Harga minyak anjlok hampir tiga persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena jenis baru virus corona yang menyebar cepat telah menutup sebagian besar Inggris dan pembatasan lebih ketat di Eropa, memicu kekhawatiran tentang pemulihan yang lebih lambat dalam permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari merosot 1,35 dolar AS atau 2,6 persen, menjadi ditutup pada 50,91 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari mengakhiri sesi 1,36 dolar AS atau 2,8 persen lebih rendah pada 47,74 dolar AS menjelang kedaluwarsa. Kontrak WTI Februari yang lebih aktif jatuh 1,27 dolar AS atau 2,6 persen, menjadi menetap di 47,97 dolar AS per barel.

Kedua kontrak telah kehilangan sebanyak tiga dolar AS di awal sesi, penurunan harian terbesar mereka dalam enam bulan.

Penguatan dolar AS juga membebani pasar minyak. Greenback yang kuat membuat komoditas dalam denominasi dolar seperti minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Kemunduran itu terjadi setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Sabtu (19/12/2020) mengumumkan pembatasan yang lebih ketat bagi London dan bagian lain Inggris untuk memerangi lonjakan infeksi yang mengkhawatirkan terkait dengan virus ganas baru.

“Laporan dari jenis baru virus corona telah membebani sentimen risiko dan minyak. Pembatasan mobilitas baru di seluruh Eropa juga tidak membantu karena permintaan minyak Eropa akan terganggu,” kata analis minyak UBS, Giovanni Staunovo.

“Investor harus menyadari bahwa jalan menuju permintaan dan harga minyak yang lebih tinggi akan tetap bergelombang.”

Brent naik di atas 50 dolar AS minggu lalu untuk pertama kalinya sejak Maret, didukung oleh optimisme yang berasal dari vaksin COVID-19.

Tetapi jenis baru COVID-19, yang dikatakan hingga 70 persen lebih mudah menular daripada yang asli, telah memperbaharui kekhawatiran tentang virus tersebut, yang telah menewaskan sekitar 1,7 juta orang di seluruh dunia.

Lebih banyak negara menutup perbatasan mereka ke Inggris pada Senin (21/12/2020), menyebabkan kekacauan perjalanan dan meningkatkan prospek kekurangan pangan di Inggris.

"Jenis baru virus corona di Inggris telah menunjukkan kepada kita bahwa optimisme vaksin yang menahan Brent di atas 50 dolar AS per barel dapat dikempiskan dalam sekejap," kata analis Rystad Energy, Louise Dickson.

Varian baru virus telah terdeteksi di negara lain, termasuk Australia, Belanda dan Italia.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan ketegangan baru tersebut berdampak pada harga minyak, menambahkan bahwa pemulihan pasar minyak global terjadi lebih lambat dari perkiraan sebelumnya dan dapat memakan waktu dua hingga tiga tahun.

"Pembatasan perjalanan selama beberapa minggu ke depan akan mempersulit rencana OPEC+ untuk secara bertahap meningkatkan produksi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.

"Pertemuan bulanan akan sangat tegang dan menjaga harga minyak tetap stabil sampai penyebaran virus terkendali di Eropa dan AS."

Sentimen negatif sebagian besar membayangi peluncuran vaksin baru di Amerika Serikat, kesepakatan di antara para pemimpin kongres AS untuk paket bantuan virus corona senilai 900 miliar dolar AS dan persetujuan peraturan Eropa pada Senin (21/12/2020) untuk penggunaan vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama oleh perusahaan AS Pfizer Inc dan mitranya dari Jerman BioNTech.

Persetujuan oleh regulator obat-obatan di Eropa menempatkan wilayah tersebut pada jalur untuk memulai inokulasi dalam waktu seminggu.

Baca juga: Harga minyak berakhir menguat, menandai kenaikan mingguan ketujuh beruntun

Baca juga: Harga minyak naik, sentuh tertinggi 9 bulan didorong kemajuan stimulus AS

Baca juga: Harga minyak naik setelah persediaan AS turun, Brent berakhir di 51,08 dolar

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020