dosis tambahan.

"Eropa melihat minggu ketiga berturut-turut meningkatnya kasus COVID-19 dan dengan rintangan vaksinasi yang masih ada," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.

Sejumlah negara Eropa telah menghentikan penggunaan suntikan AstraZeneca karena kekhawatiran tentang kemungkinan efek samping, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan Eropa harus terus menggunakan vaksin tersebut.

Persediaan minyak mentah AS naik untuk empat minggu berturut-turut setelah cuaca dingin yang parah di Texas dan bagian tengah negara itu pada Februari memaksa penutupan kilang-kilang.

Pedagang mengatakan stok bisa meningkat lebih lanjut setelah WTI pada 12 Maret beralih dari kemunduran ke contango, di mana kontrak bulan depan lebih murah daripada bulan kedua.

Sementara itu, premi bulan depan Brent selama bulan kedua adalah yang terendah sejak awal Februari.

Laporan suram dari Badan Energi Internasional (IEA) juga mengurangi optimisme di pasar minyak. Dalam laporan bulanannya yang diterbitkan Rabu (17/3/2021), IEA melukiskan gambaran pesimistis yang tak terduga dari tren permintaan. Sekarang memperkirakan permintaan minyak dapat kembali level sebelum krisis corona pada 2023.

Kenaikan dolar juga berkontribusi pada aksi jual minyak. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Baca juga: Harga minyak terus merosot terseret prospek permintaan, penumpukan stok AS

Baca juga: Harga minyak turun tipis didukung data China yang kuat

Baca juga: Antisipasi pemulihan permintaan, minyak Brent dekati 70 dolar

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021