Presiden Joko Widodo berharap agar Mahkamah Agung dapat melakukan reformasi peradilan secara modern sehingga masyarakat mendapatkan kepastian hukum.
"Upaya-upaya untuk melakukan reformasi peradilan melalui penerapan peradilan yang modern adalah keharusan," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2020 secara virtual. Presiden Jokowi di Istana Negara juga didampingi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Sebagai benteng keadilan, Mahkamah Agung dapat mewujudkan kepastian hukum bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor melalui keputusan-keputusan yang mengurangi disparitas pemidanaan," tambah Presiden.
Menurut Presiden, dengan kinerja dan reputasi yang semakin baik, Mahkamah Agung dapat menghasilkan putusan-putusan "landmark decision" dengan menggali nilai-nilai dan rasa keadilan masyarakat sehingga lembaga peradilan menjadi lembaga yang semakin terpercaya.
"Momentum pandemi ini bisa dibajak untuk melakukan transformasi yang fundamental dengan cara-cara fundamental," ungkap Presiden.
Terobosan-terobosan oleh penyelenggara peradilan, menurut Presiden, sangat penting untuk membuktikan bahwa sistem peradilan di Indonesia mampu beradaptasi dengan cepat, terus berinovasi agar mampu melayani masyarakat lebih cepat dan lebih baik.
"Tapi, saya ingin mengingatkan bahwa akselerasi penggunaan teknologi bukanlah tujuan akhir. Percepatan penggunaan teknologi adalah pintu masuk untuk transformasi yang lebih luas, transformasi yang lebih besar dalam penyelenggaraan peradilan untuk mewujudkan peradilan yang modern," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi juga meminta agar meski menangani banyak perkara, kualitas putusan tidak terganggu.
"Jumlah perkara yang diterima terbanyak dalam sejarah, perkara yang diputus juga terbanyak sepanjang sejarah. Tentu ini bisa dilakukan tanpa mengurangi kualitas putusan. Saya berharap Mahkamah Agung terus meningkatkan kualitas aplikasi e-Court," kata Presiden.
Kualitas tersebut termasuk standardisasi kewajiban para pihak, pemerksaan saksi dan ahli secara daring, salinan putusan atau "e-Verdict" serta perluasan aplikasi e-Court untuk perkara-perkara perdata yang sifatnya khusus.
Dalam laporannya, Ketua Mahkamah Agung HM Syarifuddin menyatakan beban perkara yang diterima MA pada 2020 adalah sebanyak 20.761 perkara, yang terdiri dari perkara masuk sebanyak 20.544 perkara dan sisa perkara dari 2019 sebanyak 217.
Dari jumlah beban tersebut Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 20.562 perkara dan sisa perkara tahun 2020 adalah sebanyak 199 perkara. Sisa perkara tersebut tercatat sebagai sisa perkara terendah sepanjang sejarah berdirinya MA sehingga rasio produktivitas memutus MA pada 2020 adalah sebesar 99,04 persen.
Baca juga: Presiden: Penegak hukum yang memeras jadi musuh bersama
Baca juga: Presiden: Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan pemerintah hormati proses hukum di KPK
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Upaya-upaya untuk melakukan reformasi peradilan melalui penerapan peradilan yang modern adalah keharusan," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2020 secara virtual. Presiden Jokowi di Istana Negara juga didampingi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Sebagai benteng keadilan, Mahkamah Agung dapat mewujudkan kepastian hukum bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor melalui keputusan-keputusan yang mengurangi disparitas pemidanaan," tambah Presiden.
Menurut Presiden, dengan kinerja dan reputasi yang semakin baik, Mahkamah Agung dapat menghasilkan putusan-putusan "landmark decision" dengan menggali nilai-nilai dan rasa keadilan masyarakat sehingga lembaga peradilan menjadi lembaga yang semakin terpercaya.
"Momentum pandemi ini bisa dibajak untuk melakukan transformasi yang fundamental dengan cara-cara fundamental," ungkap Presiden.
Terobosan-terobosan oleh penyelenggara peradilan, menurut Presiden, sangat penting untuk membuktikan bahwa sistem peradilan di Indonesia mampu beradaptasi dengan cepat, terus berinovasi agar mampu melayani masyarakat lebih cepat dan lebih baik.
"Tapi, saya ingin mengingatkan bahwa akselerasi penggunaan teknologi bukanlah tujuan akhir. Percepatan penggunaan teknologi adalah pintu masuk untuk transformasi yang lebih luas, transformasi yang lebih besar dalam penyelenggaraan peradilan untuk mewujudkan peradilan yang modern," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi juga meminta agar meski menangani banyak perkara, kualitas putusan tidak terganggu.
"Jumlah perkara yang diterima terbanyak dalam sejarah, perkara yang diputus juga terbanyak sepanjang sejarah. Tentu ini bisa dilakukan tanpa mengurangi kualitas putusan. Saya berharap Mahkamah Agung terus meningkatkan kualitas aplikasi e-Court," kata Presiden.
Kualitas tersebut termasuk standardisasi kewajiban para pihak, pemerksaan saksi dan ahli secara daring, salinan putusan atau "e-Verdict" serta perluasan aplikasi e-Court untuk perkara-perkara perdata yang sifatnya khusus.
Dalam laporannya, Ketua Mahkamah Agung HM Syarifuddin menyatakan beban perkara yang diterima MA pada 2020 adalah sebanyak 20.761 perkara, yang terdiri dari perkara masuk sebanyak 20.544 perkara dan sisa perkara dari 2019 sebanyak 217.
Dari jumlah beban tersebut Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 20.562 perkara dan sisa perkara tahun 2020 adalah sebanyak 199 perkara. Sisa perkara tersebut tercatat sebagai sisa perkara terendah sepanjang sejarah berdirinya MA sehingga rasio produktivitas memutus MA pada 2020 adalah sebesar 99,04 persen.
Baca juga: Presiden: Penegak hukum yang memeras jadi musuh bersama
Baca juga: Presiden: Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan pemerintah hormati proses hukum di KPK
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021